Senin, 05 Oktober 2015

Mekanisme Disiplin dalam MPI

Mekanisme Disiplin dalam Manajemen Pendidikan Islam
A.  Disiplin dalam Islam
            Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda – beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian tentang disiplin telah banyak di definisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Ahli yang satu mempunyai batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. Menurut  Djamarah disiplin adalah "Suatu tata tertib yang dapat mengatur tatanan kehidupan pridadi dan kelompok”.[1]
            Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih. Dengan kata lain, disiplin adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
            Dalam ajaran Islam banyak ayat Al Qur’an dan Hadist yang memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An Nisa ayat 59:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’:59).

Èbr&ur Nä3ôm$# NæhuZ÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# Ÿwur ôìÎ7®Ks? öNèduä!#uq÷dr& öNèdöx÷n$#ur br& šqãZÏFøÿtƒ .`tã ÇÙ÷èt/ !$tB tAtRr& ª!$# y7øs9Î) ( bÎ*sù (#öq©9uqs? öNn=÷æ$$sù $uK¯Rr& ߃̍ムª!$# br& Nåkz:ÅÁムÇÙ÷èt7Î/ öNÍkÍ5qçRèŒ 3 ¨bÎ)ur #ZŽÏWx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# tbqà)Å¡»xÿs9 ÇÍÒÈ
Artinay:Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang Telah diturunkan Allah), Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Maidah:49)
            Berkaitan dengan ayat di atas, sepanjang penulusuran yang penulis lakukan  bahwa kata  ا أَطِيعُوا sangat sering  berulang dalam  Al-Qur’an. Kata berulang sampai 79 kali dengan segala perubahan katanya. Khusus untuk kata di atas berulang sampai 19 kali.[2] Mengapa kami memilih kata tersebut untuk dikaji, kata tersebut merupakan inti dari ayat tersebut.
            Kemudian kata selanjutnya yang penulis teliti adalah kata احْكُمْ  yang merupakan potongan dari ayat 49 surah Al-maidah. Kata ini berulang sampai 7 kali dan berulang sampai 203 kali dengan seluruh perubahan katanya.[3]
            Menurut hemat penulis bahwa ayat yang berkaitan dengan taat dan hukum merupakan hal yang sangat menarik, karena sebagian besar isi dalam Al-Qur’an membahas tentang hukum. Itu berarti membahas tema ini sama halnya membahas sebagian besar isi dalam Al-Qur’an. Buktinya saja ayat-ayat yang berkaitan dengan tema ini begitu banyak. Kami dapat mengambil kesimpulan bahwa berulang sampai beberapa kali karena begitu pentingnya dalam masyarakat.
B.  Penafsiran para Ulama Tafsir
1. Surat An-nisa ayat 59
            Pada Ayat 59 surat An-nisa dan ayat sesudahnya masih berhubungan erat dengan ayat ayat yang lalu, mulai dari ayat yang memerintahkan untuk beribadah kepada Allah serta berbakti kepada orang tua. Perintah-perintah itu, mendorong manusia untuk menciptakan masyarakatyang adil dan makmur, taat kepada Allah dan Rasul serta tunduk kepada ulil Amri, menyelesaikan perkara berdasrkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan  Sunnah.
            Ketika menafsrkan QS Al-imran ayat 35  Prof Quraish Shihab mengemukakan bahwa kalau diamati ayat-ayat Al-Qur’an  yang memerintahkan taat kepada Allah dan rasulnya, ditemukan dua redaksi yang berbeda.[4] Sekali perintah taat kepada Allah dirangkaikan perintah taat kepada Rasul tanpa mengulangi kata taatilah seperti pada QS. Al-imran ayat 35 dan pada surat An-nisa  ayat 59 kata taatilah diulangi , masing-masing  sekali ketika memerintahkan taat kepada Allah dan sekali memerintahkan taat kepada Rasulnya.
            Para pakar Al-Qur’an menerangkan bahwa apabila perintah taat kepada Allah dan Rasulnya digabung dengan menyebut dengan hanya satu  kali kata taatilah, maka hal itu mengisyaratkan bahwa ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan yang diperintahkan Allah , baik yang diperintahkan secarea langsung di dalam Al-Qur’an maupun perintahnya yang dijelaskan  oleh Rasul  menyangkut hal-hal yang bersumber dari Allah, bukan beliau perintahkan secara langsung. Adapun bila perintah taat diulangi, maka disitu rasul mempunyai wewenang serta hak untuk ditaati walaupun tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an. Itu sebabnya perintah taat kepada ulil amri tidak disertai kata taat karena mereka tidak memiliki hak untuk ditaati bila ketaatan terhadap mereka bertentangan dengan ketaatan kepada Allah atau Rasulnya.
            Pendapat ulama berbeda tentang makna kata ulil Amri . dari segi bahasa kata  Uli  adalah bentuk jamak dari  Wali  yang berarti pemilik atau yang mengurus dan menguasai. Bentuk jamak dari kata tersebut menunjukkan bahwa kalau mereka banyak.  Sedangkan kata  Al-amri adalah perintah atau urusan. dengan demikian   ulil Amri adalah orang yang berwewenang mengurus urusan kaum muslimin.[5]
            Perlu dicatat bahwa kata Al Amru  berbentuk makrifat. ini menjadikan banyak ulama membatasi wewenang pemilik kekuasaan itu hanya pada persoalan-persoalan kemasyarakatan, bukan persoalan aqidah.
            Dari penjelasan ulama di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa taat terhadap ulil amri hanya taat karena adanya pelimpahan wewenang hukum yang berguna untuk mengatur kesejahteraan rakyat. Berbeda dengan ketaatan terhadap Allah dan  Rasulnya. Kemudian arti taat bukan berarti menerimah mentah-mentah perintah tersebut. Tetapi kritis dan ikhlas sepenuh hati melakukannya.
             Di lain pendapat pada ayat ini dengan sendirinya  menjelaskan bahwa masyarakat manusia, dan di sini dikhususkan  masyarakat orang yang beriman, mestilah tunduk kepada peraturan. Peraturan yang maha tinggi ialah peraturan Allah. Inilah yang pertama kali wajib  ditaati. Allah telah menurunkan peraturan itu dengan mengutus rasul-rasul dan penutup segala rasul itu adalah Nabi Muhammad SAW. Rasul-rasul  membawa undang-undang tuhan yang termaktub  di dalam kitab-kitab suci seperti taurat, zabur, injil, dan Al-Qur’an. Maka isi kitab suci itu semua pokoknya ialah untuk kesalamatan dan kebahagiaan kehidupan manusia. Ketaatan kepada Allah mengenai tiap-tiap diri manusia walaupun ketika tidak ada hubungannya dengan manusia lain. Umat beriman disuruh terlebih dahulu taat kepada Allah, sebab apabila dia berbuat baik, bukanlah semata-mata karena takut terhadap manusia dan bukann pula karena semata-mata mengharapkan keuntungan duniawi dan jika dia meninggalkan berbuat suatu pekerjaan yang tercela, bukan pula takut terhadap ancaman  manusia. Dengan taat kepada Allah menurut agama,  berdasar iman kepada tuhan  dan hari akhirat manusia dengan sendirinya menjadi baik. Dia merasa bahwa siang dan malam  tidak lepas dari penglihatan dan pengamatan tuhan.[6]
            Kemudian itu orang yang beriman  diperintahkan pula taat kepada Rasul. Sebab taat kepada rasul adalah merupakan lanjutan dari taat kepada Allah. Banyak perintah tuhan yang wajib ditaati, tetapi tidak dapat dijalankan tanpa melihat contoh yang teladan. Maka contoh teladan itu adalah rasul. Derngan taat kepada Rasul  barulah sempurna beragama. Sebab banyak orang yang percaya kepada Tuhan tetapi dia tidak beragama. Sebab dia tidak percaya kepada Rasul. Maka dapatlah disimpulkan  bahwa perintah taat kepada Allah dan Rasul itu dengan teguh memegang  Al-Qur’an dan As-sunnah.
            Menurut pendapat Prof Hamka bahwa kata  minkum  pada ayat 59 surat An-nisa mempunyai dua arti yaitu, pertama di antara kamu yang kedua daripada kamu. Maksudnya  yaitu yang berkuasa itu adalah dari kamu juga, naik dan terpilih atas kamu juga dan kamu mengakui kekuasaannya.
            Sejak  Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Madinah, sehari setelah sampai di Madinah itu telah berdiri suatu kekuasaan atau pemerintahan islam yang Nabi sendiri yang memegang tampuk pemerintahan itu. Di kiri kanannya berdirilah beberapa pembantu. Pembantu utama ialah para sahabat yang termasuk Khulafah Ar-Rasyidin.
            Urusan kenegaraan dibagi dua bahagian. Yang mengenai agama semata-mata dan yang mengenai urusan umum. Urusan semata-mata menunggu wahyu dari tuhan tetapi urusan umum seumpama peran dan damai ,membangunkan tempat beribadat dan bercocok tanam diserahkan kepada kamu sendiri. Tetapi dasar utamanya adalah syura yaitu permusyawaratan. Dari hasil syura ialah menjadi keputusan yang wajib ditaati oleh  seluruh orang beriman. Yang bertugas menjaga hasil syura ialah  Ulil Amri.[7]
            Supaya ketaatan kepada Ulil Amri itu dapat dipertanggungjawabkan , urusan-urusan duniawi hendaklah di musyawaratkan. Bahkan perintah-perintah  Allah sendiripun, mana kelancarannya berkehendak pada duniawi hendaklah dimusyawaratkan.
            Tentang Ulil Amri setengah ulama berpendapat bukan ulama agama saja bahkan termasuk juga panglima-panglima perang dan penguasa-penguasa besar, petani-petani dalam Negara. Moh  Abduh berpendapat  di zaman modern kita ini direktur-direktur pengusaha besar, professor, sarjana  di berbagai bidang, wartawan dan lain-lain yang terkemuka di masyarakat adalah Ahlul Halli Wal Aqdi (ahli mengikat dan menguraikat ikat). Berhak diajak bermusyawarah.[8]
            Oleh sebab itu maka jelaslah bahwa islam memberikan lapangan luas sekali tentang siapa yang patut dianggap Ulil amri, yang patut diajak musyawarah pemungutan suara atau kepala pemerintahan saja menunjuk siapa yang patut, yaitu lalu diakui dan ditaati oleh orang banyak.
            Dari sinilah penulis mencoba memaparkan bahwa inti dari ayat ini adalah kesejahteraan terhadap suatu Negara, apabila urusan urusan itu adalah urusan kenegaraan maka urusan itu juga menjadi urusan keagamaan. Karena memperjuangkan Negara adalah hal yang diperintahkan oleh agama. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekarang yang lebih membutuhkan penjelasan peersoalan-persoalan kenegaraan maka hal yang paling urgen yang perlu dibahas dalam hal ini adalah pemerintah dan pemerintahan. Pemerintahan sekarang sangat berkaitan erat dengan agama, karena negaralah yang menjadi penggerak utama dalam masyarakat.
            Begitu pentingnya persoalan Negara sampai ketika nabi wafat maka pemakamannya ditunda sampai ada pemimpin yang menggantikan beliau. Begitupula ketika Abu Bakar yang berwasiat supaya umar menjadi penggantinya.
            Namun bagaiman ketika seorang Ulil Amri yang berlaku zalim maka itupula harus ditindak keras, karena nasib masyarakat sangat bergantung pada akhlak seoorang pemimpin.
            Seperti yang dialami oleh Negara kita sekarang yang pemerintahan yang terombang-ambing sehingga lahirlah ketidak jelasan terhadap Negara ini. Contohnya saja dalam hal keadilan, Negara kita masih jauh dari nilai-nilai keadilan. Bayangkan seorang nenek yang mengambil sebiji buah coklat dihukum sampai beberapa bulan sedangkan koruptor yang mengambil uang rakyat atau Negara yang sampai teriliunan dan miliaran begitu alur dan lambat dalam menanganinya. Ketika memutuskan sebuah perkara itupun tidak sesuai dengan hukuman  yang seharusnya diterima. Maka dari itu hendaklah kita sebagai umat mampu mengikuti dengan baik apa yang menjadi aturan Allah, Rasul dan para ulil Amri. Sehingga Negara kita damai, aman, dan sentosa.
2. Surat Al-maidah ayat 49.
            Sekali lagi melalui ayat ini, Allah mengulangi perintahnya menetapkan hokum sesuai dengan apa yang diturunkannya, yang telah diperintahkannya pada ayat yang lalu. Ayat yang lalu menunjukkan konsekuensi turunnya petunjuk ilahi, dan perintah pada ayat ini adalah karaena apa yang telah diturunkan itu merupakan kemaslahatan manusia. Perintah ini ditekankan, karena orang-orang yahudi dan yang semacam mereka tidak henti-hentinya berupaya menarik hati kaum muslimin dengan berbagai cara.
            Kemudian potongan ayat yang berarti: supaya mereka tidak memalingkanmu dari sebagian apa yang telah diturunkan kepadamu, ayat ini menekankan kewajiban berpegan teguh terhadap apa yang diturunkan Allah secara utuh dan tidak mengabaikannya walau sedikitpun.. di sisi lain hal ini mengisyaratkan bahwa lawan-lawan umat islam senantiasa berusaha memalingkan umat islam dari ajaran islam walaupun hanya sebagian saja. Dengan meninggalkan sebagian ajarannya, keberagaman umat islam akan runtuh. Karena sel-sel ajaran isalam sedemikian terpadu, mengaitkan sesuatu yang terkecil sekalipun dengan Allah SWT.
            Menurut sepengetahuan penulis, bahwa setiap ayat yang turun pasti terkhusus kepada Nabi. Dari sinilah kita dapat menyimpulkan bahwa Rasul saja yang kita anggap ma’shum menerimah ayat ini apa tah lagi kita sebagai umat yang jauh dari kesempurnaan. Di sisi lain ayat ini membuktikan bahwa adanya pemeliharaan Allah terhadap hambanya.
            Kemudian lanjutan ayat selanjutnya yaitu maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah hendak menimpakan musibah kepada mereka, merupakan hiburan kepada Nabi SAW. Yang menghadapi keengganan orang yahudi dan nasrani menerimah ajakan beliau. Selanjutnya penggalan kata selanjutnya pada potongan ayat tersebut, sengaja dicantumkan untuk mengisyaratkan bahwa penyampaian hakikat itu adalah sebagai pengajaran kepada Nabi dan siapapun tentang kehendak  Allah dalam pengertian di atas, sehingga karena itu merupakan kehendaknya, maka tidak wajar keenggana mereka beriman melahirkan kesedihan.
            Kemudian penggalan kalimat: disebabkan sebagian dosa-dosa mereka, mengandung makna bahwa sebagian dosa mereka yang lain, Allah abaikan karena memang rahmatnya sedemikian luas dan pengampunannya sedemikian besar, sehingga sebagian dosa manusia diampuni sesuai dengan firmannya.[9]
            Selanjutnya potongan ayat sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Artinya tidak sedalam-dalamnya mengikuti tuntunan agama kebanyakan manusia menyalahi tuntunan Allah yang menentang yang hak.[10]
            Muhammad bin ishak meriwayatkan dari ibnu Abbas berkata: terjadi percakapan anatara Ka’ab bin Asad dan Abdullah bin Syiria dan Syas bin Qais mereka berkata:    marilah pergi  menemui Muhammad kalau dapat mempengaruhi atau menyelewenkan dia dari agamanya maka mereka dating kembali dan berkataya Muhammad anda telah mengetahui bahwa kami pendeta, guru dari kaum yahudi dan terkemuka di antara mereka dan bila kami ikut kepadamu pasti orang yahudi mengikuti kami dan tidak ada yangt menentang kami dan kini terjadi sengketa antara kami dengan suku yang lain kami akan mengajak mereka bertahkim kepadamu jika kamu berjanji memenangkan kami, kami akan percaya kepadamu namun Nabi menolak.
            Memenangkan yang salah dan mengalahkan yang benar adalah hokum jahiliyyah yang sekarang lebih favorit disebut hokum rimba. Siapa yang kuat,  kaya dan punya kekuasaan maka itulah yang menang. Pengaruh karena  ketinggian kedudukan , karena dia pemuka agama, karena mungkin bangsawan,  karena dia disegani menjadikan  semuanya menjadi fakta utama di dalam mempertimbangkan hokum.
            Di sinilah terasa beratnya memikul tugas menjadi ulama dalam islam. Disamping memperdalam ilmu tentang hokum, memperluas ijtihad, hendaklah pula ulama kita meniruulama pelopor zaman dahulu.
            Melihat inti dari ayat ini adalah bagaiman menegakkan hokum setegas-tegasnya, mampu menentukan kebenaran dan kesalahan. Dalam hal ini mampu berlaku adil terhadap semua golongan tanpa memandang bulu warna dan martabat. Suatu perkara yang melanda Negara kita sekarang adalah banyaknya terjadi KKN yang mana banyak membuat Negara ini melarat dan tertinggal jauh dari Negara-negara maju lainnya. Tugas kita sebagai penerus bangsa harus mampu memerangi masalah KKN itu.
C.     Munasabah ayat.
            Berbicara soal munasabah ayat, tentu saja kita akan membahas dan berusaha mekorelasikan ayat ini sesuai dengan makna,  kandungan dan asbabun nuzul ayat tersebut.
            Berdasarkan asbabun nuzul, ayat 59 surat An-nisa turun mengenai Abdullah bin Hudzafah bin Qais sewaktu di utus oleh nabi memimpin suatu pasukan tempur. Ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibni Abbas.[11]
            Ad-dawudi berkata:  riwayat ini mereka menyalah gunakan nama Ibni Abbas, karena sesungguhnya  Abdullah bin Hudzafah ketika berangkat dan  keluar bersama pasukannya, ia marah-marah, lalu ia menyalakan api dan berkata: terjunlah kalian, maka sebagian mereka banyak yang menolak  dan sebagian lagi banyak yang terjun ke dalamnya. Ad-dawudi berkata lagi: sekiranya ayat ini diturunkan sebelumnya, mengapa dikhususkan pada Abdullah bin Hudzafah untuk mentaatinya bukan yang lain. Ini berarti bahwa ayat ini turun karna adanya sebagian pasukan yang menolak untuk turun berperang.
            Kemudian sebabb turun ayat 49 surat Al-maidah, diriwayatkan oleh ibnu ishak yang bersumber dari ibni Abbas bahwa Ka’ab bin Usaid Abdullah  bin suraya dan Saisy bin Qais berkata: pergilah kalian bersama kami menghadap Muhammad, mudah-mudahan kami dapat memalingkannya dari agamanya. Sesampainya di tempat Nabi mereka berkata;  ya Muahammad sesungguhnya kamu tau bahwa kami adalah pendeta-pendeta Yahudi, orang-orang terhormat, ketika kami mengikuti jejakmu maka orang yahudi akan mengikuti jejakmu ketika kamu memenangkan kami atas mereka dalam perkara ini, lalu Nabi menolaknya.
            Ketika kita mekorelasikan ayat ini maka pada ayat pertama turun karna penolakan atas orang yang tidak mau turun peran  dan ayat kedua adalah perintah untuk berlaku adil terhadap semua perkara. Nah letak kesesuaian ayat tersebut adalah bagaiman seorang rakyat menaati atas perintah Allah, Rasul dan para pemimpin mereka. Kemudian sebaliknya para pemimpin tersebut bagaimana berlaku adil terhadap rakyat-rakyatnya tanpa memandang bulu dan warna. Ketika para rakyat yang disimbolkan dalam asbabun nuzul adalah pasukan mampu untuk menaati aturan-aturan yang telahh ditetapkan oleh pemerintah begitupun pemerintah mampu untuk berlaku adil terhadap raklyatnya, maka apa yang disebutkan opleh akhir ayat ke 59 surat An-nisa yaitu keutamaan dan akibat yang baik dapat terealisasikan. Keutamaan menurut hemat kami dalam hal ini adalah adanya keseimbangan antara pemerintah dan rakyat biasa.  Kemudian akibat adalah kesejahteraan, damai dan makmur.
            Inilah korelasi di antara dua ayat tersebut. Bagaimana sesorang pemimpin mampu berklaku adil terhadap rakyatnya, begitupun rakyat mampu mematuhi rambu-rambu pemerintahan.
            Kedamaian, kesejahteraan dan ketentraman tergantung terhadap siapa yang menjalani. Artinya kita ini semua menginginkan hal tersebut, maka dari itu hendaklah kita mampu merubah diri kita masing-masing minimal dengan merubah paradigma kita, cara berpikir kita, sehingga kita dapat bersaing dengan Negara- Negara yang lebih maju daripada Negara kita. Kita mampu berubah ketiak kita memulai dari sekarang.
          قال الزحيلي في تفسير المنير , ولما أمر الله الولاة والحكام بأداء الأمنات والحكم بين الناس بالعدل , أمر الرعية بطاعة عزوجل أولا بامتثال أوامره واجتناب نواهيه , ثم بطاعة الرسوله ثانيا فيما أمربه ونهى عنه , ثم بطاعة الأمراء ثالثا , لكن تجب طاعة الأمراء أوالسلطان فيما فيه طاعة , ولا تجب فيما كان الله فيه معصية . وكذلك تجب طاعة أهل القرآن والعلم أي الفقهاء والعلماء في الدين .[12]
قال القاسيمي في تفسير القاسيمي , اعلم أنه تعالى , لما أمر الله الرعاة والوالاة  بأداء الأمنات إلى أهلها والحكم بالعدل , أمر الرعية من الجيوس وغيرهم بطاعة أولي الأمر الفاعلين لذلك في قسمهم وحكمهم ومغازيهم وغير ذلك . إلّا أن يأمر بمعصية الله فلا طاعة لمخلوق في معصية الخالق.[13]
          قال المراغي في تفسيره , أي أطيعوا الله واعملوا بكتابه , وأطيعوا الرسول لأنه يبين للناس ما نزل إليهم , فقد جرت سنة الله بأن يبلغ عنه شرعه رسل منهم تكفل بعصمتهم وأوجب علينا طاعتهم.[14]  
`¨B ÆìÏÜムtAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# ( `tBur 4¯<uqs? !$yJsù y7»oYù=yör& öNÎgøŠn=tæ $ZàŠÏÿym ÇÑÉÈ
Artinya: Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (An-Nisa: 80)
ôs)s9ur tA$s% öNçlm; ãbr㍻yd `ÏB ã@ö6s% ÉQöqs)»tƒ $yJ¯RÎ) OçF^ÏFèù ¾ÏmÎ/ ( ¨bÎ)ur ãNä3­/u ß`»oH÷q§9$# ÏRqãèÎ7¨?$$sù (#þqãèÏÛr&ur ̍øBr& ÇÒÉÈ
Artinya:    “Dan Sesungguhnya Harun Telah Berkata kepada mereka sebelumnya: "Hai kaumku, Sesungguhnya kamu Hanya diberi cobaan dengan anak lembu. itu dan Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) yang Maha pemurah, Maka ikutilah Aku dan taatilah perintahku". (QS. Thaha: 90)
(#qà)¨?$$sù ©!$# $tB ÷Läê÷èsÜtFó$# (#qãèyJó$#ur (#qãèÏÛr&ur (#qà)ÏÿRr&ur #ZŽöyz öNà6Å¡àÿRX{ 3 `tBur s-qム£xä© ¾ÏmÅ¡øÿtR y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßsÎ=øÿçRùQ$# ÇÊÏÈ
Artinya:  “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. At-Taghabun: 16)
            Dari ayat di atas jelaslah bahwa mekanisme disiplin dalam islam yaitu pertama, mematuhi dan mentaati perintah Allah SWT serta meninggalkan larangan-Nya, kedua, mematuhi apa-apa yang diperintahkan oleh Rasullah SAW, ketiga, wajib mentaati segala aturan yang dibuat oleh pemimpin (al-umaro’).
            Disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh dalam memegang prinsip, tekun dalam usaha maupun belajar, pantang mundur dalam kebenaran, dan rela berkorban untuk kepentingan agama dan jauh dari sifat putus asa. Perlu kita sadari bahwa betapa pentingnya disiplin dan betapa besar pengaruh kedisiplinan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa maupun kehidupan bernegara.
D.  Disiplin Dalam Penggunaan Waktu
            Disiplin dalam penggunaan waktu perlu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang sudah berlalu tak mungkin dapat kembali lagi. Demikian pentingnya waktu sehingga berbagai bangsa menyatakan penghargan terhadap waktu. Orang Inggris mengatakan Time is money (waktu adalah uang), peribahasa Arab mengatakan” الوقت كالسيف
(waktu adalah pedang) atau waktu adalah peluang emas, dan kita orang Indonesia mengatakan:‘’sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna’’.
            Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil mencapai sukses dalam hidupnya adalah orang-orang yang hidup teratur dan berdisiplin dalam memanfaatkan waktunya. Disiplin tidak akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui latihan yang ketat dalam kehidupan pribadinya. Allah SWT berfirman:
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,   Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashr: 1-3)
            Ada empat cara agar kita tidak menjadi orang-orang yang melalaikan waktu, antara lain: (1)beriman, (2) beramal saleh, (3) saling berwasiat dalam kebenaran, (4) saling berwasiat dalam kesabaran.
            Inilah yang dijelaskan dalam ayat terakhir surat Al-Ashr. ‘’Illal ladziina amanu wa’amilushshaalihaati watawaahau bish shabr, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan menasihat-menasihati supaya menaati kebenaran serta menasihat-menasihati supaya tetap dalam kesabaran.’’
1. Beriman
            Iman, secara bahasa bermakna “membenarkan”. Maksudnya membenarkan segala hal yang disampaikan oleh Nabi Muhammadsaw., yang pokok-pokoknya tersistematisasikan dalam rukun iman. Iman sifatnya abstrak, dimensinya batiniah alias tidak terlihat. Karenanya, yang paling tahu apakah iman seseorang itu kuat atau lemah hanyalah Allah swt. Zat yang Maha Mengetahui masalah ghaib. Walaupun iman itu abstrak, namun Allah swt. Menyebutkan sejumlah ciri orang-orang yang imannya benar. Firman-Nya:
$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ
Artinya: ‘’Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan pada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya serta ampunan dan nikmat yang mulia.’’ (QS. Al Anfal 8:2-4).
            Iman itu bersifat fluktuatif, artinya kadang-kadang meningkat dan kadang-kadang menurun. Dalam suatu riwayat, disebutkan bahwa Al immanu yaziidu wa yanqushu (iman itu dapat bertambah dan bisa juga berkurang). Oleh sebab itu kita wajib merawat iman agar tetap prima supaya tidak terjerumus menjadi orang-orang yang merugi.
2. Beramal Saleh
            Kedua yang bisa menyelamatkan manusia dari kerugian adalah beramal saleh. Kata amiluu berasal dari kata amalun artinya pekerjaan yang dilakukan denganpenuh kesadaran. Kata shalihaat berasal dari kata shaluha artinyabermanfaat atau sesuai. Jadi, amal saleh adalah aktivitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa pekerjaan itu memberi manfaat untuk dirinya ataupun untuk orang lain. Selain itu, pekerjaan tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan.
            Syekh Muhammad Abduh mendefinisikan amal saleh sebagai perbuatan yang berguna bagi diri pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara keseluruhan. Jadi, karya atau kreativitas apapun yang kita lakukan dengan penuh kesadaran demi kemaslahatan diri sendiri, keluarga ataupun masyarakat, dapat disebut amal saleh. Harus diingat, amal saleh itu harus dibarengi dengan iman, karena amal saleh tanpa dilandasi iman kepada Allah swt. akan menjadi sia-sia,
!$uZøBÏs%ur 4n<Î) $tB (#qè=ÏJtã ô`ÏB 9@yJtã çm»oYù=yèyfsù [ä!$t6yd #·qèWY¨B ÇËÌÈ
Artinya: ‘’Dan Kami hadapi segala amal baik yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan”. (Q.S. Al Furqan 25:23)
3. Saling Berwasiat dalam Kebenaran
            Watawaashau bil haq, Orang yang saling berwasiat dalam kebenaran. Berarti saling menasihati untuk berpegang teguh pada kebenaran. Kata Al haq di sini berarti kebenaran yang pasti, yaitu Ajaran Islam. Maka syarat agar manusia terhindar dari kerugian adalah mengetahui hakikat kebenaran Islam, mengamalkannya, dan menyampaikannya kepada orang lain. Siapa saja yang tidak mau mengajak manusia lain untuk berpegang pada kebenaran Islam setelah ia mengetahuinya, ia termasuk dalam golongan yang merugi.
            Mengajak orang lain berada di jalan kebenaran bukan sekadar tugas para kiai, ulama, ustadz ataupun lembaga dakwah, namun merupakan kewajiban setiap individu. Rasulullah bersabda:
‘’Siapa yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan kekuasaan. Apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan lisan, dan kalau tidak mampu juga, maka ubahlah dengan hati, dan itulah iman yang paling lemah.’’
            Kewajiban ini ditujukan kepada setiap individu muslim, kapan dan di mana pun melihat kemunkaran, kita wajib mengubahnya sesuai kadar kemampuan kita. Saling menasihati untuk berpegang teguh pada kebenaran harus dilakukan dengan ilmu, penuh kearifan, dan menggunakan kata-kata yang santun, sebagaimana Firman-Nya:
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S An-Nahl 16:125)
4. Saling Berwasiat dalam Kesabaran
            Wa tawaashau bishshabr, saling menasihati supaya tetap dalam kesabaran. Kesabaran adalah suatu kekuatan jiwa yang membuat orang menjadi tabah menghadapi berbagai ujian. Sabar begitu penting untuk kita miliki. Allah swt. menyebut sabar sebanyak 103 kali dalam Al-Qur’an dengan berbagai konteks. Jiwa sabar harus kita miliki karena ujian akan selalu mewarnai kehidupan kita,
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ
Artinya: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.  (Q.S. Al-Baqarah 2:155).
E.  Disiplin dalam beribadah.
            Menurut bahasa, ibadah berarti tunduk atau merendahkan diri. Pengertian yang lebih luas dalam ajaran Islam, ibadah berarti tunduk dan merendahkan diri hanya kepada Allah yang disertai dengan perasaan cinta kepada-Nya. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa disiplin dalam dalam beribah itu mengandung dua hal: (1) berpegang teguh apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah atau larangan, maupun ajaran yang bersifat menghalalkan, menganjurkan, sunnah, makruh dan subhat; (2) sikap berpegang teguh yang berdasarkan cinta kepada Allah, bukan karena rasa takut atau terpaksa. Maksud cinta kepada Allah adalah senantiasa taat kepada-Nya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 31:
ö@è% bÎ) óOçFZä. tbq7Åsè? ©!$# ÏRqãèÎ7¨?$$sù ãNä3ö7Î6ósムª!$# öÏÿøótƒur ö/ä3s9 ö/ä3t/qçRèŒ 3 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÊÈ
Artinya: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran 31).
            Sebagaimana telah kita ketahui, ibadah itu dapat digolongkan menjadi dua yaitu: (1) Ibadah Mahdah (murni) yaitu bentuk ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah; (2) Ibadah Ghaira Mahdah (selain mahdah), yang tidak langsung dipersembahkan kepada Allah melainkan melalui hubungan kemanusiaan.
            Dalam ibadah mahdah (disebut juga ibadah khusus) aturan-aturannya tidak boleh semaunya akan tetapi harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Orang yang mengada-ada aturan baru misalnya, shalat subuh 3 raka’at atau puasa 40 hari terus-menerus tanpa berbuka, adalah orang yang tidak disiplin dalam ibadah, karena tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, ia termasuk orang yang berbuat bid’ah dan tergolong sebagai orang yang sesat.
            Dalam ibadah Ghaira mahdah (disebut juga ibadah umum) orang dapat menentukan aturannya yang terbaik, kecuali yang jelas dilarang oleh Allah. Tentu saja suatu perbuatan dicatat sebagai ibadah kalau niatnya ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena riya ingin mendapatkan pujian orang lain.
F.   Disiplin dalam Bermasyarakat.
            Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya setiap manusia memiliki latar belakang yang berbeda. Karenanya setiap manusia memiliki watak dan tingkah laku yang berbeda. Namun demikian, dengan bermasyarakat (animal education/hayawunnatiq), mereka telah memiliki norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan serta peraturan yang disepakati bersama yang harus dihormati dan dihargai serta ditaati oleh setiap anggota masyarakat tersebut.
            Agama Islam mengibaratkan anggota masyarakat itu bagaikan satu bangunan yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang satu sama lain mempunyai fungsi yang berbeda-beda, manakala salah satu komponen rusak atau binasa. Hadist Nabi SAW menegaskan:
“Seorang Mukmin dengan Mukminlainnya bagaikan bangunan yang sebagian dari mereka memperkuat bagian lainnya. Kemudian beliau menelusupkan jari-jari tangan sebelah lainnya’’. (H.R. Bukhori Muslkim dan Turmudzi)
G. Disiplin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Negara adalah alat untuk memperjuangkan keinginan bersama berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh para anggota atau warganegaratersebut. Tanpa adanya masyarakat yang menjadi warganya, negara tidak akan terwujud. Oleh karena itu masyarakat merupakan prasyarat untuk berdirinya suatu Negara. Tujuan dibentuknya suatu negara adalahseluruh keinginan dan cita-cita yang diidamkan oleh warga masyarakat dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan. Rasulullah bersabda yang artinya:
‘’Seorang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam hal yang disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia diperintah mengerjakan maksiat, maka tidak wajib untuk mendengar dan taat’’. (H.R. Bukhori Muslim)
H.  Disiplin di Sekolah/Madrasah
            Membicarakan tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawarirkan, seperti: kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam narkoba, gang motor dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, seperti : kasus bolos, perkelahian, nyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk  penyimpangan perilaku lainnya.Tentu saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangganya, dan di sinilah arti penting disiplin sekolah.
            Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilakusiswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik danmengajarnya. Sikap, teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dandidengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalamhati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orangtuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada dasarnyamerupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah. Brown dan Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang tidak disiplin, sebagai berikut :
1.      Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru
2.      Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin.
3.      Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal darikeluarga yang broken home.
4.      Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar  pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya.
            Pendekatan peraturan demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu siswa memahami mengapa diharapkanmematuhi dan menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan aspek edukatif  bukan aspek hukuman. Sanksi atau hukuman dapat diberikan kepada yang menolak atau melanggar tata tertib. Akan tetapi, hukuman dimaksud sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan mendidik.
            Dalam disiplin sekolah yang demokratis, kemandirian dan tanggung jawab dapat berkembang. Siswa patuh dan taat karenadidasari kesaadaran dirinya. Mengikuti peraturan yang ada bukan karena terpaksa,melainkan atas kesadaran bahwa hal itu baik dan ada manfaat.
     Sanksi adalah hukuman yang diberikan kepada siswa atau warga sekolahlainnya yang melanggar tata tertib atau kedisiplinan yang telah diatur oleh sekolah,yang secara eksplisit berbentuk larangan-larangan. Hal ini menurut Depdiknas, Sanksi yang diterapkan agar bersifat mendidik, tidak bersifat hukumanfisik, dan tidak menimbulkan trauma psikologis.´ Sanksi dapat diberikan secara bertahap dari yang paling ringan sampai yang seberat-beratnya. Sanksi tersebut dapat berupa:[15]
1.      Teguran lisan atau tertulis bagi yang melakukan pelanggaran ringan terhadapketentuan sekolah yang ringan.
2.      Hukuman pemberian tugas yang sifatnya mendidik, misalnya membuatrangkuman buku tertentu, menterjemahkan tulisan berbahasa Inggris dan lain-lain.
3.      Melaporkan secara tertulis kepada orang tua siswa tentang pelanggaran yangdilakukan putera-puterinya.
4.      Memanggil yang bersangkutan bersama orang tuanya agar yang bersangkutantidak mengulangi lagi pelanggaran yang diperbuatnya.
5.      Melakukan skorsing kepada siswa apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran peraturan sekolah berkali-kali dan cukup berat.
6.      Mengeluarkan yang bersangkutan dari sekolah, misalnya yang bersangkutantersangkut perkara pidana dan perdata yang dibuktikan oleh pengadilan.
2.3  Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa
Reisman dan Payne (E. Mulyasa, 2003) mengemukakan strategi umum merancang disiplin siswa, yaitu :
1.      Konsep diri; untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga siswa dapat berperilaku disiplin, guru disarankan untuk bersikap empatik, menerima,hangat dan terbuka;
2.      Keterampilan berkomunikasi; guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima perasaan dan mendorong kepatuhan siswa;
3.      Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; guru disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa dalam mengatasinya; dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah;
4.      Klarifikasi nilai; guru membantu siswa dalam menjawab pertanyaannyasendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri;
5.      Analisis transaksional; guru disarankan guru belajar sebagai orang dewasa terutama ketika berhadapan dengan siswa yang menghadapi masalah;
6.      Terapi realitas; sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan danmeningkatkan keterlibatan. Guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab; dan
7.      Disiplin yang terintegrasi; metode ini menekankan pengendalian penuh olehguru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan;
8.      Modifikasi perilaku; perilaku salah disebabkan oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif;
9.      Tantangan bagi disiplin; guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas.
            Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.




[1] Djamarah, Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional,1994.

[2] Muhammad fuad Abdul Baqi, Al mu’jam Al mufahras li Al fadz Al Qur’an Al karim ( Mesir; Darul Kutub , 1945),  h. 430.
[3] Ibid., h. 212.
[4] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Jilid II ( cet. IX; Jakarta: lentera Hati, 2007), h. 483.
[5] Ibid., h. 484.
[6] Prof dr Hamka, Tafsir Al Azhar,  Juz 4, 5, 6 ( Jakarta: Panjmas, 1983), h. 128.
[7] Ibid., h. 129.

[8] Ibid., h. 132.
[9] Ibid., h.  119.
[10] H . Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier, Jilid II( Kuala Lumpur: Victory Agencie, 2003), h. 113.

[11] Al Imam Jalaluddin As Suyuti, lubabun Nuqul fii Asbab An nuzul, ( Surabaya: Mutiara Ilmu, 1986), h. 163.

[12] Zuhaili, Tafsir al-Muniir, (Suriyah: Daar Al-Fikri, 2005), hal. 134-135
[13] Qosim, Tafsir al-Qosimi, (Libanon: Daar al-Katab, 1992), hal. 184
[14] Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Libanon: Daar al-Katab, 2006), hal. 243
[15] Depdiknas, 2001 ayat 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar