Kamis, 29 September 2016

Akhlak dalam Manajemen Pendidikan Islam

الأخلاق في الإسلام
مع المقرنة بالديانات السماوية و الاخلاق الوضعية
AKHLAK DALAM ISLAM

Diajukan  Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Naskah Manajemen Pendidikan Islam

Dosen Pengampu
Prof. Dr. H. Ahmad Syukri, MA
Dr. A. A. Miftah, M. Ag










O l e h:
SUMANTO
NIM. DMP. 15.135



PASCASARJANA
MAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2016

STUDI NASKAH MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
 في الإسلام الأخلاق
Nama Buku               : Al-Akhlaaq fi al-Islam
Pengarang                : Dr. Ya’qub al-Mulaiji
Tempat Terbit            : Iskandariah
Penerbit                     : Mu’assasat al-Tsaqafah al-Jami’iyah
Tahun                                    : 1405 H/1985 M
Cetakan                     :
Daftar Isi Buku
Pasal Pertama
1.    Pengertian Akhlak al-Islam
2.    Hubungan akhlak dengan syari’at Islam
3.    Hubungan akhlak dengan ilmu-ilmu lain
4.    Akhlak dan Sosiologi
5.    Akhlak dan hukum
6.    Sumber ilmu akhlak
Pasal Kedua
Pentingnya akhlak
Pasal Ketiga
1.    Pembagian akhlak
2.    Akhlak dan moral
3.    Akhlak pribadi (individu)
4.    Akhlak dalam masyarakat
5.    Akhlak dalam keluarga
6.    Akhlak berpolitik
7.    Akhlak Ulama
8.    Akhlak Perempuan
9.    Akhlak orang Munafik
10. Sifat orang Munafik
Pasal Keempat
Akhlak dalam Islam
Pasal Kelima
Pembagian akhlak dalam Islam
1.    Sabar
2.    Sidiq
3.    Amar ma’ruf nahi munkar



الأخلاق في الإسلام
Akhlak dalam Islam
A.  Pengertian Akhlak dalam Islam تعريف الأخلاق في الإسلام
            Kata akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq/خلق yang jamaknya akhlaak/اخلاق. Menurut bahasa, akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti “kejadian”, serta erat hubungannya denga  kata khaliq yang berarti “Pencipta” dan makhluq yang berati “yang diciptakan”.[1]
            Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Jika kita mengatakan bahwa si A misalnya sebagai orang yang berakhlak dermawan, maka sikap dermawan tersebut telah mendarah daging, kapan dan di manapun sikapnya  itu dibawanya, sehingga menjadi identitas yang membedakan dirinya dengan orang lain. Jika si A tersebut kadang-kadang dermawan dan kadang-kadang bakhil, maka si A tersebut belum dapat dikatakan sebagai seorang yang dermawan. Demikian juga jika kepada si B kita mengatakan bahwa ia termasuk orang yang taat beribadah, maka sikap taat beribadah tersebut telah dilakukannya di manapun ia berada.[2]
Dikutip dari Rosihon Anwar bahwa pengertian akhlak menurut ulama akhlak antara lain:[3]
a.         Ibnu Maskawaih(941-1030 M) 
حال للنفس داعية لها الى افعالها من غير فكر ولاروية.وهذه الحال تنقسم الى قسمين : منها ما يكون طبيعيا من اصل المزاج.... ومنها مايكون مستفادا باالعادة والتدريب, وربما كان مبدؤه الفكر ,  ثم يستمر عليه اْولا فاْولا حتى يصير ملكة وخلقا .                                                                   
 “Keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya … adapula yang diperoleh dari kebiasaan berulang-ulang. Boleh jadi,pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan,kemudian dilakukan terus menerus,maka jadilah suatu bakat dan akhlak.”
b.     Imam Al-Ghazali (1055-1111 M)
هيئة راسخة في النفس تصدر عنها الاْفعال بيسر وسهولة من غير حاجة الى فكر وروية
Akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.”
c.      Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M)
حال للنفس به يفعل الانسان افعاله بلاروية ولااختيار, والخلق قد يكون فى بعض الناس غريزة وطبعا, وفى بعض الناس لايكون الاباالرياضة والاجتهاد.                              
 “Keadaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.”
d.     Syekh Makarim Asy-Syirazi
الاْخلاق مجموعات الكمالات المعنوية والسجايا الباطنية للانسان                                                       
 “Akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini manusia.”
e.      Al-Faidh Al-Kasyani(w. 1091 H)
 الخلق هو عبارة عن هيئة قائمة فى النفس تصدر منها الاْفعال بسهولة من دون الحاجة الى تدبر و تفكر     
“Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yag mandiri dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran.”
       Dari semua pengertian diatas memberikan gambaran bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau tanpa dorongan dari luar. Jika baik menurut agama dan pandangan akal tindakan spontan ini disebut akhlak baik (akhlakul karimah/akhlakul mahmudah) sebaliknya jika akhlak tersebut buruk tindakan spontan ini disebut akhlak tercela (akhlakul madzmudah).
B. Pemikiran Ya’qub al-Mulaiji tentang al-Akhlak fii al-Islam
الفكر يعقوب المليجى عن الأخلاق في الإسلام
1.  Akhlak dan Kaitannya dengan Syari’at Islam الأخلاق وعلاقتها بالشريعة الإسلامية الشريعة هي أحكام التي شرعها الله لعباده على لسان رسول من الرسل عليهم الصلاة والسلام , وتنقسم الشريعة الإسلامية إلى ثلاثة أقسام :[4]
Syaria’at yaitu hukum-hukum yang disyari’atkan oleh Allah SWT kepada hamba-hambanya melalui para Rasul dan Nabi, syari’at terbagi tiga:
1)    Syaria’at yang berhubungan dengan akidah dasar seperti ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan zat Allah SWT, sifat-sifat-Nya, beriman kepada-Nya dan beriman kepada para Rasul-Nya dan hari Akhir, ini dinamakan “ilmu kalam”.
2)    Syaria’at yang berkaitan dengan hormat, sopan santun, perbaikan dan ketentuan yang menunjukkan keutamaan yang berbeda yang harus dimiliki manusia seperti jujur, amanah, menepati janji, dan menjahui sifat dusta, khiyanat, mengingkari janji dll, ini dinamakan “ilmu akhlak”.
3)    Syaria’at yang berhubungan dengan amal manusia seperti solat, zakat, haji, puasa,
Hiba, ijarah/penyewaan, pernikahan, talak, nafkah, mawaris, dll. Ini dinamakan ilmu “fiqih”.[5]
2. Akhlak dan Kaitannya dengan Ilmu-ilmu lainالأخلاق وعلاقتها بالعلوم الأخرى       
1) Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
Pada ahli ilmu tasawuf pada umumnya membagi tasawuf menjadi tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, kedua tasawuf akhlaki dan ketiga tasawuf amali. Ketiga tasawuf ini tujuannya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Ketiga macam tasawuf ini memiliki perbedaan dalam hal pendekatan yang digunakan.[6]
Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf yaitu ketika mempelajari Tasawuf ternyata pula bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan Hadits menekankan kejujuran, persaudaraan, keadilan, tolong menolong, murah hati, pemaaaf, sabar, baik sangka, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, dan berfikiran lurus, nila-nilai ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim dan  dimasukkan kedalam dirinya sejak kecil.
Sebagaimana  diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena tasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, dzikir, dan lain sebagainya. Yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan Akhlak.
2)  Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid  الأخلاق وعلم التوحيد                   
Ilmu tauhid adalah ilmu ushuluddin, ilmu pokok-pokok agama, yakni menyangkut aqidah dan keimanan, ilmu tauhid dapat disebut juga dengan Ilmu kalam, yang merupakan disiplin ilmu ke Islaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.[7] Sedangkan ahlak yang baik menurut pandangan Islam haruslah berpijak pada keimanan. Iman tidak sekedar cukup disimpan dalam hati. Melainkan harus dilahirkan dalam perbuatan yang nyata dan dalam bentuk amal shaleh, barulah dikatakan iman itu sempurna, karena telah dapat direalisir.[8]
3)  Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu jiwa (psikologi) الأخلاق وعلم النفس         
Berbicara dalam hal relevansi dan hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi sebenarnya merupakan bahasan yang sangat strategis. Karena antara akhlak dengan ilmu psikologi memiliki hubungan yang sangat kuat dimana, objek sasaran penyidikan psikologi adalah terletak pada domain perasaan, khayal, paham, kamauan, ingatan, cinta dan kenikmatan.[9] Sedangkan akhlak sangat menghajatkan apa yang dibicarakan oleh ilmu jiwa, bahkan ilmu jiwa adalah pendahuluan tertentu bagi akhlak.
Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia, karenanya dia meneliti suara hati (dhamir), kamauan (iradah), daya ingatan, hafalan dan pengertian, sangkaan yang ringan (waham) dan kecenderungan-kecenderungan (wathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk berbuat dan berkata. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan kajian ilmu ahlak.[10]
Akhlak akan mempersoalkan apakah jiwa mereka tersebut termasuk jiwa yang baik atau buruk. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa ahlak mempunyai hubungan dengan ilmu jiwa. Dimana ilmu ahlak melihat dari segi apa yang sepatutnya dikerjakan manusia, sedangkan ilmu jiwa meneropong dari segi apakah yang menyebabkan terjadi perbuatan itu.
Pada masa akhir-akhir ini, terdapat dalam ilmu jiwa suatu cabang yang disebut “ilmu jiwa masyarakat” (social psychology). Ilmu ini menyelidiki akal manusia dari jurusan masyarakat. Yakni menyelidiki soal bahasa dan bagaimana bekasnya terhadap akal, adat kebiasaan suatu bangsa yang mudur dan bagaimana bekasnya terhadap akal, adat kebiasaan suatu bangsa yang mundur dan bagaimana susunan masyarakat. Dan bagi cabang ini memberi bekas yang langsung pada akhlak, melebihi dari ilmu jiwa perseorangan.
4) Hubungan ilmu ahlak dengan ilmu sosiologi (kemasyarakatan) الأخلاق وعلم إجتماعية
Secara etimologis sosiologi berasal dari kata socius yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang berkawan atau di dalam arti luas adalah “ilmu pengetahuan yang berobjek pada masalah hidup bermasyarakat”. Mempelajari masyarakat manusia yang pertama, dan bagaimana meningkat keatas, juga menyelidiki tentang bahasa, agama, dan keluarga, dan bagaimana membentuk undang-undang dan pemerintahan dan sebagainya. Mempelajari semua ini menolong untuk memberi pengertian akan perbuatan manusia dan cara menentukan hukum baik dan buruk.
Hidup memasyarakat dapat dipahami dalam pengertian yang luas, bisa dipahami dalam dimensi sempit. Masyarakat dalam arti luas ialah kebulatan dari semua perhubungan didalam hidup masyarakat. Sedangkan dalam arti sempit ialah suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak semua aspeknya tetapi dalam berbagai aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak mempunyai arti tertentu, misalnya masyarakat mahasiswa, masyarakat pedagang, masyarakat tani, dan lain-lain.[11]
Mempersoalkan hubungan antara ahlak dengan ilmu sosiologi agaknya sangat signifikan karena ilmu ahlak membahas tentang berbagai perilaku manusia yang ditimbulkan oleh kehendak, yang tidak dapat terlepas dari kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian ilmu sosiologi. Demikianlah karena manusia tidak dapat hidup kecuali bermasyarakat dan ia tetap menjadi anggota masyarakat. Bukan menjadi kekuasaan kita untuk mengetahui keutamaan seseorang dengan tidak mengetahui masyarakatnya, masyarakat mana yang dapat membantu keutamaan atau merintanginya.
5) Hubungan ilmu ahlak dengan ilmu pendidikan الأخلاق وعلم التربية                            Antara ahlak dengan ilmu pendidikan mempunyai hubungan yang sangat mendasar dalam hal teoritik dan pada tatanan praktisnya. sebab, dunia pendidikan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku, ahlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan, agar siswa memahaminya dan dapat melakukan suatu perubahan pada dirinya.  Apabila siswa diberi pelajaran “Ahlak”, pendidikan mengajarkan bagaimana seharusnya manusia itu bertingkah laku, bersikap terhadap sesamanya dan penciptanya (Tuhan).
Dengan demikian, posisi ilmu pendidikan strategis sekali jika dijadikan pusat perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju perilaku yang baik. oleh karena itu, dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan untuk bisa dijadikan agen perubahan sikap dan perilaku manusia. Dari tenaga pendidik (pengajar) misalnya, perlu memiliki kemampuan profesionalitas dalam bidangnya. Unsur lain yang perlu diperhatikan adalah materi pengajaran. Apabila materi pengajaran yang disampaikan oleh pendidik menyimpang dan mengarah keperubahan perilaku yang menyimpang, inilah suatu keburukan dalam pendidikan dan begitu pula sebaliknya.[12]
Lingkungan sekolah dalam dunia pendidikan merupakan tempat bertemunya semua watak. Perilaku dari masing-masing anak yang berlainan. Kondisi anak yang sedemikian rupa dalam interaksi antara anak satu dengan yang lainnya akan saling mempengaruhi juga pada kepribadian anak. Dengan demikian lingkungan pendidikan mempengaruhi jiwa anak didik. Dan akan diarahkan kemana anak didik dan perkembangan kepribadian.
6)  Hubungan ilmu ahlak dengan ilmu filsafatالأخلاق وعلم الفلسفة                       
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menyelidiki segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Filsafat memiliki bidang-bidng kajiannya mencakup berbagai diiplin ilmu antara lain :
a.    Metafisika      : penyelidikan dibalik alam yang nyata
b.    Kosmologi     : penyelidikan tentang alam (filsafat alam)
c.    Logika                        : pembahasan tentang cara berfikir cepat  dan tepat
d.    Etika               : pembahsan tentang tingah laku manusia
e.    Theodica       : pembahasan tentang ke-Tuhanan
f.     Antropologi   : pembahasan tentang manusia
Dengan demikian jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu tersebut kian meluas dan berkembang dan akhirnya membentuk disiplin ilmu itu sendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, kini telah merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri.
7)  Hubungan ilmu ahlak dengan ilmu hukumالأخلاق وعلم القانون والحكم              
Pokok pembicaraan mengenai hubungan akhlak dengan ilmu hukum adalah perbuatan manusia. Tujuannya mengatur perbuatan manusia untuk kebahagiaanya. Akhlak memerintahkan untuk berbuat apa yang berguna dan melarang berbuat segala apa yang mudlarat, sedang ilmu hukum tidak, karena banyak perbuatan yang baik dan berguna tudak diperintahkan oleh hukum, seperti berbuat baik kepada fakir miskin dan perlakuan baik antara suami istri. Demikian juga beberapa perbuatan yang mendatangkan kemadlaratan tidak dicegah oleh hukum, umpamanya dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak mencampuri urusan ini karena ilmu hukum tidak memerintahkan dan tidak melarang kecuali dalam hal menjatuhkan hukuman kepada orang yang menyalahi perintah dan larangannya.[13]
Terkadang untuk melaksanakan undang-undang itu hajat mempergunakan cara-cara yang lebih membahayakan kepada ummat, dari apa yang diperintahkan atau dicegah olh undang-undang. Demikian pula ada keburukan-keburukan yang samar-samar, seperti mengingkari nikmat dan berkhianat, dan ini undang-undang tidak sampai untuk menjatuhkan siksaan kepada pelakunya. Maka itu tidak dapat jatuh dibawah kekerasan undang-undang, dan keadaanya dalam hal itu bukan seperti pencurian dan pembunuhan. Perbedaan lainnya adalah bahwa ilmu hukum melihat segala perbuatan dari jurusan buah dan akibatnya yang lahir, sedang akhlak menyelami gerak jiwa manusia yang atin (walaupun tidak menimbulkan perbuatan yang lahir) dan juga menelidiki perbuatan yang lahir.[14]
C. Pembagian Akhlak dalam Islamالأخلاق في الإسلام    أقسام
 1. Akhlak kepada Allah Ta’ala الأخلاق  الى لله
a.    MenjadikanNya satu-satunya ma’bud (sembahan) yang haq dan murni.
x$­ƒÎ) ßç7÷ètR y$­ƒÎ)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ  
Artinya:Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. (QS. 1: 5)

!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãƒur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsŒur ß`ƒÏŠ ÏpyJÍhŠs)ø9$# ÇÎÈ  
Artinya:Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. 98:5)

b.    Taat kepadaNya secara mutlak. (QS. 4:65)
c.    Tidak menyekutukanNya dengan apa pun. (QS. 4: 116)
d.    MenjadikanNya sebagai tempat minta pertolongan. (QS. 1:5)
e.    Memberikan hak rububiyah, uluhiyah, asmaul husna dan sifatul ’ulya, hanya kepadaNya. (QS. 1;2), (QS. 114: 3)
f.     Tidak menyerupakanNya dengan apa pun (QS. 42: 11)
g.    Menetapkan apa-apa yang ditetapkanNya, mengingkari apa-apa yang diingkariNya, mengharamkan apa-apa yang diharamkanNya, dan menghalalkan apa-apa yang dihalalkanNya. (QS. 5: 48-49)
h.    MenjadikanNya sebagai satu-satunya pembuat syariat. (QS. 6: 57)
i.      Berserah diri kepadaNya (QS. 20:72) 2.
2.  Akhlak kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamالأخلاق إلى الرسول
a.  Mengakui dan mengimani bahwa Beliau adalah hamba Allah dan RasulNya. (QS. 18:110)
ö@è% !$yJ¯RÎ) O$tRr& ׎|³o0 ö/ä3è=÷WÏiB #Óyrqム¥n<Î) !$yJ¯Rr& öNä3ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏnºur ( `yJsù tb%x. (#qã_ötƒ uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ  
Artinya:Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS. 18:110)

b.  Meyakini bahwa Beliau adalah Rasul dan Nabi-Nya yang terakhir, dan risalahnya pun juga risalah terakhir. (QS. 30:40)
c.   Taat kepadanya secara mutlak. (QS. 4:65)
d.  Menjadikannya sebagai teladan yang baik dalam kehidupan, beragama, keluarga, sosial, dan lain-lain. (QS. 30:21)
e.  Meyakini bahwa syafa’at darinya hanya terjadi dengan idzin Allah ta’ala. (QS. 10:3), (QS. 20:109)
f.    Bershalawat padanya. (QS. 30:56)
g.  Menerima keputusannya secara lapang. (QS. 4: 59)
h.  Mencintai keluarganya (ahli baitnya). (HR. At tirmidzi, Juz.12, Hal. 260, No. 3722. Al Maktabah asy Syamilah)
i.    Mencintai para sahabatnya dan mengakui bahwa mereka adalah umat terbaik dan semuanya adil. (QS. 3: 110)
j.    Mencintai yang dicintainya dan membenci yang dibencinya.
3. Akhlak kepada Manusia الأخلاق إلى الناس
a.  Berbakti kepada kedua orang tua
Ï%©!$#ur tA$s% Ïm÷ƒt$Î!ºuqÏ9 7e$é& !$yJä3©9 ûÓÍ_ÏR#yÏès?r& ÷br& ylt÷zé& ôs%ur ÏMn=yz ãbrãà)ø9$# `ÏB Î=ö7s% $yJèdur Èb$sWŠÉótGó¡o ©!$# y7n=÷ƒur ô`ÏB#uä ¨bÎ) yôãur «!$# A,ym ãAqà)usù $tB !#x»yd HwÎ) 玍ÏÜ»yr& tûüÏ9¨rF{$# ÇÊÐÈ  
Artinya:Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, Padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". lalu Dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka".(QS.46:17)

b.  Menyambung silaturrahim (QS. 4:1) (QS. 2:27)
c.   Tolong menolong dalam kebaikan, bukan dalam kejahatan. (QS. 5:2)
d.  Tawadhu’ (QS.7:199)
e.  Tidak mencela. (HR. Bukhari)
f.    Lemah lembut dan berkasih sayang  kepada sesama muslim dan tegas terhadap orang kafir. (QS. 5:54) (QS. 48: 29)
g.  Sabar, menepati janji, dan jujur. (QS. 2:177)
h.  Pemaaf (QS. 2:109) - Adil (QS. 3: 18) - Dermawan (QS. 2: 245)
i.    Memuliakan tamu (QS. 11:69)
D.    Hubungan Akhlak dalam Manajemen Pendidikan Islam
Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk terbaik ciptaan-Nya, berarti ketaatan dan kepatuhan manusia kepada Allah merupakan alas an penciptaan manusia. Karena itu kekhalifahan manusia di bumi juga merupakan tujuan penciptaan manusia, dan sekaligus hanya manusia yang mampu menerima amanat dari Allah bahwa manusia bebas memilih dan berkehendak untuk mengikuti perintah-perintah Allah.
Tugas manusia sebagai pemimpin dan manajer di bumi ini ialah memakmurkan alam sebagai manifestasi dari rasa syukur manusia kepada Allah dan pengabdian kepada-Nya, Dalam Q.S Al-Anbiya’ : 73 Allah menegaskan :
öNßg»uZù=yèy_ur Zp£Jͬr& šcrßöku $tR̍øBr'Î/ !$uZøŠym÷rr&ur öNÎgøs9Î) Ÿ@÷èÏù ÏNºuŽöyø9$# uQ$s%Î)ur Ío4qn=¢Á9$# uä!$tFƒÎ)ur Ío4qŸ2¨9$# ( (#qçR%x.ur $oYs9 tûïÏÎ7»tã ÇÐÌÈ  
Artinya : “Kami Telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami dan Telah kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan Hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah”,
Jadi, bagi setiap umat ada pemimpin yang dipercayai (credible) sehingga mereka dapat mengajarkan kebenaran, kebaikan dan kemuliaan dengan keteladananya. Pemimpin harus menjadi penolong, menggerakkan, mengarahkan dan membimbing anggota organisasi untuk mematuhi kehendak Allah. Oleh karena itu, seorang pemimpin efektif diperlukan sifat-sifat yang baik, agar umat yang akan mengankatnya sebagai pemimpin bisa mempercayainya. Adapun sifat-sifat dan akhlak pemimpin pendidikan yang efektif dalam agama islam adalah sebagai berikut.
1.      Rendah hati dan sederhana
Seorang pemimpin pendidikan hendaknya jangan mempunyai sikap sombong atau lebih mengetahui daripada yang lain. Ioa hendaknya lebih banyak mendengarkan dan bertanya daripada berkata dan menyuruh. Sehingga para anggotanya tidak merasa diremehkan meskipun mereka hanya seorang bawahan.
2.      Bersifat suka menolong
Pemimpin hendaknya selalu siap sedia untuk membantu anggota-anggotanya tanpa diminta bantuannya. Dan selalu bersedia untuk mendengarkan kesulitan-kesulitan yang disampaikan oleh anggota-anggotanya meskipun ia tidak akan dapat menolongnya.
3.     Percaya kepada dirinya sendiri
Seorang pemimpin hendaknya menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada anggota-anggotanya, percaya bahwa mereka akan dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya. Yang dipimpinnya harus merasa pula bahwa mereka mendapat kepercayaan sepenuhnya untuk melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya.
4.       Keahlian dalam jabatan
Keahliuan jababatan merupakan syarat utama pula dalam kepemimpinan. Tanpa keahlian tak mungkin menjadi pemimpin. Dengan keahlian jabatan itu bukan saja dimaksud kecakapan dalam melaksanakan pekerjaan, tetapi juga termasuk pengalaman dan penguasaan semua macam pengetahuan yang diperlukan untuk memperoleh dan menambah kecakapan kita.[15]
5.     Amanah
Amanah juga merupakan sifat kepemimpinan. Karena Allah telah mempercayakan manusia mengelola ala mini untuk kebaikan manusia dan kemakmuran alam, berarti keteladanan manusia yang menduduki jabatan tertentu sangat diperlukan untuk kebaikan organisasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin diharapkan melakukan apa yang mereka katakana, agar bawahannya sukarela melakukan pekerjaan yang dipercayakan kepadanya.[16] Allah SWT berfirman:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (QS. An-Nisa’: 58)

6.      Sabar dan memiliki kestabilan emosi
Seorang pemimpin pendidikan hendaknya memiliki sifat sabar. Jangan lekas merasa kecewa, dalam menghadapi kegagalan atau kesukaran, sebaliknya jangan lekas merasa bangga dan sombong jika kelompoknya berhasil. Sifat ini akan memberikan perasaan aman kepada anggota-anggotanya.
Menurut Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Ash-Shabrfi Al-Qur’an,sabar dapat di bagi menjadi enam macam:[17]
a.  Sabar menerima cobaan hidup
b.  Sabar dari Keinginan Hawa Nafsu
c.  Sabar Dalam Taat Kepada Allah SWT
d.  Sabar Dalam Berdakwah
e.  Sabar Dalam Perang
f.  Sabar Dalam Pergaulan
Menurut  Ya’qub Al-Mulaij dalam bukunya Al-Akhlak fii Al-Islam, sabar dapat dibagi menjadi enam macam:[18]
1.  Sabar terhadap keinginan syahwat الصبر على الشهوات النفس                       
tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ   žwÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& öNåk¨XÎ*sù çŽöxî šúüÏBqè=tB ÇÏÈ  
Artinya: dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. (QS. Al-Mu’minun: 5-6)
2.  Sabar terhadap kesulitan/kesusahanالصبر على الشدائد                              
( tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur Îû Ïä!$yù't7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù't7ø9$# 3 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y|¹ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ  
Artinya; Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.( Qs. Al-Baqoroh: 177)
3.  Sabar terhadap fitnah manusiaالصبر على فتنة الناس                                   
3 $oYù=yèy_ur öNà6ŸÒ÷èt/ <Ù÷èt7Ï9 ºpuZ÷FÏù šcrçŽÉ9óÁs?r& 3 tb%Ÿ2ur y7/u #ZŽÅÁt/ ÇËÉÈ  
Artinya:Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha melihat.(QS. Al-Furqon: 20)
4.  Sabar terhadap hilangnya nikmatالصبر على زوال النعم                                
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ  
Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(QS. Al-Baqoroh: 155)
5.  Sabar terhadap musibah الصبر على مصائب الحياة                                        
tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur 4n?tã !$tB öNåku5$|¹r& ÏJŠÉ)ßJø9$#ur Ío4qn=¢Á9$# $®ÿÊEur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÎÈ  
Artinya: orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.(QS. Al-Haj: 35)
6.            Sabar terhadap penciptaan diri  الصبر كخلق نفسي                                    
7.            Jujur, adil, dan dapat dipercaya
Sikap percaya kepada diri sendiri pada anggota-anggota kelompok dapat timbul karena adanya kepercayaan mereka terhadap pemimpinnya. Karena mereka menaruh kepercayaan kepada pemimpinnya, mereka akan menjalankan semua kewajiban dengan rasa patuh dan bertanggung jawab.
                  Ya’qub Al-Mulaij dalam bukunya Al-Akhlak fii Al-Islam, sidiq dapat dibagi menjadi empat macam:[19]
a. Jujur dalam berjanji dan menepati janji الصدق في الوعد والوفاه بالوعد والعهد      
b. Jujur dan benar dalam ucapan ketika member berita dari diri sendiri maupun dari orang lain الصدق في القول وفيما يخبربه عن نفس وغيره                       
c. Jujur dalam berfikir dan memberikan pandangan dan saran yang logis
  الصدق في نقل الافكار والأراء العلمية    
d. Jujur dalam memberikan kesaksian dan tidak memberikan kesaksian yang buruk الصدق في اداء الشهادة وعدم الجنوح إلى قول الزور                                   

Seorang muslimin dan seorang manajer atau pemimpin dituntut untuk selalu berada dalam keadaan yang benar baik lahir dan batin, baik benar dalam hatibenar perkataan dan benar perbuatan. Rasulullah saw telah memerintahkan setiap muslim untuk selalu shidiq (jujur), karena sikap shidiq (jujur) membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan menghantarkan ke surga.
   Imam Ghazali menyebutkan ada 6 jenis sidik yang perlu direalisasikan dalam diri seorang mu’min agar menjadi mu’min yang sebenarnya.[20]
a.   صدق اللسان    (Benar dalam ucapan)
    Ucapan manusia adalah ekspressi yang ada di hatinya. Hati yang baik melahirkan ucapan yang baik. Sebaliknya hati yang buruk mengeluarkan ucapan yang buruk. Perbaikan ucapan harus dimulai dari perbaikan hati. Apabila hati baik, ucapan yang keluar menjadi baik dan selanjutnya akan mengikuti oleh prilaku yang baik. Dan prilaku yang baik akan dibalas dengan ampunan dosa yang dapat membersihkan diri manusia.
“Hai orang-orang yang beriman bertaubatah kepada Allah dan berkatalah yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal perbuatan dan mengampuni dosa-dosamu(QS.33: )
b.      صدق النية والإرادة      (Benar dalam keyakinan dan motivasi)
                    Nilai perbuatan seseorang tergantung motivasi dan niatnya. Manakala perbuatan yang baik dilandasi dengan niat yang baik, mangharap ridho Allah maka nilai perbuatan itu menjadi baik, sebaliknya manakala motivasi dan niatnya buruk sekaligus tampak lahiriahnya kelihatan baik, seperti apa-apa yang kadang-kadang dilakuakan oleh orang munafik.
c.       صدق العزم (Benar dalam Tekad)
            Untuk melakukan perbuatan yang baik dan benar tidak cukup dengan adanya keinginan dan motivasi, tetapi harus ditopang dengan tekad yang kuat untuk merealisasikan perbuatan tersebut banyak rintangan, tantangan dan kendalanya. Suksesnya Abu Bakar dalam memerangi orang-orang yang murtad, tidak mau membayar zakat, karena tekadnya yang luar biasa untuk memerangi orang-orang murtad sekalipun sendirian tanpa dukungan sahabat-sahabatnya yang lain. Tekad inilah yang kemudian mendapatkan dukungan dan simpati Umar dan seluruh sahabat yang lain.
d.    صدق الوفى       (Benar dalam kesetiaan)
           Wafa (setia) adalah sifat ulul albab, orang-orang suci, orang-orang mu’min dan muttaqin yang dipuji didalam Al Qur’an. Ulul albab adalah “orang-orang yang setia memenuhi janjinya kepada Allah dan tidak merusak janji” orang-orang Abror (suci) adalah yang setia menunaikan nazarnya dan takut akan sesuatu hari (kiamat) yang azabnya tersebar dimana-mana .
e.       صدق العمل      (Benar dalam Perbuatan)
f. ت المحمودة    صدق في الدرجاShidiq dalam merealisir tingkatan-tingkatan terpuji.
          
8.  Amar Ma’ruf Nahi Munkar  الأمر بالمعروف والنهى عن المنكر
عن المغيرة بن شعبة عن النبي صلي الله عليه وسلم قال: لا يزال ناس من امتي ظاهرين حتي ياءتهم امر الله وهمظاهرون.
“Dari Al-Mughairah bin Syu’bah dari Nabi saw, ia berkata : sekelompok dari umatku selalu memperjuangkan (kebenaran) sehingga datang kepada mereka keterangan Allah, sedang mereka menempuh jalan yang benar”.
Nabi Saw mengungkapkan kelebihan untuk sekelompok ummatnya yang senantiasa bersikap dan berperilaku di atas garis kebenaran. Mereka merupakan segolongan ummatnya yang berusaha memelihara dan memperjuangkan kebenaran agama Allah, menganjurkan kepada manusia berbuat yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar. Diantara sekalian banyak ummat Nabi Saw. Merekalah sekelompok manusia yang mendapat pujian Allah Swt. Allah berfirman :
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_̍÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã ̍x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ  
Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali ‘Imran : 110)


كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ.
1).  Perintah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ .رواه مسلم
Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (Riwayat Muslim)
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَر ا  Menurut beberapa ulama maksud dari hadis ini adalah ketika ada kemungkaran maka harus diubah dengan beberapa cara, yaitu :
§  Kekuasaan bagi para penguasa
§  Nasihat atau ceramah bagi para Ulama, kaum cerdik pandai, juru penerang, para wakil rakyat, dan lain-lain.
§  Membencinya di dalam hati bagi masyarakat umum.
Setiap orang memiliki kedudukan dan kekuatan sendiri-sendiri untuk mencegah kemungkaran. Dengan kata lain, hadis tersebut menunjukkan bahwa umat Islam harus berusaha melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar menurut kemampuannya, sekalipun hanya melalui hati. Ada beberapa karakter masyarakat dalam menyikapi amar ma’ruf nahi munkar. Antara lain :
1.    Memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang munkar, atau dinamakan karakter orang mukmin.
2.    Memerintahkan yang munkar dan melarang yang ma’ruf, atau dinamakan karakter orang munafik.
3.    Memerintahkan sebagian yang ma’ruf dan munkar, dan melarang sebagian yang ma’ruf dan munkar. Ini adalah karakter orang yang suka berbuat dosa dan maksiat.
Dengan melihat ketiga karakter tersebut, maka sudah jelas bahwa tugas beramar ma’ruf nahi munkar bukanlah hanya tugas seorang da’i, mubaligh, ataupun ustadz saja, namun merupakan kewajiban setiap muslim. Dan ini merupakan salah satu kewajiban penting yang diamanahkan Rasulullah SAW kepada seluruh kaum muslim sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Rasulullah mengingatkan, agar siapa pun jika melihat kemunkaran, maka ia harus mengubah dengan tangan, dengan lisan, atau dengan hati, sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Begitu juga Imam al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, beliau menekankan, bahwa aktivitas “amar ma’ruf dan nahi munkar” adalah kutub terbesar dalam urusan agama. Ia adalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, maka Allah mengutus para nabi. Jika aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar’ hilang, maka syiar kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajalela, satu negeri akan binasa. Begitu juga umat secara keseluruhan.
Kaedah yang harus diperhatikan bagi Pelaku Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Pelaku amar ma’ruf nahi munkar hendaknya menghiasi dirinya dengan sifat terpuji dan akhlak mulia. Di antara sifat pelaku amar ma’ruf nahi munkar yang terpenting adalah:
1.    Ikhlas
Hendaklah seorang pelaku amar ma’ruf nahi munkar manjadikan tujuannya keridhaan Allah semata, tidak mengharapkan balasan dan syukur dari orang lain. Demikianlah yang dilakukan para Nabi, Allah berfirman:
!$tBur öNä3è=t«ór& Ïmøn=tã ô`ÏB @ô_r& ( ÷bÎ) y̍ô_r& žwÎ) 4n?tã Éb>u tûüÏJn=»yèø9$# ÇÊÍÎÈ  
Artinya: Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam. QS.Asy-Syu’araa` :145
Kerena masyarakat umumnya belum mengerti mana yang ma’ruf dan mana yang mungkar.Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Niat terpuji yang diterima Allah dan menghasilkan pahala adalah yang semata-mata untuk Allah. Sedangkan amal terpuji lagi sholeh adalah itu yang diperintahkan Allah. Jika hal itu menjadi batasan seluruh amal sholih, maka wajib bagi pelaku amar ma’ruf nahi munkar memiliki keriteria tersebut dalam dirinya, dan tidak dikatakan amal sholih apabila dilakukan tanpa ilmu dan fiqih, sebagaiman pernyataan Umar bin Abdil Aziz: “Orang yang menyembah Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkannya labih besar dari kemaslahatan yang dihasilkannya”. Ini sangat jelas, karena niat dan amal tanpa ilmu merupakan kebodohan, kesesatan dan mengikuti hawa nafsu. Maka dari itu ia harus mengetahui kema’rufan dan kemunkaran dan dapat membedakan keduanya serta harus memiliki ilmu tentang keadaan yang diperintah dan dilarang.
1.    Rifq
Rifq (lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan serta selalu mangambil yang mudah).  Dalam kisah Nabi Musa Allah berfirman :
!$t6ydøŒ$# 4n<Î) tböqtãöÏù ¼çm¯RÎ) 4ÓxösÛ ÇÍÌÈ   Ÿwqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã&©#yè©9 ㍩.xtFtƒ ÷rr& 4Óy´øƒs ÇÍÍÈ  
Artinya: Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah malampaui batas maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. Thoha : 43-44).
2.  Sabar
Kesabaran merupakan perkara yang sangat penting dalam seluruh perkara manusia, apalagi dalam amar ma’ruf nahi munkar, karena pelaku amar ma’ruf nahi munkar bergerak di medan perbaikan jiwanya dan jiwa orang lain. Sehingga Luqman mewasiati anaknya untuk bersabar dalam amar ma’ruf nahi munkar :
¢Óo_ç6»tƒ ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# ÷ŽÉ9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& ( ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$# ÇÊÐÈ  

Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqmaan :17)







Daftar Pustaka

[1] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hal. 11
[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hal.4-5
[1] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hal. 13-15
[1]  يعقوب المليجي , الأخلاق في الإسلام , ( الإسكندرية : مؤسسة الثقافة الجامعية , ١٩٨٥ ) , ص . ٥
[1]  يعقوب المليجي , الأخلاق في الإسلام , ( الإسكندرية : مؤسسة الثقافة الجامعية , ١٩٨٥ ) , ص . ٥
[1] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ahlak Tasawuf pengenalan, pemahaman dan pengaplikasiannya. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013) Hal. 30-34
[1] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ahlak Tasawuf pengenalan, pemahaman dan pengaplikasiannya, hal.  24
[1] Hamzah Ya’qub. Etika Islam Pembinaan Ahlaqulkarimah. (Bandung : Diponegoro, 1985). Hal. 18
[1] Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Pengantar Studi Ahlak. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 4
[1] Ahmad Musthofa. Ahlak Tasawuf. (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hal. 22
[1] Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Ibid. Hal. 57-58
[1] Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Ibid. Hal. 59-60
[1] Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Ibid. Hal. 61-62
[1] Ahmad amin. Etika (ilmu ahlak). (Jakarta : Bulan Bintang, 1988) hal. 21-22
[1] Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 55-58
[1] Syafuddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), hlm. 184.
[1] Yusuf Al-Qordhowi, As-shobru Fil Qur’an, ( Mesir: Maktabah Wahabah, 1985)
[1]   يعقوب المليجي , الأخلاق في الإسلام , ( الإسكندرية : مؤسسة الثقافة الجامعية , ١٩٨٥ ) , ص . ١٩٤
[1]  يعقوب المليجي , الأخلاق في الإسلام , ( الإسكندرية : مؤسسة الثقافة الجامعية , ١٩٨٥ ) , ص . ١٩٩
[1] Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin Vol 4. Hal. 375-380





[1] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hal. 11
[2] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hal.4-5
[3] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hal. 13-15
[4]  يعقوب المليجي , الأخلاق في الإسلام , ( الإسكندرية : مؤسسة الثقافة الجامعية , ١٩٨٥ ) , ص . ٥
[5]  يعقوب المليجي , الأخلاق في الإسلام , ( الإسكندرية : مؤسسة الثقافة الجامعية , ١٩٨٥ ) , ص . ٥
[6] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ahlak Tasawuf pengenalan, pemahaman dan pengaplikasiannya. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013) Hal. 30-34
[7] Ahmad Bangun Nasution, Rayani Hanum Siregar. Ahlak Tasawuf pengenalan, pemahaman dan pengaplikasiannya, hal.  24
[8] Hamzah Ya’qub. Etika Islam Pembinaan Ahlaqulkarimah. (Bandung : Diponegoro, 1985). Hal. 18
[9] Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Pengantar Studi Ahlak. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 4
[10] Ahmad Musthofa. Ahlak Tasawuf. (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hal. 22
[11] Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Ibid. Hal. 57-58
[12] Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Ibid. Hal. 59-60
[13] Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Ibid. Hal. 61-62
[14] Ahmad amin. Etika (ilmu ahlak). (Jakarta : Bulan Bintang, 1988) hal. 21-22
[15] Ngalim Purwanto. Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 55-58
[16] Syafuddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), hlm. 184.
[17] Yusuf Al-Qordhowi, As-shobru Fil Qur’an, ( Mesir: Maktabah Wahabah, 1985)
[18]   يعقوب المليجي , الأخلاق في الإسلام , ( الإسكندرية : مؤسسة الثقافة الجامعية , ١٩٨٥ ) , ص . ١٩٤
[19]  يعقوب المليجي , الأخلاق في الإسلام , ( الإسكندرية : مؤسسة الثقافة الجامعية , ١٩٨٥ ) , ص . ١٩٩
[20] Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin Vol 4. Hal. 375-380

Tidak ada komentar:

Posting Komentar