Selasa, 28 Januari 2014
Senin, 27 Januari 2014
Al-Qolbu
Segumpal Daging Itu Adalah
Qolbu Atau Hati
Manusia sering kali melakukan sesuatu atas dasar hawa
nafsunya yang mengakibatkan perbuatan tersebut berdampak negative
ditengah-tengah masyarakat. Untuk menghindari penyesalan di akhir
perbuatan yang akan dilakukan, maka seyogyanya bertanyalah pada hati kecil,
baik dan buruknya perbuatan tersebut. Oleh karena itu setiap manusia dituntut
untuk memahami hatinya atau bahasa lain adalah “Qolbu”. Pengertian
“Qolbu”: Menurut Syekh Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ali al-Husaini
al-Jurjaniy didalam kitabnya “at-Ta’rifat” : Qolbu adalah sifat lembutnya
Ketuhanan yang terdapat dalam jiwa manusia.
Dalam hadis
Rasulullah SAW: Dari Nu’man bin Basyir berkata: saya mendengar Rasululloh
bersabda;
أَلاَ
وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا
فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
Artinya: ” Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad
terdapat segumpal daging, apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi
baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk,
Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah “Qolbu” yaitu hati “. (Hadis Riwayat
Bukhori).
Jika kita pahami secara mendalam hadis tersebut, maka
hati sangat berperan dalam kehidupan jiwa manusia, karena hati yang bersih akan
melahirkan jiwa yang bersih dan selalu taat serta tunduk terhadap titah dari
Sang Ilahi Rabbi. Sebaliknya jiwa yang kotor disebabkan karena jiwa tersebut
memiliki hati yang tidak baik dan selalu melanggar aturan yang telah digariskan
oleh Allah SWT.
Tanda-tanda
hati yang kotor atau sakit:
Fitrah manusia adalah suci dan bersih dalam
menjalankan perintah agama,namun terkadang dalam perjalanan kehidupannya,
manusia sering lupa dan lalai serta terjerumus dalam sifat-sifat “syaithoniyah”.
Untuk mengenal lebih jauh tanda-tanda hati manusia yang telah kotor atau
sakit,berikut ini salah satu tandanya: Adanya sifat nifaq ( Munafik ) dalam
jiwa manusia, mari kita renungkan firman Allah SWT. Dalam surat al-Baqarah:
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ
بِمُؤْمِنِينَ . يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ
إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ .فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ
اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ .
Artinya : ” Dan diantara manusia ada yang berkata ”
kami beriman kepada Allah dan hari akhir “, padahal sesungguhnya mereka itu
bukanlah orang2 yang beriman. Mereka menipu Allah dan orang2 yang beriman,
padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari. Dalam hati
mereka ada penyakit ( Nifaq ), lalu Allah menambah penyakitnya itu, dan mereka
mendapat adzab yang pedih, karena mereka berdusta “. ( QS.al-Baqarah : 8-10 )
Jika kita perhatikan ayat-ayat tersebut, maka sifat
munafik akan menjadikan hati manusia bertambah kotor dan rusak, karena pada
dasarnya manusia yang memiliki sifat nifaq akan terlihat diluar dirinya manis
akan tetapi dalam bathinnya dia memiliki sifat-sifat syaithoniyyah, apa saja
sifat-sifat tersebut.
Syekh az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya
“al-Kassyaf”, menggambarkan hati yang sakit karena sifat nifaq dalam diri
manusia adalah selalu condong untuk berbuat maksiat kepada Allah SWT. Sedangkan
Syekh Abu Zahrah dalam kitab tafsirnya “Zahratu at-Tafasir”, bahwasanya hati
akan menjadi keras karena sifat nifaq yang selalu menanamkan kedengkian dan
selalu menghinakan orang2 yang beriman. Penyakit hati tersebut menurut beliau
tidak ada obatnya, na’udzubillah.
Membersihkan
hati yang kotor
Ketika manusia sudah mulai malas beribadah kepada
Allah SWT. Maka sebaiknya bersegeralah beristighfar untuk mendapatkan ampunan
dari Allah SWT. Karena ketika kita membiarkan diri kita jauh dari Allah SWT.
maka hati sedikit demi sedikit akan kotor dan jika tidak segera di obati hati
tersebut akan mengeras, sebagaimana di isyaratkan dalam al-Quran surat
al-Baqarah :
ثُمَّ قَسَتْ
قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا
لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ
خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya : ” Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras,
sehingga hatimu seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu2 itu pasti
ada sungai2 yang airnya memancar daripadanya. Adapula yang terbelah lalu
kaluarlah mata air daripadanya. Dan adapula yang meluncur jatuh karena takut
kepada Allah SWT. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan “. (
QS.al-Baqarah : 74 )
Oleh karena itu untuk menghindari kerasnya hati
cepatlah kembali kepada Allah dengan memohon ampunan dari-Nya, sebagaiman Allah
perintahkan kepada orang2 yang beriman :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ
يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ
آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ
يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : ” Wahai orang2 yang beriman! Bertobatlah
kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah2an Tuhan kamu akan
menghapus kesalahan2 mu dan memasukkan kamu kedalam surga2 yang mengalir
dibawahnya sungai2, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang2
yang beriman bersama dengannya, sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan
disebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, ” Ya Tuhan kami, sempurnakanlah
untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami, sungguh Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu”. (Q.S. .at-Tahrim:8)
Syekh al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitabnya “Tafsir
al-Quran al-’Adzim”, menjelaskan bahwasanya seseorang yang bertobat kepada
Allah Swt, dia sungguh menyesali dosa2 yang telah ia lakukan dan tidak akan
mengulanginya lagi. Perbuatan manusia bersumber dari hatinya, maka ketika
hatinya selamat dari sifat2 yang kotor maka perbuatan tersebut akan
mencerminkan prilaku yang islami dan jauh dari maksiat kepada Allah SWT.
Maka marilah selamatkan hati kita dari sifat-sifat
yang dapat menjerumuskan diri manusia kedalam jurang kehinaan didunia maupun
diakherat kelak. Karena semua yang kita miliki baik harta benda maupun
keturunan kita tidak dapat menolong diri kita selamat dihari hisab nanti
kecuali jiwa tersebut diiringi dengan hati yang bersih (Qolbu as-Salim),
sebagaimana diisyaratkan oleh Allah Swt, dalam surat as-Syu’ara :
يَوْمَ لَا
يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ . إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
Artinya : ”
Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang
menghadap Allah SWT. dengan hati yang bersih”. (QS.as-Syu’ara: 88-89 )
Maka ketika hati setiap jiwa manusia bersih, prilaku
dia akan baik pula. Ketika prilaku baik akan menghasilkan ketaatan kepada Allah
SWT. dimanapun dia berada, dan itulah cita-cita terbesar dalam kehidupan ummat
manusia. Mudah-mudahan Allah SWT. selalu membersihkan hati dari sifat-sifat
kotor yang dapat menjerumuskan jiwa dan raga kita jauh dari Allah Swt.
Al-Qolbu
Segumpal Daging Itu Adalah
Qolbu Atau Hati
Manusia sering kali melakukan sesuatu atas dasar hawa
nafsunya yang mengakibatkan perbuatan tersebut berdampak negative
ditengah-tengah masyarakat. Untuk menghindari penyesalan di akhir
perbuatan yang akan dilakukan, maka seyogyanya bertanyalah pada hati kecil,
baik dan buruknya perbuatan tersebut. Oleh karena itu setiap manusia dituntut
untuk memahami hatinya atau bahasa lain adalah “Qolbu”. Pengertian
“Qolbu”: Menurut Syekh Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ali al-Husaini
al-Jurjaniy didalam kitabnya “at-Ta’rifat” : Qolbu adalah sifat lembutnya
Ketuhanan yang terdapat dalam jiwa manusia.
Dalam hadis
Rasulullah SAW: Dari Nu’man bin Basyir berkata: saya mendengar Rasululloh
bersabda;
أَلاَ
وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا
فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
Artinya: ” Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad
terdapat segumpal daging, apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi
baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk,
Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah “Qolbu” yaitu hati “. (Hadis Riwayat
Bukhori).
Jika kita pahami secara mendalam hadis tersebut, maka
hati sangat berperan dalam kehidupan jiwa manusia, karena hati yang bersih akan
melahirkan jiwa yang bersih dan selalu taat serta tunduk terhadap titah dari
Sang Ilahi Rabbi. Sebaliknya jiwa yang kotor disebabkan karena jiwa tersebut
memiliki hati yang tidak baik dan selalu melanggar aturan yang telah digariskan
oleh Allah SWT.
Tanda-tanda
hati yang kotor atau sakit:
Fitrah manusia adalah suci dan bersih dalam
menjalankan perintah agama,namun terkadang dalam perjalanan kehidupannya,
manusia sering lupa dan lalai serta terjerumus dalam sifat-sifat “syaithoniyah”.
Untuk mengenal lebih jauh tanda-tanda hati manusia yang telah kotor atau
sakit,berikut ini salah satu tandanya: Adanya sifat nifaq ( Munafik ) dalam
jiwa manusia, mari kita renungkan firman Allah SWT. Dalam surat al-Baqarah:
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَمَا هُمْ
بِمُؤْمِنِينَ . يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ
إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ .فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ
اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ .
Artinya : ” Dan diantara manusia ada yang berkata ”
kami beriman kepada Allah dan hari akhir “, padahal sesungguhnya mereka itu
bukanlah orang2 yang beriman. Mereka menipu Allah dan orang2 yang beriman,
padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari. Dalam hati
mereka ada penyakit ( Nifaq ), lalu Allah menambah penyakitnya itu, dan mereka
mendapat adzab yang pedih, karena mereka berdusta “. ( QS.al-Baqarah : 8-10 )
Jika kita perhatikan ayat-ayat tersebut, maka sifat
munafik akan menjadikan hati manusia bertambah kotor dan rusak, karena pada
dasarnya manusia yang memiliki sifat nifaq akan terlihat diluar dirinya manis
akan tetapi dalam bathinnya dia memiliki sifat-sifat syaithoniyyah, apa saja
sifat-sifat tersebut.
Syekh az-Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya
“al-Kassyaf”, menggambarkan hati yang sakit karena sifat nifaq dalam diri
manusia adalah selalu condong untuk berbuat maksiat kepada Allah SWT. Sedangkan
Syekh Abu Zahrah dalam kitab tafsirnya “Zahratu at-Tafasir”, bahwasanya hati
akan menjadi keras karena sifat nifaq yang selalu menanamkan kedengkian dan
selalu menghinakan orang2 yang beriman. Penyakit hati tersebut menurut beliau
tidak ada obatnya, na’udzubillah.
Membersihkan
hati yang kotor
Ketika manusia sudah mulai malas beribadah kepada
Allah SWT. Maka sebaiknya bersegeralah beristighfar untuk mendapatkan ampunan
dari Allah SWT. Karena ketika kita membiarkan diri kita jauh dari Allah SWT.
maka hati sedikit demi sedikit akan kotor dan jika tidak segera di obati hati
tersebut akan mengeras, sebagaimana di isyaratkan dalam al-Quran surat
al-Baqarah :
ثُمَّ قَسَتْ
قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا
لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ
خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya : ” Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras,
sehingga hatimu seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu2 itu pasti
ada sungai2 yang airnya memancar daripadanya. Adapula yang terbelah lalu
kaluarlah mata air daripadanya. Dan adapula yang meluncur jatuh karena takut
kepada Allah SWT. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan “. (
QS.al-Baqarah : 74 )
Oleh karena itu untuk menghindari kerasnya hati
cepatlah kembali kepada Allah dengan memohon ampunan dari-Nya, sebagaiman Allah
perintahkan kepada orang2 yang beriman :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ
يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ
آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ
يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : ” Wahai orang2 yang beriman! Bertobatlah
kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah2an Tuhan kamu akan
menghapus kesalahan2 mu dan memasukkan kamu kedalam surga2 yang mengalir
dibawahnya sungai2, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang2
yang beriman bersama dengannya, sedang cahaya mereka memancar dihadapan dan
disebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, ” Ya Tuhan kami, sempurnakanlah
untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami, sungguh Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu”. (Q.S. .at-Tahrim:8)
Syekh al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitabnya “Tafsir
al-Quran al-’Adzim”, menjelaskan bahwasanya seseorang yang bertobat kepada
Allah Swt, dia sungguh menyesali dosa2 yang telah ia lakukan dan tidak akan
mengulanginya lagi. Perbuatan manusia bersumber dari hatinya, maka ketika
hatinya selamat dari sifat2 yang kotor maka perbuatan tersebut akan
mencerminkan prilaku yang islami dan jauh dari maksiat kepada Allah SWT.
Maka marilah selamatkan hati kita dari sifat-sifat
yang dapat menjerumuskan diri manusia kedalam jurang kehinaan didunia maupun
diakherat kelak. Karena semua yang kita miliki baik harta benda maupun
keturunan kita tidak dapat menolong diri kita selamat dihari hisab nanti
kecuali jiwa tersebut diiringi dengan hati yang bersih (Qolbu as-Salim),
sebagaimana diisyaratkan oleh Allah Swt, dalam surat as-Syu’ara :
يَوْمَ لَا
يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ . إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
Artinya : ”
Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang
menghadap Allah SWT. dengan hati yang bersih”. (QS.as-Syu’ara: 88-89 )
Maka ketika hati setiap jiwa manusia bersih, prilaku
dia akan baik pula. Ketika prilaku baik akan menghasilkan ketaatan kepada Allah
SWT. dimanapun dia berada, dan itulah cita-cita terbesar dalam kehidupan ummat
manusia. Mudah-mudahan Allah SWT. selalu membersihkan hati dari sifat-sifat
kotor yang dapat menjerumuskan jiwa dan raga kita jauh dari Allah Swt.
Mendidik Anak Secara Islami
Oleh: Ust. Sumanto, M. Pd. I
الحمد لله الذي خلق الإنسان وعلمه البيان , والذي خلق الإنسان خليفة في الأرض , أشهد أن لآإله إلا الله وحده لاشريك له , له المك وله الحمد يحيى ويميت وهو على كل شيئ فدير , وأشهد أن محمدا عمبده ورسوله لا نبي بعده , اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله واصحابه أجمعين , أما بعد فيا أيها الحاضرون : إتقوا الله حق تقاته ولاتموتن إلا وأنتم مسلمون , قال الله تعالى في القرآن الكريم : وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعيفا خافوا عليهم فليتفواالله وليقولوا قولا سديدا .
Hadirin jama’ah jum’ah yang berbahagia
Pada ayat di atas Allah menegaskan agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah, baik secara fisik disebabkan kurang gizi dan kurang perawatan kesehatan, lemah mental berupa kurang pendidikan agama, lemah keterampilan sehingga kurang dapat memberdayakan dirinya dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonominya, maupun kelemahan lainnya.
Barangkali kita bertanya-tanya, sedemikian pentingnyakah akhlak dalam kehidupan seseorang? Seorang penyair menyatakan bahwa keberadaan suatu bangsa adalah bila akhlaknya tegak. Bila akhlaknya rusak, maka bangsa tersebut akan binasa. Jepang maju dalam bidang teknologi dan ekonomi adalah karena akhlak mereka yang mengagumkan. Mereka sabar dan disiplin dalam menggali dan mengembangkan ilmu. Dimana-mana orang Jepang berusaha menambah ilmu dan informasi dengan membaca.
Sekarang mari kita pikirkan dapatkah suatu bangsa meraih kejayaannya jika orang-orang di dalamnya memiliki akhlak yang rusak? Dapatkan suatu bangsa akan maju bila anak-anak yang ada di dalamnya tidak menghormati orang tua dan gurunya? Sebaliknya bagaimana bila orang tua dan guru pun tidak menyayangi dan memperhatikan anak kandung dan anak didiknya? Dapatkah suatu bangsa akan maju, bila anggota masyarakatnya tidak memiliki akhlak berupa syukur kepada Allah dengan ibadah dan ketaatan? Apa yang akan terjadi bila orang-orang mempunyai sifat malas dan tidak mau ber-mujahadah (berjuang keras) untuk memperbaiki diri, keluarga, masyarakat, lingkungan sekitar dan negaranya?
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Kedua, mendidik anak pahalanya lebih besar daripada pahala sedekah satu sha’ (sekitar satu liter) setiap hari. Syekh Nawawi mengutip perkataan Imam Al-Manawi yang menyebutkan, bila anak dididik, maka akhlaknya yang mulia dan ibadahnya yang benar akan menjadi sedekah jariyah bagi orang tuanya, sedangkan sedekah satu sha’ pahalanya terputus bila tidak lagi dilakukan. Sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya akan terus mengalir kepada pelakunya, bahkan sekalipun pelakunya sudah meninggal dunia. Orang tua yang bekerja keras mendidik anaknya, sehingga anaknya menjadi anak yang shalih, maka anak tersebut kedudukannya seperti sedekah jariyah bagi orang tuanya. Doa anak shalih terus mengalir kebaikannya untuk orang tuanya, sekalipun orang tuanya tersebut sudah terbujur di dalam kubur.
Mendidik anak bukan hanya menambahkan pengetahuan kepada anak, namun juga mengarahkannya agar memiliki akhlak yang baik. Adab, menurut Al-‘Alqimi, sebagaimana dikutip oleh penyusun kitab Tanqihul Qaul ialah berkata dan berbuat yang terpuji. Pendapat lain menyatakan akhlak ialah menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Menghormati orang yang lebih banyak ilmunya dan mengasihi orang yang kurang ilmunya.
يَٰبُنَىَّ ٱرْكَبَ مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ ٱلْكَـٰفِرِينَ
Artinya: ”Hai Anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Hud: 42).
d. Orang tua yang mempunyai banyak anak dan bersifat pilih kasih kepada anak-anaknya, maka menumbuhkan rasa cemburu, benci dan dendam bagi sebagian anak.
Hadirin yang berbahagia
Mengingat betapa pentingnya pendidikan anak, maka kita hendaknya serius dalam mendidik anak-anak. Janganlah menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada lembaga pendidikan semata. Peran orang tua tetap dibutuhkan untuk melahirkan anak-anak shalih yang otaknya cerdas, hatinya lurus, dan mempunyai keterampilan yang memadai. Para kyai dan ustadz di pesantren juga diharapkan dapat memikirkan untuk melahirkan karya baru berupa kitab kuning tentang pendidikan anak (tarbiyat al-aulad), yang dapat dijadikan rujukan oleh para santri di berbagai pesantren. Departemen Agama diharapkan menambah satu lomba keagamaan, yaitu lomba menulis kitab kuning dengan tema yang dibutuhkan. Karya yang memenangkan lomba tersebut dievaluasi, diperbaiki seperlunya, dicetak, dan disebarluaskan ke seluruh pesantren yang ada di nusantara.
Demikian uraian khutbah ini, semoga bermanfaat. Amin..
الحمد لله الذي خلق الإنسان وعلمه البيان , والذي خلق الإنسان خليفة في الأرض , أشهد أن لآإله إلا الله وحده لاشريك له , له المك وله الحمد يحيى ويميت وهو على كل شيئ فدير , وأشهد أن محمدا عمبده ورسوله لا نبي بعده , اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله واصحابه أجمعين , أما بعد فيا أيها الحاضرون : إتقوا الله حق تقاته ولاتموتن إلا وأنتم مسلمون , قال الله تعالى في القرآن الكريم : وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعيفا خافوا عليهم فليتفواالله وليقولوا قولا سديدا .
Hadirin jama’ah jum’ah yang berbahagia
Pada ayat di atas Allah menegaskan agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah, baik secara fisik disebabkan kurang gizi dan kurang perawatan kesehatan, lemah mental berupa kurang pendidikan agama, lemah keterampilan sehingga kurang dapat memberdayakan dirinya dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonominya, maupun kelemahan lainnya.
Sebagaimana
dimaklumi pendidikan anak agar potensi baiknya tumbuh dan berkembang merupakan
sesuatu yang penting. Syekh Nawawi Banten dalam Tanqih Al-Qaul menjelaskan
tentang keutamaan pendidikan anak dalam bab ke-31. Dalam kitab ini disebutkan
beberapa keutamaan mendidik anak.
Pertama, pendidikan akhlak bagi anak
sehingga anak tersebut memiliki akhlak yang mulia merupakan pemberian orang tua
yang paling utama. Mendidik anak dengan memperhatikan, menegur, mengancam, dan
memukulnya bila diperlukan agar anak berakhlak baik merupakan sesuatu yang
utama dan dipandang sebagai pemberian orang tua yang paling utama dibandingkan
dengan pemberian yang lainnya. Karena akhlak mulia dapat mengantarkan seorang
hamba menjadi raja.
Barangkali kita bertanya-tanya, sedemikian pentingnyakah akhlak dalam kehidupan seseorang? Seorang penyair menyatakan bahwa keberadaan suatu bangsa adalah bila akhlaknya tegak. Bila akhlaknya rusak, maka bangsa tersebut akan binasa. Jepang maju dalam bidang teknologi dan ekonomi adalah karena akhlak mereka yang mengagumkan. Mereka sabar dan disiplin dalam menggali dan mengembangkan ilmu. Dimana-mana orang Jepang berusaha menambah ilmu dan informasi dengan membaca.
Sekarang mari kita pikirkan dapatkah suatu bangsa meraih kejayaannya jika orang-orang di dalamnya memiliki akhlak yang rusak? Dapatkan suatu bangsa akan maju bila anak-anak yang ada di dalamnya tidak menghormati orang tua dan gurunya? Sebaliknya bagaimana bila orang tua dan guru pun tidak menyayangi dan memperhatikan anak kandung dan anak didiknya? Dapatkah suatu bangsa akan maju, bila anggota masyarakatnya tidak memiliki akhlak berupa syukur kepada Allah dengan ibadah dan ketaatan? Apa yang akan terjadi bila orang-orang mempunyai sifat malas dan tidak mau ber-mujahadah (berjuang keras) untuk memperbaiki diri, keluarga, masyarakat, lingkungan sekitar dan negaranya?
Betapa baiknya
orang tua yang dapat memfasilitasi anaknya dengan hand phone, uang yang cukup,
kendaraan, rumah dan sebagainya. Namun, seandainya orang tua tidak mendidik
akhlaknya, maka pemberian tersebut menjadi tidak ada nilainya. Seorang anak
yang rusak akhlaknya itu menghabiskan biaya yang sangat mahal. Seorang anak
yang berakhlak buruk dapat mengambil harta orang tuanya tanpa ijin,
menjual TV, radio, dan apa saja yang ada di rumah dan bahkan dapat memaksa
orang tua untuk memenuhi keinginannya. Betapa hancur hati orang tua yang
diancam dengan dikalungi clurit oleh anak kandungnya sendiri.
Anak yang
bermasalah akan menjadi beban bagi orang tuanya. Seorang anak yang
berakhlak buruk dapat membuat orang tuanya yang kaya jatuh menjadi miskin,
sakit-sakitan dan menderita secara fisik dan mental. Anak yang bermasalah
bahkan dapat mengganggu kenyamanan lingkungan sekitarnya, membuat keonaran dan
menjadi biang masalah yang ada. Na’udzu billahi min dzalik. Beruntunglah orang
tua yang diberi rezki berupa anak, lalu dididik akhlak dan ilmu pengetahuan,
sehingga anak tersebut akan memberikan syafa’at kepada orang tuanya.
Sebaliknya, sungguh rugi orang tua yang menelantarkan anaknya bodoh dan
berakhlak buruk, karena segala dosa yang dilakukan anak tersebut akan ditimpakan
juga kepada orang tuanya yang masa bodoh pada pendidikan anaknya.
Sekolah-sekolah berasrama kini berlomba menawarkan character building (pembangunan karakter atau akhlak mulia dan
unggul) kepada masyarakat, di samping mutu pendidikan, mengingat betapa pentingnya
masalah akhlak.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Kedua, mendidik anak pahalanya lebih besar daripada pahala sedekah satu sha’ (sekitar satu liter) setiap hari. Syekh Nawawi mengutip perkataan Imam Al-Manawi yang menyebutkan, bila anak dididik, maka akhlaknya yang mulia dan ibadahnya yang benar akan menjadi sedekah jariyah bagi orang tuanya, sedangkan sedekah satu sha’ pahalanya terputus bila tidak lagi dilakukan. Sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya akan terus mengalir kepada pelakunya, bahkan sekalipun pelakunya sudah meninggal dunia. Orang tua yang bekerja keras mendidik anaknya, sehingga anaknya menjadi anak yang shalih, maka anak tersebut kedudukannya seperti sedekah jariyah bagi orang tuanya. Doa anak shalih terus mengalir kebaikannya untuk orang tuanya, sekalipun orang tuanya tersebut sudah terbujur di dalam kubur.
Mendidik anak bukan hanya menambahkan pengetahuan kepada anak, namun juga mengarahkannya agar memiliki akhlak yang baik. Adab, menurut Al-‘Alqimi, sebagaimana dikutip oleh penyusun kitab Tanqihul Qaul ialah berkata dan berbuat yang terpuji. Pendapat lain menyatakan akhlak ialah menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Menghormati orang yang lebih banyak ilmunya dan mengasihi orang yang kurang ilmunya.
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah
Ketiga, menyayangi anak dapat mengantarkan
seseorang untuk masuk ke dalam Dar
Al-Farh (tempat kebahagiaan) yang berada di dalam surga. Tidak semua
penghuni surga dapat masuk ke dalam Dar
Al-Farh. Tempat tersebut khusus untuk orang tua yang membahagiakan anaknya,
baik anak lelaki maupun perempuan.
Berbagilah
kebahagiaan dengan anak-anak. Bermain, tersenyum dan tertawalah bersama
anak-anak. Saat pergi jauh, baik karena pekerjaan maupun silaturahim, maka
bawalah oleh-oleh yang dapat membahagiakan hati anak-anak kita. Bawalah
buah-buahan, makanan, pakaian, atau mainan yang disukai yang dapat membuatnya
bersuka cita. Syukuri karunia anak. Syekh Nawawi menulis bahwa memandang
anak-anak dengan syukur seperti memandang wajah Nabi.
Apakah karena
sayang, maka kita tidak boleh memarahi dan memukul anak? Ada kasus seorang ibu
kebingungan dan marah besar, karena anaknya yang masih kelas 3 SD belum pulang
ke rumah padahal sudah pukul 10 malam. Anaknya tidak memberi tahu kemana akan
pergi. Begitu pulang ibu tersebut menangis dan memukuli anaknya dengan sapu
lidi. Setelah ditanya, anaknya menjawab dari tempat internet bersama
teman-temannya. Hukuman tidak berhenti pada pukulan saja. Anaknya juga
dikurung, dimasukkan ke dalam kamar dan dikunci dari luar. Apakah ibu tersebut
telah menggunakan cara yang benar dan tepat dalam mendidik anaknya?
Dalam mendidik anak perlu keseimbangan antara sikap lemah lembut dan tegas agar anak dapat diarahkan menjadi anak yang berakhlak dan berbakti. Memukul anak memang termasuk bagian dari mendidik anak. Syekh Nawawi juga menuliskan bahwa usia 6 tahun anak dididik tata krama, usia 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya, dan usia 13 tahun dipukul bila tidak mengerjakan shalat fardu. Akan tetapi, kalaupun memukul terpaksa dilakukan kepada anak hendaknya dengan cara yang benar. Misalkan jangan memukul dan memarahi anak di depan umum, karena akan menjatuhkan harga dirinya. Jangan memukul anak pada wajah, karena merupakan anggota tubuh yang paling mulia bagi manusia. Wajahlah yang paling mudah dikenali dari seseorang. Cedera pada wajah merupakan aib besar. Juga jangan memukul yang menyakiti atau melukai. Pukullah dalam rangka mendidik dan dilakukan tanpa disertai kemarahan, namun betul-betul karena sayang. Bila memungkinkan, lebih baik hindarilah menghukum dengan pukulan.
Dalam mendidik anak perlu keseimbangan antara sikap lemah lembut dan tegas agar anak dapat diarahkan menjadi anak yang berakhlak dan berbakti. Memukul anak memang termasuk bagian dari mendidik anak. Syekh Nawawi juga menuliskan bahwa usia 6 tahun anak dididik tata krama, usia 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya, dan usia 13 tahun dipukul bila tidak mengerjakan shalat fardu. Akan tetapi, kalaupun memukul terpaksa dilakukan kepada anak hendaknya dengan cara yang benar. Misalkan jangan memukul dan memarahi anak di depan umum, karena akan menjatuhkan harga dirinya. Jangan memukul anak pada wajah, karena merupakan anggota tubuh yang paling mulia bagi manusia. Wajahlah yang paling mudah dikenali dari seseorang. Cedera pada wajah merupakan aib besar. Juga jangan memukul yang menyakiti atau melukai. Pukullah dalam rangka mendidik dan dilakukan tanpa disertai kemarahan, namun betul-betul karena sayang. Bila memungkinkan, lebih baik hindarilah menghukum dengan pukulan.
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah
DR. Nashir
Umar bercerita di dalam bukunya Silsilatu Al-Buyut Al-Muthmainnah
(diterjemahkan oleh penerbit: Mendung Di Langit Rumah): ”Beberapa hari yang
lalu, saya berbincang-bincang dengan seorang pemuda yang salih. Saya bertanya
kepadanya tentang bagaimana cara orang tuanya mendidiknya. Pemuda itu begitu
bangga terhadap ayahnya. Ayahnya belum pernah memukulinya, kecuali pukulan yang
sangat tidak layak disebut pukulan.” Gunakan kasih sayang dalam mendidik
anak. Perhatikan ucapan Nabi Nuh kepada anaknya yang durhaka:
يَٰبُنَىَّ ٱرْكَبَ مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ ٱلْكَـٰفِرِينَ
Artinya: ”Hai Anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Hud: 42).
Jama’ah
Jum’ah Rahimakumullah.
Perhatikan
sekali lagi! Nuh berkata kepada anaknya yang kafir: ”Wahai Anakku.” Ia
menggunakan kata-kata yang lembut penuh kasih sayang. Nuh tidak menggunakan
kata-kata kasar seperti: ”Hai Anak nakal! Anak durhaka! atau anak kafir.”
Hal yang tidak kalah penting dalam mendidik anak ialah keteladanan. Berhasilkah orang tua yang melarang anaknya merokok, padahal dirinya merokok? Berhasilkah orang tua menyuruh anaknya shalat berjama’ah, padahal dirinya selalu shalat di rumah? Berhasilkah orang tua yang menyuruh anaknya rajin belajar, padahal dirinya tidak pernah membaca buku di hadapan anak-anaknya? Berhasilkah orang tua yang menginginkan anak-anaknya menghormatinya sementara ia sendiri tidak menghormati ayah dan ibunya? Ibda binafsika (mulai dari dirimu sendiri). Pepatah Arab mengatakan:
Hal yang tidak kalah penting dalam mendidik anak ialah keteladanan. Berhasilkah orang tua yang melarang anaknya merokok, padahal dirinya merokok? Berhasilkah orang tua menyuruh anaknya shalat berjama’ah, padahal dirinya selalu shalat di rumah? Berhasilkah orang tua yang menyuruh anaknya rajin belajar, padahal dirinya tidak pernah membaca buku di hadapan anak-anaknya? Berhasilkah orang tua yang menginginkan anak-anaknya menghormatinya sementara ia sendiri tidak menghormati ayah dan ibunya? Ibda binafsika (mulai dari dirimu sendiri). Pepatah Arab mengatakan:
لِسَانُ الْحَالِ أَفْصَحُ مِنْ لِسَانِ الْمَقَالِ
Artinya:
“Contoh perbuatan lebih efektif (lebih berpengaruh) daripada perkataan”.
Kalau ingin anak belajar shalat shubuh berjama’ah, maka bangun dan ajaklah ia ke masjid atau mushala. Buktikan bahwa kita sebagai orang tua bukan hanya mampu menyuruh, namun juga memberikan teladan. Kalau ingin anak rajin membaca Al-Qur’an, maka berikanlah contoh kepadanya bahwa kita rajin membaca Al-Qur’an dan ajaklah ia agar juga rajin membacanya. Untuk mengajarkan pentingnya silaturahim, maka ajaklah anak-anak bersilaturahim kepada orang tua, saudara, guru, murid, teman, maupun lainnya.
Kalau ingin anak belajar shalat shubuh berjama’ah, maka bangun dan ajaklah ia ke masjid atau mushala. Buktikan bahwa kita sebagai orang tua bukan hanya mampu menyuruh, namun juga memberikan teladan. Kalau ingin anak rajin membaca Al-Qur’an, maka berikanlah contoh kepadanya bahwa kita rajin membaca Al-Qur’an dan ajaklah ia agar juga rajin membacanya. Untuk mengajarkan pentingnya silaturahim, maka ajaklah anak-anak bersilaturahim kepada orang tua, saudara, guru, murid, teman, maupun lainnya.
Syekh Nawawi
Banten dalam menjelaskan bab mendidik anak ini masih kurang lengkap. Beliau
belum mengungkapkan kiat-kiat mendidik anak secara rinci. Akan tetapi, apa yang
dipaparkannya tentu saja sangat berharga, karena memberikan prinsip dan
motivasi yang bersifat umum agar kita mendidik anak dengan benar. Perkembangan
jaman sebenarnya menuntut para kyai maupun ustadz untuk memberikan karya baru
di bidang pendidikan anak, atau memberikan syarah baru yang lebih memadai
terhadap bab ini berdasarkan permasalahan yang berkembang pada saat sekarang.
Kitab yang
berjudul Kaifa Nurabbi Abna`aka Hadza
Al-Zaman (Bagaimana Kita Mendidik Anak-anak Pada Masa Sekarang) yang
diterjemahkan bebas oleh Penerbit Pustaka Rahmat Bandung menjadi Ibu, Bimbing
Aku Menjadi Anak Sholeh termasuk buku yang menarik. Karena buku tersebut
merupakan pengalaman penulisnya sendiri dalam mendidik anak selama 20 tahun dan
di dalamnya juga dilengkapi dengan pengalaman pendidik dan orang lain.
Di buku
tersebut misalkan dijelaskan hubungan antara perilaku orang tua dan jiwa anak
sebagai berikut:
a.
Orang tua yang over protektif, selalu ikut campur
menyebabkan pribadi anak menjadi lemah, karena semuanya dikendalikan oleh orang
tua. Anak tidak diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri.
b.
Orang tua yang memanjakan dan selalu menuruti keinginan
anak, maka dapat membuat anak menjadi lepas kontrol. Anak biasa dimanja
sehingga tanpa batas dan semau sendiri.
c. Kekerasan fisik dan psikis yang
dilakukan orang tua membuat anak menjadi pribadi yang penakut dan ragu. Di
antara bentuk kekerasan fisik ialah pukulan, tendangan, dan siksaan fisik
lainnya. Adapun kekerasan psikis (kejiwaan) seperti orang tua yang
berteriak-teriak marah kepada anaknya. Disebutkan, terdapat bukti-bukti kuat
ada hubungan kepribadian antara anak yang suka membuat onar dengan ibunya yang
sering berteriak ketika marah.
d. Orang tua yang mempunyai banyak anak dan bersifat pilih kasih kepada anak-anaknya, maka menumbuhkan rasa cemburu, benci dan dendam bagi sebagian anak.
Hadirin yang berbahagia
Mengingat betapa pentingnya pendidikan anak, maka kita hendaknya serius dalam mendidik anak-anak. Janganlah menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada lembaga pendidikan semata. Peran orang tua tetap dibutuhkan untuk melahirkan anak-anak shalih yang otaknya cerdas, hatinya lurus, dan mempunyai keterampilan yang memadai. Para kyai dan ustadz di pesantren juga diharapkan dapat memikirkan untuk melahirkan karya baru berupa kitab kuning tentang pendidikan anak (tarbiyat al-aulad), yang dapat dijadikan rujukan oleh para santri di berbagai pesantren. Departemen Agama diharapkan menambah satu lomba keagamaan, yaitu lomba menulis kitab kuning dengan tema yang dibutuhkan. Karya yang memenangkan lomba tersebut dievaluasi, diperbaiki seperlunya, dicetak, dan disebarluaskan ke seluruh pesantren yang ada di nusantara.
Demikian uraian khutbah ini, semoga bermanfaat. Amin..
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكـُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِى هذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ الْعَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH
KEDUA
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِه أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ؛ إتقوا الله حق تقاته ولاتموتن
إلا وأنتم مسلمون , قال الله تعالى في القرآن العظيم : إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا
لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ
أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبِّ اجْعَلْنا مُقِيْمَ
الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنا، رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَ. رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنا وَلِوَالِدَينا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ. رَبَّنَا
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ،
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى
وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ
فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Langganan:
Postingan (Atom)