Senin, 25 Mei 2015

Makalah/Filsafat dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan

BAB I
PENDAHULUAN
            Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ekstential yang artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, dapat dikatakan filsafatlah yang menjadi penggerak kehidupan kita sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun sebagai manusia kolektif dalam bentuk masyarakat atau bangsa.
            Ilmu pengetahuan pun tidak bisa dilepaskan dari filsafat, sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menarik sekali untuk dikaji, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya fakta yang salah satunya berisi hukum-hukum alam yang diperoleh dari sains juga tidak bisa dianggap memiliki kebenaran kekal.
            Ada satu hal yang patut dicatat dalam setiap bentangan historisitas bahwa tiap zaman memiliki ciri dan nuansa refleksi yang berbeda, tak terkecuali dalam bentangan sejarah filsafat barat. Lihat saja, misalnya, dalam yunani diletakkan sendi-sendi pertama rasionalitas barat, kemudian zaman patrialistik dan skolastik ditandai oleh usaha yang gigih untuk mencari keselarasan antara iman dan akal, karena iman dihati, dan akal ada di otak. Tidak cukuplah sikap credo quia absurdum “aku percaya justru karena tidak masuk akal”. Dalam zaman modern direfleksikan berbagai hal tentang rasio, manusia dan dunia. Jejak pergumulan itu terdapat dalam aliran-aliran filsafat dewasa ini.
Salah satu ciri khas manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang sesuatu hal. Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya, juga ingin tahu tentang lingkungan sekitar, bahkan sekarang ini rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia luar. Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh peradaban. Semua umat manusia di dunia ini punya rasa ingin tahu walaupun variasinya berbeda-beda. Orang yang tinggal di tempat peradaban yang masih terbelakang, punya rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tinggal di tempat yang sudah maju. 
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya dapat bersifat sederhana dan juga dapat bersifat kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari dengan rasa ingin tahu tentang apa (ontologi), sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat kompleks meliputi bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi (epistemologi), serta untuk apa peristiwa tersebut dipelajari (aksiologi).
Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi merupakan ciri spesifik dalam penyusunan pengetahuan. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha orang untuk dapat mencapai atau memecahkan peristiwa yang terjadi di alam atau lingkungan sekitarnya. Bila usaha tersebut berhasil dicapai, maka diperoleh apa yang kita katakan sebagai ketahuan atau pengetahuan.
Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para Dewa. Karenanya para Dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Adanya perkembangan jaman, maka dalam beberapa hal pola pikir tergantung pada Dewa berubah menjadi pola pikir berdasarkan rasio.
Ditinjau secara sejarah, proses kemenangan akal manusia dari kekuatan mistis dimulai sejak dari zaman Yunani Kuno. Setelah periode ini perkembangan ilmu berkembang semakin pesat. Bahkan pada masa sekarang ini, ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat dalam dinamika yang semakin cepat lagi karena penemuan yang satu sering menyebabkan penemuan-penemuan lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidak terpusat pada satu tempat atau wilayah tertentu saja. Selain di Eropa , Dunia Timur juga terbukti memberikan sumbangsih yang besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak penemuan yang terjadi di Dunia Timur yang baru dikembangkan belakangan di Dunia Barat. Oleh karena itu untuk memahami sejarah perkembangan ilmu, perlu dilakukan periodesasi. Periodisasi perkembangan ilmu yang disusun di sini dimulai dari perkembangan pemikiran dan kebudayaan masyarakat di wilayah Babilonia, Mesir, Cina dan India. Hal ini sangat penting karena pemikiran dan kebudayaan yang berkembang di wilayah-wilayah tersebut pada masa itu juga merupakan rangkaian panjang sejarah peradaban umat manusia, yang dengan kemampuan akal  pikirannya selau berusaha melangkah maju.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Filsafat
Filsafat merupakan satu istilah yang berasal dari bahasa Yunani kuno yang kemudian dalam bahasa Arab disebut falsafah, di sini kemungkinan terjadi pengadopsian bahasa yang sedikit berbeda dalam cara membacanya. Filsafat merupakan istilah yang digunakan oleh orang Indonesia. Jika kita perhatikan satu kata ini tidak jauh berbeda dalam penyebutannya dalam berbagai bahasa, sebagaimana yang telah diketahui. Kemudian perlu kita ketahui apa sebenarnya arti filsafat tersebut.
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang terbentuk dari dua unsur kata, yaitu philo yang berarti cinta dan sophia yang berarti kearifan, hikmah, kebijaksaan, keputusan atau pengetahuan yang benar, secara dasar arti filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Dari pengertian di atas menghendaki bahwa filsafat merupakan suatu kegiatan yang menuntut untuk melakukan sesuatu dengan kualitas terbaik. Ini merupakan kerja pikiran, sehingga sering sekali berfilsafat diartikan sebagai berpikir mendalam atau radikal untuk menemukan realitas kebenaran sejati dari sesuatu. Sulit ditemukan arti filsafat secara hakiki, namum setidaknya berfilsafat itu merupakan berfikir sistematis dan penuh kehati-hatian untuk membuktikan kebenaran atau hakikat suatu yang dipikirkan.
Menurut Mukhtar filsafat adalah telaah kefilsafatan yang mengandalkan penalaran atau logika dengan mengedepankan berpikir secara radic dan spekulatif. Filsafat tidak melakukan pengujian secara empiris seperti halnya ilmu pengetahuan, tetapi telaah filsafat kebenarannya persis seperti halnya ilmu pengetahuan karena dia memiliki kriteria dan karakter berfikir tertentu.[1]
Kebenaran yang dihasilkan filsafat berbeda dengan yang dihasilkan ilmu pengetahuan. Ini dikarenakan kajian filsafat lebih bersifat unviersal sedangkan ilmu pengetahuan bersifat parsial dan terpisah-pisah sesuai dengan kajiannya masing-masing dalam disiplin ilmu tertentu dengan ketentuan sistematis, logis, dan empiris.
Jika kita renungi, seolah-olah kajian yang kita pelajari adalah tentang hasil pemikiran-pemikiran para filosof sepanjang masa. Tujuan yang diinginkan adalah bagaimana mengatasi permasalahan-permasalahan hidup manusia di dunia ini, karena dalam kehidupan manusia selalu melekat berbagai problematika baik secara individu maupun kelompok. Dari sinilah mulai munculnya aliran-aliran filsafat,  dan hal ini juga terjadi dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan karena bersumber dari filsafat.
B. Sejarah Perkembangan Filsafat
            Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan.[2]
            Dalam sejarah perkembangannya sebagaimana yang terjadi di dunia Islam dengan kelahiran mu’tazilah yang mengedepankan akal (rasio) sekitar (abad 2H/8M), di dunia Eropa juga lahir gerakan Aufklarung (abad 11 H/17 M). Kedua sisi ini hendak merasionalkan agama. Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan dan Aufklarung menolak trinitas sebagai sifat Tuhan. Alam Aufklarung inilah dalam perkembangannya telah membuat peradaban Eropa menjurus pada pemujaan akal. Mereka  berpendapat bahwa antara ilmu dan agama terjadi pertentangan yang keras, ilmu pengetahuan berkembang pada dunianya dan agama pada dunia yang lain.
            Dalam persoalan ini lahirlah sikap sekuleristik dalam ilmu pengetahuan. Liberalisasi, emensipasi, otonomi pribadi, dan otoritas rasio yang begitudiagungkan merupakan nilai-nilai kejiwaan yang selalu mewarnai sikap mentalmanusia Barat semenjak zaman renaissance (abad 15) dan Aufklaerung (abad ke18) yang memungkinkan mereka melakukan tinggal landas mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi dengan hasil-hasil sebagaimana mereka miliki hingga sekarang ini. Zaman perkembangan ilmu yang paling menentukan dasar kemajuan ilmu sekarang ini ialah sejak zaman sekarang ini ialah sejak abad ke 17 dengan dorongan beberapa hal: pertama : untuk mengembalikan keputusan danpernyataan-pernyataan ilmiah lalu menonjolkan peranan matematik sebagai sarana penunjang pemikiran ilmiah. Dalam angka inilah mulainya menonjol peranan penggunaan angka Arab di Eropa (angka yang kita kenal di dunia sekarang)karena dinilai lebih sederhana dan praktis dari pada angka –angka Romawi. Adapun angka Arab itu sendiri dikembangkan dan berasal dari kebudayaan India. Faktor yang kedua dalam revolusi ilmu di abad ke 17, ialah makin gigihnya parailmuwan menggunakan pengamatan dan eksperimen, dalam membuktikankebenaran-kebenaran preposisi ilmu.Namun J.B.Bury menyangkal bahwa kemajuan ilmu tidak terdapat padaabad pertengahan bahkan tidak terdapat pada awal Renaissance, tetapi baru abadke -17, sebagai hasil dari rumusan Cartesius tentang dua aksioma yaitu :1) berkuasanya akal manusia dan 2) tak berubah-ubahnya hukum alam. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Secara singkat periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut :
1.    Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
            Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani. Kebebasan berpikir Yunani disebabkan sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci.[3]
            Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani,Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.
2. Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)
            Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya, Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat, karena Yunani pada masa itu tidak mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima saja (receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang menyelidiki secara kritis). Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir yang terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada masa ini antara lain : Thales, Demokrates dan Aristoteles.[4]
3. Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
            Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama).
            Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi, 8 abad sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di Jundishapur. Pada masa keemasan kebudayaan Islam, dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani. Dan bahkan khalifahAl_Makmun telah mendirikan rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) /  Baitul Hikmah pada abad 9. Pada abad ini Eropa mengalami zaman kegelapan(dark age).
4. Masa Renaissance (14-17 M)
            Renaisance merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo Da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) oleh kolumbus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris, Prancis, dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga mengalami perkembagan. Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.[5]
            Tidaklah mudah membuat garis batas yang tegas antara zaman Renaisance dengan zaman modern. Sementara orang menganggap bahwazaman modern hanyalah perluasan Renaisance. Akan tetapi, pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju kedepan dengan kecepatan yang besar, berkat kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh masa-masa sebelumnya. Manusia maju dengan langkah raksasa dari zaman uap ke zaman listrik, kemudian ke zaman atom, elektron, radio, televisi, roket dan zaman ruang angkasa.
5. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
            Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham – paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme ini, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.        Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk memperlajari paham idealisme zaman modern. Para pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif . Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
            Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.[6]
6. Zaman Kontemporer
            Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Beberapa contoh perkembangan ilmu kontemporer adalah : Santri, Priyayi, dan Abangan. Lebih lanjut Semenjak tahun 1960 filsafat ilmu mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang ditopang penuh oleh positivisme-empirik, melalui penelaahan dan pengukuran kuantitatif sebagai andalan utamanya.
            Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu berlangsung secara mengesankan. Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet. Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini. Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis dan chaos yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini.
            Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali. Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri, yaitu manusia. Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut “Teori Kritik Masyarakat”.[7]
            Kritik terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial. Selain itu Positivisme dipandang menghilangkan pandangan aktor, yang direduksi sebatas entitas  pasif yang sudah ditentukan oleh “kekuatan-kekuatan natural”. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantangsistem yang eksis. Senada dengan pemikiran di atas, Nasution (1996:4) mengemukan pula tentang kritik post-positivime terhadap pandangan positivisme yang bercirikan free of value, fisikal, reduktif dan matematika. Aliran post-positivime tidak menerima adanya hanya satu kebenaran,. Rich (1979) mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is notone thing, -or even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuahteori. Freire (1973) mengemukakan bahwa tidak ada pendidikan netral, maka tidak ada pula penelitian yang netral. Usaha untuk menghasilkan ilmu sosial yang bebas nilai makin ditinggalkan karena tak mungkin tercapai dan karena itu bersifat “self deceptive” atau penipuan diri dan digantikan oleh ilmu sosial yang berdasarkan ideologi tertentu. Hesse (1980) mengemukakan bahwa kenetralan dalam penelitian sosial selalu merupakan problema dan hanya merupakan suatu ilusi. Dalam penelitian sosial tidak ada apa yang disebut “obyektivitas”.“ Knowledge is a’socially contitued’, historically embeded, and valuationally.
            Namun ini tidak berarti bahwa hasil penelitian bersifat subyektif semata-mata, oleh sebab penelitian harus selalu dapat dipertanggung- jawabkan secara empirik, sehingga dapat dipercaya dan diandalkan.
C. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Secara etimologi, ilmu pengetahuan terdiri dari dua kata, yakni ilmu dan pengetahuan. Ilmu dalam bahas Arab, berasal dari kata Alama artinya mengecap atau memberi tanda. Sedangkan ilmu berarti pengetahuan.[8] Sedangkan dalam bahasa Inggris ilmu berarti science, yang berasal dari bahasa latin scientia, yang merupakan turunan dari kata scire, dan mempunyai arti mengetahui (to know), yang juga berarti belajar (to learn).[9] Dalam Webster’s Dictionary disebutkan bahwa;
(1) Possession of  knowledge as distinguished from ignorance or misunderstanding; knowledge attain trough study or practice, (2) A departemen of sistematiced knowledge as an object of study (the science of  tiology), (3) Knowledge covering general truths of the operasion laws esp. As obtained and tested through scientific method; such knowledge concerned with the physical word an its phenomena (natural science), (4) a system or method based or purporting to be based an scientific principles.[10]
(1) Pengetahuan yang membedakan dari ketidak tahuan atau kesalah pahaman; pengetahuan yang diperoleh melalui belajar atau praktek, (2) suatu bagian dari pengetahuan yang  disusun secara sistematis  sebagai salah satu objek studi (ilmu teologi), (3) pengetahuan yang mencakup kebenaran umum atau hukum-hukum operasinal yang diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah; pengetahuan yang memperhatikan dunia pisik dan gejala-gejalanya (ilmu pengetahuan alami), (4) suatu sistem atau metode atau pengakuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah.
Sedangkan pengetahuan merupakan arti dari kata knowledge yang mempunyai arti;
(1) the fact or conditioning of knowing something whit familiriality gained through experience or association, (2) the fact or conditioning  of being aware of something.
(3) the fact or condition of having information or of being learned, (4) the sum of is known; the body of truth, information, and principels acquired by mankind.
(1) kenyataan atau keadaan mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui pengalaman atau kebenaran secara umum, (2) kenyataan atau kondisi manusia yang menyadari sesuatu, (3) kenyataan atau kondisi memiliki informasi yang sedang dipelajari, (4) sejumlah pengetahuan; susunan kepercayaan, informasi dan prinsip-prinsip yang diperoleh manusia.
Konklusi dari pernyataan tersebut diatas, Ilmu diinterpretasikan sebagai  salah satu dari pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah yang sistematis. Sedangkan pengetahuan diperoleh dari kebiasaan atau pengalaman sehari-hari. Dengan demikian ilmu lebih sempit dari pegetahuan, atau ilmu merupakan bagian dari pengetahuan.
Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dari definisi yang dikemukakan  oleh para ahli -terminologi-. Kata ilmu diartikan oleh Charles Singer sebagai proses membuat pengetahuan. Definisi yang hampir sama dikemukakan John  Warfield  yang mengartikan ilmu sebagai rangkaian aktivitas penyelidikan. Sedangkan pengetahuan menurut Zidi Gazalba merupakan hasil pekerjaan dari tahu yang merupakan hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan menurutnya adalah milik atau isi fikiran.[11] Sedangkan pengertian ilmu pengetahuan sebagai terjemahan dari science, seperti dikatakan oleh Endang Saefuddin Anshori ialah;
            Usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam, manusia, dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksprimental.[12]
Dari definisi tersebut diperoleh ciri-ciri ilmu pengetahuan yaitu; sistematis, generalitas (keumuman), rasionalitas, objektivitas, verifibialitas dan komunitas. Sistematis, ilmu pengetahuan disusun seperti sistem yang memiliki fakta-fakta penting yang saling berkaitan. Generalitas, kualitas ilmu pengetahuan untuk merangkum fenomena yang senantiasa makin luas dengan penentuan konsep yang makin umum dalam pembahasan sasarannya. Rasionalitas, bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. Verifiabilitas, dapat diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali atau diuji ulang oleh setiap anggota lainnya dari masyarakat ilmuan. Komunitas, dapat diterima secara umum, setelah diuji kebenarannya oleh ilmuwan.
Sedangkan yang menjadi objek ilmu pengetahuan dapat dibagi dua yaitu objek materi (material objek) dan objek fomal (formal objek). Objek materi adalah sasaran yang berupa materi yang dihadirkan dalam suatu pemikiran atau penelitian. Didalamnya terkandung benda-benda materi ataupun non-materi. Bisa juga berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dll.
Objek formal yang berarti sudut pandang menurut segi mana suatu objek diselidiki. Objek formal menunjukkan pentingnya arti, posisi dan fungsi-fungsi objek dalam ilmu pengetahuan. Sebagai contoh pembahasan tentang objek materi “manusia”. Dalam diri manusia terdapat beberapa aspek, seperti: kejiwaan, keragaan, keindividuaan dan juga kesosialan. Aspek inilah yang menjadi objek forma ilmu pengetahuan. Manusia dengan objek formalnya akan menghasilkan beberapa macam ilmu pengetahuan, misalnya biologi, fisikologi, sosiologi, antropologi dll.
Dengan kata lain ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu objek yang diperoleh dengan metode ilmiah yang disusun secara sistematik sebagai sebuah kebenaran.
D. Sumber Pengetahuan
Sumber dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagaia asal. Sebagai contoh sumber mata air, berarti asal dari air yang berada di mata air itu. Dengan demikian sumber ilmu pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia. Jika membicarakan masalah asal, maka pengetahuan dan ilmu pengetahuan tidak dibedakan, karena dalam sumber pengetahuan juga terdapat sumber ilmu pengetahuan.
Dr. Mulyadi Kartanegara mendefinisikan sumber pengetahuan adalah alat atau sesuatu darimana manusia bisa memperoleh informasi tentang objek ilmu yang berbeda-beda sifat dasarnya.[13] Karena sumber pengetahuan adalah alat, maka Ia menyebut indera, akal  dan hati sebagai sumber pengetahuan.
            Amsal Bakhtiar berpendapat tidak jauh berbeda. Menurutnya sumber pengetahuan merupakan alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan istilah yang berbeda ia menyebutkan empat macam sumber pengetahuan, yaitu: emperisme, rasionalisme, intuisi dan wahyu. Begitu juga dengan Jujun Surya Sumantri, ia menyebutkan empat sumber pengetahuan tersebut.[14]
            Sedangkan John Hospers dalam bukunya yang berjudul An Intruction to Filosofical Analysis, sebagaimana yang dikutip oleh Surajiyo menyebutkan beberapa alat untuk memperoleh pengetahuan, antara lain: pengalaman indera, nalar, otoritas, intuisi, wahyu dan keyakinan.[15] Sedangkan Amin Abdullah menyebutkan dua aliran besar, idealisme dan imperisme.[16]
Dari pemaparan di atas, penulis lebih condong kepada pendapat Mulyadi Kertanegara yang menyebutkan indra, akal dan hati sebagai sumber pengetahuan. Hanya saja ketiga sumber tersebut perlu ditambah dengan intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang diperoleh intuisi berbeda dengan pengetahuan yang diperoleh hati. Intiusi bagi para filsofi barat lebih dipahami sebagai pengembangan insting yang dapat memperoleh pengetahuan secara langsung dan bersifat mutlak.[17]          
            uraian, sumber pengetahuan terdiri dari empirisme (indera), rasionalisme (akal), intuisionisme (intuisi), ilmunasionalisme (hati), dan wahyu.  
1. Empirisme (indera)
           John Locke (1632-1704), mengemukakan teori tabula rasa yang menyatakan bahwa pada awalnya manusia tidak tahu apa-apa. Seperti kertas putih yang belum ternoda. Pengalaman inderawinya mengisi catatan harian jiwanya hingga menjadi pengetahuan yang sederhana sampai begitu kompleks dan menjadi pengetahuan yang cukup berarti.
           Selain John Locke, ada juga David Hume (1711-1776) yang mengatakan bahwa manusia sejak lahirnya belum membawa pengetahuan apa-apa. Manusia mendapatkan pengetahuan melalui pengamatannya yang memberikan dua hal, kesan (impression) dan pengertian atau ide (idea). Kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman. Seperti merasakan sakitnya tangan yang terbakar. Sedangkan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.[18]
Gejala alam, menurut aliran ini bersifat konkret, dapat dinyatakan dengan panca indera dan mempunyai karakteristik dengan pola keteraturan mengenai suatu kejadian.seperti langit yang mendung yang biasanya diikuti oleh hujan, logam yang dipanaskan akan memanjang. Berdasarkan teori ini akal hanya berfungsi sebagai pengelola konsep gagasan inderawi dengan menyusun konsep tersebut atau membagi-baginya. Akal juga sebagai tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Akal berfungsi untuk memastikan hubungan urutan-urutan peristiwa  tersebut.
Dengan kata lain, empirisme menjadikan pengalaman inderawi sebagai sumber pengetahuan. Sesuatu yang tidak diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Walaupun demikian, ternyata indera mempunyai beberapa kelemahan, antara lain; pertama, keterbatasan indera. Seperti kasus semakin jauh objek semakin kecil ia penampakannya. Kasus tersebut tidak menunjukkan bahwa objek tersebut mengecil, atau kecil. Kedua, indera menipu. Penipuan indera terdapat pada orang yang sakit. Misalnya. Penderita malaria merasakan gula yang manis, terasa pahit dan udara yang panas dirasakan dingin. Ketiga, objek yang menipu, seperti pada ilusi dan fatamorgana. Keempat, objek dan indera yang menipu. Penglihatan kita kepada kerbau, atau gajah. Jika kita memandang keduanya dari depan, yang kita lihat adalah kepalanya, sedangkan ekornya tidak  kelihatan. dan kedua binatang itu sendiri tidak bisa menunjukkan seluruh tubuhnya.[19] Kelemahan-kelemahan pengalaman indera sebagai sumber pengetahuan, maka lahirlah sumber kedua, yaitu Rasionalisme.
2. Rasionalisme (akal)
            Rene Descartes (1596-1650), dipandang sebagai bapak rasionalisme. Rasionalisme tidak menganggap pengalaman indera (empiris) sebagai sumberpengetahuan, tetapi akal (rasio). Kelemahan-kelemahan pada pengalaman empiris dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari penggunaan indera dalam memperoleh pengetahuan, tetapi indera hanyalah sebagai perangsang agar akal berfikir dan menemukan kebenaran/ pengetahuan.
            Akal mengatur data-data yang dikirim oleh indera, mengolahnya dan menyusunnya hingga menjadi pengetahuan yang benar. Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat universal dan merupakan abstraksi dari benda-benda konkret. Selain menghasilkan pengetahuan dari bahan-bahan yang dikirim indera, akal juga mampu menghasilkan pengetahuan tanpa melalui indera, yaitu pengetahuan yang bersifat abstrak. Seperti pengetahuan tentang hukum/ aturan yang menanam jeruk selalu berbuah jeruk. Hukum ini ada dan logis tetapi tidak empiris.
Meski rasionalisme mengkritik emprisme dengan pengalaman inderanya,  rasionalisme dengan akalnya pun tak lepas dari kritik. Kelemahan yang terdapat pada akal. Akal tidak dapat mengetahui secara menyeluruh (universal) objek yang dihadapinya. Pengetahuan akal adalah pengetahuan parsial, sebab akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia memikirkannya dan akal hanya memahami bagian-bagian tertentu dari objek tersebut.
            Kelemahan yang dimiliki oleh empirisme dan rasionalisme disempurnakan sehingga melahirkan teori positivisme yang dipelopori oleh August Comte (1798-1857) dan Iammanuel Kant (1724-1804), Ia telah melahirkan metode ilmiah yang menjadi dasar kegiatan ilmiah dan telah menyumbangkan jasanya kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut pahan ini indera sangat penting untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi indera harus dipertajam dengan eksperimen yang menggunakan ukuran pasti. Misalnya panas diukur dengan derajat panas, berat diukur dengan timbangan dan jauh dengan meteran.
3. Intusionisme (intuisi)
            Kritik paling tajam terhadap empirisme dan rasionalisme di lontarkan oleh Hendry Bergson (1859-1941). Menurutnya bukan hanya indera yang terbatas, akalpun mempunyai keterbatasan juga. Objek yang ditangkap oleh indera dan akal hanya dapat memahami suatu objek bila mengonsentrasikan akalnya pada objek tersebut. Dengan memahami keterbatasan indera, akal serta objeknya, Bergson mengembangkan suatu kemampuan tingkat tinggi yang dinamakannya intuisi. Kemampuan inilah yang dapat memahami suatu objek secara utuh, tetap dan menyeluruh. Untuk memperoleh intuisi yang tinggi, manusia pun harus berusaha melalui pemikiran dan perenungan yang konsisten terhadap suatu objek.[20]
            Lebih lanjut Bergson menyatakan bahwa pengetahuan intuisi bersifat mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis. Intuisi dan analisa bisa bekerja sama dan saling membantu dalam menemukan kebenaran. Namun intuisi sendiri tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan.
            Salah satu contohnya adalah pembahasan tentang keadilan. Apa adil itu? Pengertian adil akan berbeda tergantung akal manusia yang memahami. Adil bisa muncul dari si terhukum, keluarga terhukum, hakim dan dari jaksa. Adil mempunyai banyak definisi. Disinilah intuisi berperan. Menurut aliran ini intuisilah yang dapat mengetahui kebenaran secara utuh dan tetap.
4. Illuminasionisme (hati)
            Paham ini mirip dengan intuisi tetapi mempunyai perbedaan dalam metodologinya. Intuisi diperoleh melalui perenungan dan pemikiran yang mendalam, tetapi dalam illuminasi diperoleh melalui hati. Secara lebih umum illiminasi banyak berkembang dikalangan agamawan dan dalam Islam dikenal dengan teori kasyf yaitu teori yang mengatakan bahwa manusia yang hatinya telah bersih mampu menerima pengetahuan dari Tuhan. Kemampuan menerima pengetahuan secara langsung ini, diperoleh melalui latihan spiritual yang dikenal dengan suluk atau riyadhah. Lebih khusus lagi, metode ini diajarkan dalam thariqat. Pengetahuan yang diperoleh melalui illuminasi melampaui pengetahuan indera dan akal. Bahkan sampai pada kemampuan melihat Tuhan, syurga, neraka dan alam ghaib lainnya.[21]
            Di dalam ajaran Tasawuf, diperoleh pemahaman bahwa unsur Ilahiyah yang terdapat pada manusia ditutupi (hijab) oleh hal-hal material dan hawa nafsunya. Jika kedua hal ini dapat dilepaskan, maka kemampuan Ilahiyah itu akan berkembang sehingga mampu menangkap objek-objek ghaib.
5. Wahyu (agama)
            Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang dikalangan agamawan. Wahyu adalah pengetahuan agama disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi yang memperoleh pegetahuan tanpa mengusahakannnya. Pengetahuan ini terjadi karena kehendak Tuhan. Hanya para nabilah yang mendapat wahyu.
            Wahyu Allah berisikan pengetahua yang baik mengenai kehidupan manusia itu sendiri, alam semesta dan juga pengetahuan transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan di akhitar nanti. Pengetahuan wahyu lebih banyak menekankan pada kepercayaan yang merupakan sifat dasar dari agama.
E. Cara Memperolah Ilmu Pengetahuan
            Lima sumber pengetahuan yang telah disebutkan diatas, menitik beratkan pada akal dalam rangka   memperoleh atau mendapatkan pengetahuan. Empiris menggunakan akal untuk membentuk ide/konsep dari objek. Apalagi dalam aliran rasionalisme yang menekankan pada akal. Intuisi, illuminasi dan wahyu pun diperoleh dari akal yang berfikir. Meskipun demikian pengetahuan yang dihasilkan dari sumber tersebut berbeda-beda.
            Dr. Muhamad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua, pertama; ilmu yang bersumber dari Tuhan, kedua; ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu pertama; ilmu Qadim dan kedua; ilmu Hadits. Ilmu Qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadits yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.[22]
Menurut Al-Gazali sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Amsal Bakhtiar berpendapat bahwa ilmu dibagi menjadi dua macam yaitu ilmu syar’iyah dan ilmu aqliyyah. Ilmu syar’iyyah adalah ilmu religius karena ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban yang memiliki syar’iyyah (hukum wahyu) sedangkan ilmu aqliyyah adalah ilmu yang diluar dari ilmu syar’iyyah. Seperti ilmu alam, matematika, metafisika, ilmu politik dll.
F.   Periodesasi Perkembangan Ilmu
1.    Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Babilonia dan Mesir
             Sekitar tahun 3000 SM di daerah Mesopotamia, orang mulai bertani dalam jumlah besar, menggunakan binatang dan bajak, memiki perahu dan kendaraan beroda sebagai sarana transportasi. Mereka juga sudah mampu mengolah logam dan membuat barang dari keramik. Tahun 2500 SM bangsa Sumeria telah mengenal matematika. Tahun 2000 SM dinasti Hammurabi mengembangkan kemajuan kebudayaan. Matematika semakin berkembang. Banyak sekolah didirikan. Orang Babilonia telah mampu membagi hari dalam jam serta menyatakan bahwa satu tahun terdiri atas 365 hari.
Di bidang astronomi para pemuka agama melakukan pengamatan terhadap angkasa dan memberi nama bintang-bintang dengan Pisces, Gemini, Scorpio dan lain-lain yang sekarang disebut zodiac. Kemudian melalui pengamatan tersebut , mereka mencoba meramalkan nasib seseorang dikaitkan dengan hari kelahirannya.
Pengetahuan tentang kedokteran juga telah lama dikenal di Babilonia. Pada tahun 2350 SM telah ada dokter di Babilonia Selatan. Akan tetapi pada saat itu pengetahuan yang dikembangkan bercampur dengan anggapan bahwa penyakit itu dibawa oleh roh jahat. Oleh karena itu pengobatannya pun dilakukan melalui obat dan mantra. Yang diketahui dari buku-buku kedokteran yang memuat tulisan yang berisi campuran antara resep dan mantra. Dalam bidang ekonomi orang Babilonia juga telah mengenal perdagangan dalam bentuk barter. Kerajinan tangan membuat sepatu, menyamak kulit, memotong batu, textil.dll.[23]
Kebudayaan Mesir di Zaman Purba lebih maju. Di bidang transportasi orang Mesir sudah berhasil menemukan kereta beroda dan perahu layer. Juga mengenal timbangan yang memungkinkan mereka mengetahui berat suatu benda. Pembuatan textile dengan cara menenun telah dilakukan dengan alat tenun.
Pada tahun 2500 SM di Mesir telah dibangun Piramid yang sisi-sisinya tepat menghadap Barat, Timur, Utara dan Selatan. Pembangunan Piramid menunjukan telah dipergunakannya Matematika untuk menghitung sudut elevasi Piramid.[24]
Dalam bidang kedokteran ditemukan tulisan tentang cara-cara pengobatan orang sakit . Pada papyrus ebers misalnya, terdapat keterangan tentang denyut nadi pada beberapa bagian badan, mekanisme pernafasan, daftar penyakit, resep obat untuk penyakit mata, telinga dan perut dan lain-lain. Pengobatan suatu penyakit selain menggunakan obat-obatan yang terdiri dari ramuan tumbuhan dan bahan kimia seperti minyak jarak, soda, garam, timbale dan garam tembaga, juga menggunakan mantera. Lemak harimau, buaya, ular dan angsa digunakan sebagai obat penumbuh rambut. Dalam papyrus ini ditulis pula cara-cara mengawetkan makanan dengan menggunakan garam, cuka dll. Dokter pertama kali dikisahkan bernama Imhotep dan kemudian dianggap sebagai dewa pengobatan pada tahun 3000 SM sedangkan gambar-gambar tentang suatu operasi atau pembedahan telah ada pada tahun 2500 SM.Gambar tersebut terdapat sebagai ukiran dalam suatu makam di Mesir. Akan tetapi pada orang yang menderita penyakit jiwa, pengobatannya tidak melalui dokter, akan tetapi diserahkan pada ahli mengusir roh jahat.
Dalam bidang pengolahan logam orang Mesir telah lama mengenal cara-cara pemurnian emas, pengolahan besi serta bijih logam lainnya. Hal ini dapat diketahui dengan ditemukannya benda-benda dari logam yang berupa perhiasan atau senjata. Emas, perak dan tembaga diperkirakan telah ada pada tahun 3000 SM. Perunggu telah dipergunakan orang pada tahun 2500 SM dan pada waktu itu besi dan timbal telah ditemukan .raksa telah dikenal orang pada tahun 1500 SM. Timbale terdapat sebagai bijih timbal sulfide di suatu tempat dekat laut Merah. Tambang emas terletak di sebelah timur sungai Nil di daerah yang disebut Nubia.
Selain logam, orang Mesir juga mengenal cara pembuatan gelas dan keramik. Mereka telah menggunakan alat yang berupa roda yang berputar pada sumbu tegak untuk memberi bentuk kepada tanah liat yang digunakan, misalnya bentuk suatu bejana kemudian dibakar dalam sebuah tungku atau tanur tinggi yang tertutup. Pembuatan gelas secara besar-besaran baru dilakukan pada tahun 1370 SM dengan menggunakan netron yang dilebur bersama kwarsa. Senyawa-senyawa tembaga dipakai untuk memberi warna hijau atau biru pada gelas. Kira-kira pada tahun 4000 SM orang-orang Mesir juga telah mengenal zat warna indigo yang digunakan untuk memberi warna pada tekstil .[25]
2. Perkembangan Pengetahuan di India
Pada zaman kuno, pengetahuan yang telah dikenal di daerah lembah sungai Indus ini adalah astronomi, matematika dan kedokteran. Walaupun tidak dapat menyamai perkembangan astronomi di Babilonia, namun para pengamat benda-benda angkasa telah mengamati posisi matahari, bulan dan beberapa bintang. Dari pengamatan itu ditentukan banyaknya waktu dalam satu tahun dan satu bulan, Trigonometri serta lambang-lambang bilangan juga dikembangkan dengan baik. Berhitung dengan menggunakan angka nol dan angka satu sampai sembilan berkembang dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan kedokteran telah dikenal di India beberapa ratus tahun Sebelum Masehi. Tulisan tentang pengetahuan kedokteran memuat beberapa cara pengobatan yang bebas dari pengaruh mistik. Menurut teori kedokteran pada jaman kuno, tubuh manusia terdiri atas lima unsure alami yaitu : tanah, air, api, angin dan ruang kosong. Air, api dan angin adalah unsur yang aktif. Apabila ketiga unsur tersebut berada dalam keseimbangan dan keserasian maka orang akan sehat. Kelebihan atau kekurangan salah satu unsure tadi menyebabkan adanya ketidakseimbangan dan ketidakserasian yang mengakibatkan orang menjadi sakit. Tumbuh-tumbuhan digunakan untuk keperluan pengobatan. Pengobatan penyakit dengan cara pembedahan juga telah lama dikenal.[26]
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Cina
Perkembangan Ilmu pengetahuan di Cina dapat diketahui dari penemuan arkeologi, yaitu pada masa Dinasti Shang ( 1523-1028 SM ) dan Dinasti Chin ( 1027 – 256 SM ). Pada masa – masa tersebut orang telah mengenal tulisan, pembuatan keramik, kendaraan beroda, cara bertanam padi, pembuatan sutera alam, dan pembuatan alat-alat dari perunggu.perunggu telah lama dikenal pada abad ke -10 SM. Pengolahan besi dikenal abad ke-6 SM. Pada masa Dinasti Shang dan Chin, teknologi di Cina mencapai kemajuan besar. Dalam bidang kedokteran bangsa Cina juga telah mengenal bentuk pengobatan dengan menggunakan tusuk jarum ( akupuntur ) pada beberapa abad sebelum masehi.
Di samping itu dalam sebuah buku kuno yang ditulis pada tahun 1200 SM terdapat tulisan tentang asal mula benda-benda. Disebutkan bahwa benda berasal dari dua macam kekuatan yaitu Yin dan Yang. Yin membawa cirri buruk, sedangkan Yang membawa ciri baik. Sifat suatu benda tergantung dari jumlah Yin dan Yang yang terkandung dalam benda tersebut. Karena itu mereka percaya bahwa satu benda dapat berubah menjadi benda lain apabila jumlah Yin dan Yang dalam benda tersebut diubah, misalnya suatu logam dapat diubah menjadi logam mulia dengan mengurangi Yin dan menambah jumlah Yang. Dalam buku lian yang ditulis pada tahun 2200 SM disebut adanya lima unsur yang membentuk benda yaitu air, api, kayu, logam dan tanah.
Menurut Jerome R. Ravertz, dalam bukunya Filsafat Ilmu, hingga zaman Renaissans teknologi Cina lebih maju dari Eropa.[27]
G. Sekilas Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Islam Klasik
Mengenai zaman Islam klasik, Harun  Nasution menyebutkan antara 650-1250 M. ini terjadi semenjak Rasul Muhammad SAW menyebarkan risalahnya sampai hancurnya Baghdad pada abad XIII M.[28]
Dalam dunia Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang terkandung dalam Al-Qura’an dan bimbingan Nabi Muhammad SAW mengenai wahyu tersebut. Al-‘ilm  itu sendiri dikenal sebagai sifat utama Allah SWT. Dalam bentuk kata yang berbeda. Allah SWT disebut juga sebagai al-‘Alim, yang artinya “Yang Maha Mengetahui”. Ilmu adalah salah satu dari sifat utama Allah SWT dan merupakan satu-satunya kata yang komprehensif serta bisa digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWt.
Keterangan tafsir sering kali ditekankan sehubungan dengan kelima ayat Al-Qur'an yang paling pertama diwahyukan (QS.96:l-5), antara lain bah­wa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat penting. Banyaknya ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi SAW tentang ilmu antara lain memberi kesan bahwa tujuan uta­ma hidup ini ialah memperoleh ilmu tersebut.
Dalam hubungan ini, sebagian ahli menerang­kan perkembangan ilmu dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi di mana mereka hidup, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut pendekatan ini, ge­nerasi pada masa Nabi Muhammad SAW telah menangkap semangat ilmu yang diajarkan oleh Islam yang disampaikan oleh Nabi SAW tetapi se­mangat itu baru menampakkan dampak yang amat luas setelah Nabi SAW wafat. Hadirnya Nabi SAW di tengah-tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh Nabi SAW.
Generasi sesudah Nabi SAW wafat, yang menyaksikan proses berlangsung dan turunnya wahyu sehingga berhasil menginternalisasi dan menyerapnya ke dalam diri mereka, menilai situasi yang mereka hadapi dengan semangat wahyu yang telah mereka serap. Penilaian terhadap situasi baru yang lebih bercorak intelektual berlangsung pada generasi tabiin dan tabiit tabiin (tabi'at-tabi'in) karena metode yang dipakai menyerupai metode ilmu yang dikenal kemudian, bahkan sebagian metode ilmu yang dikenal sekarang berasal dari generasi tersebut. Metode tersebut adalah metode nass, yaitu mencari rujukan kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan teks-teks hadis yang sifatnya langsung, jelas, dan merujuk pada situasi yang dihadapi, atau mencari teks yang cukup dekat dengan situasi atau masalah yang dihadapi bila teks langsung tidak diperoleh. Metode yang lainnya disebut metode kias atau penalaran analogis.[29]
Menurut pendekatan ini, pemikiran tentang hukum adalah ilmu yang paling awal tumbuh dalam Islam. Munculnya sejumlah hadist yang digunakan untuk keperluan pemikiran hukum, di samping ayat-ayat Al-Qur'an, menjadikan hadist pada masa-masa.
tersebut tumbuh menjadi ilmu tersendiri. De­ngan alasan yang berbeda dengan lahirnya ilmu hukum, teologi atau ilmu kalam muncul menjadi ilmu yang berpangkal pada persoalan-persoalan politik, khususnya pada masa kekhalifahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib. Ilmu kalam semakin menegaskan dirinya sebagai disiplin ilmu tersendiri ketika serangan yang ditujukan kepada Islam memakai pemikiran filsafat sebagai alat. Oleh karena itu, dirasakan bahwa penyerapan fil­safat merupakan suatu keharusan untuk dipakai dalam membela keyakinan-keyakinan Islam.[30]
Perkembangan ilmu paling pesat dalam Islam terjadi ketika kaum muslimin bertemu dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju dari bangsa-bangsa yang mereka taklukkan. Perkembang­an tersebut semakin jelas sejak permulaan kekuasaan Bani Abbas pada pertengahan abad ke-8. Pemindahan ibukota Damsyik (Damascus) yang terletak di lingkungan Arab ke Baghdad yang berada di lingkungan Persia yang telah memiliki budaya keilmuan yang tinggi dan sudah mengenal ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, menjadi alat picu semaraknya semangat keilmuan yang telah dimiliki oleh kaum muslimin.
Pada masa ini umat islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan baik aqli ( rasional ) maupun yang naqli mengalami kemajuan dengan sangat pesat. Proses pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara penerjemahan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu, seperti bangsa yunani, romawi, dan persia, serta berbagai sumber naskah yang ada di timur tengah dan afrika, seperti mesopotamia dan mesir.
Diantara banyak ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan adalah kelompok Mawali atau orang-orang non arab, seperti orang persia. Pada masa itu, pusat kajian ilmiah bertempat di masjid-masjid, misalnya masjid Basrah. Di masjid ini terdapat kelompok studi yang disebut Halaqat Al Jadl, Halaqad Al Fiqh, Halaqad Al Tafsir wal Hadist, Halaqad Al Riyadiyat, Halaqad lil Syi’ri wal adab, dan lain-lain. Banyak orang dari berbagai suku bangsa yang datang ke pertemuan ini. Dengan demikian berkembanglah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Pada permulaan Daulah Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya beberapa lembaga non formal yang disebut Ma’ahid. Baru pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid didirikanlah lembaga pendidikan formal seperti Darul Hikmah yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al Makmun. Dari lembaga inilah banyak melahirkan para sarjana dan ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan Daulah Abbasiyah dan umat islam pada umumnya.[31] Masa ini dicatat oleh sejarah sebagai masa kaum muslimin menyerap khazanah ilmu dari luar tanpa puas-puasnya. Akan tetapi prestasi terbesar al-Makmun adalah pembangunan Bait al-hikmah.[32]
Pada mulanya, suatu karya diterjemahkan dan dipelajari karena alasan praktis. Misalnya, ilmu kedokteran dipelajari untuk mengobati penyakit khalifah dan keluarganya; untuk mendapatkan kesempurnaan pelaksanaan ibadah, ilmu falak berkembang dalam menentukan waktu shalat secara akurat. Akan tetapi, motif awal dipelajarinya ilmu-ilmu ter­sebut ternyata pada perkembangan selanjutnya mengalami pertumbuhan sedemikian rupa, sehing­ga tidak lagi terbatas untuk keperluan-keperluan praktis dan ibadah tetapi juga untuk keperluan yang lebih luas, misalnya, untuk pengembangan il­mu itu sendiri. Dengan demikian, ilmu yang diserap itu ditambah dan dikembangkan lagi oleh kaum muslimin dengan hasil-hasil pemikiran dan penyelidikan mereka.
Beberapa disiplin ilmu yang sudah berkembang pada masa klasik Islam adalah: ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu usul fikih, ilmu tasawuf, yang biasa pula disebut sebagai bidang ilmu naqli, ilmu-ilmu yang bertolak dari nas-nas Al-Qur'an dan hadis. Adapun dalam bidang ilmu 'aqli atau ilmu rasional, yang berkembang antara lain ilmu filsafat, ilmu kedokteran, ilmu farmasi, ilmu sejarah, ilmu astronomi dan falak, ilmu hitung, dan lain-lain.
Pada masa ini dikenal banyak sekali pakar dari berbagai ilmu, baik orang Arab maupun muslim non-Arab. Sejarah juga mencatat, bahwa untuk pe­ngembangan ilmu-ilmu tersebut para pakar muslim bekerja sama dengan pakar-pakar lainnya yang ti­dak beragama Islam. Muhammad bin Ibrahim al-Fazari dipandang sebagai astronom Islam pertama. Muhammad bin Musa al-Khuwarizmi (wafat 847M) adalah salah seorang pakar matematika yang mashyur. Ali bin Rabban at-Tabari dikenal sebagai dokter pertama dalam Islam, di samping Abubakar Mu­hammad ar-Razi (wafat 925M) sebagai seorang dokter besar. Jabir bin Hayyan (wafat 812M) adalah "bapak" ilmu kimia dan ahli matematika. Abu Ali al-Hasan bin Haisam (wafat 1039M) adalah nama besar di bidang ilmu optik. Ibnu Wazih al-Yakubi, Abu Ali Hasan al-Mas'udi (wafat 956M), dan Yakut bin Abdillah al-Hamawi adalah nama-nama tenar untuk bidang ilmu bumi (geografi) Islam dan Ibnu Khaldun untuk kajian bidang ilmu sejarah. Disamping nama-nama besar diatas, masih banyak lagi pakar-pakar ilmu lainnya yang sangat besar peranannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
            Besarnya pengaruh bidang keilmuan yang ditinggalkan kaum ilmuwan muslim pada abad-abad yang lampau tidak hanya tampak pada banyaknya nama-nama pakar muslim yang disebut dan ditulis dalam bahasa Eropa, tetapi juga pada pengakuan yang diberikan oleh dan dari berbagai kalangan ilmuwan.  Zaman Kebangkitan atau Zaman Renaisans di Eropa, yang di zaman kita telah melahirkan ilmu pengetahuan yang canggih, tidak lahir tanpa andil yang sangat besar dari pemikiran dan khazanah ilmu dari ilmuwan muslim pada masa itu.

H.  Tokoh-tokoh Ilmuwan dan karya-karyanya
Sepanjang Eropa mengalami masa kegelapan, di sebelah selatan Laut Tengah berkembang kerajaan bangsa Arab yang dipengaruhi dengan Islam. Dengan berkembangnya pengaruh Islam, maka semakin banyak pula tokoh-tokoh ilmuwan Islam yang berperan dalam perkembangan Ilmu. Dalam buku Sejarah Filsafat Ilmu & Teknologi karangan Burhanuddin Salam (2004), buku Filsafat Ilmu dan Perkembangannya karangan M. Thoyibi (1997), serta buku Filsafat Ilmu yang disusun oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM (2001), disebutkan beberapa tokoh ilmuwan muslim yang berpengaruh bagi sejarah perkembangan ilmu. Mereka adalah sebagai berikut:[33]
1) al-Fārābi (870 M - 950 M).[34] Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa. Selain itu, karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah Islam.
2) al-Khawārizmī (780 M - 850 M). Hasil pemikirannya berdampak besar pada matematika, yang terangkum dalam buku pertamanya, al-Jabar. Selain itu karyanya adalah al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa’l-muqabala (Buku Rangkuman untuk Kalkulasi dengan Melengkapakan dan Menyeimbangkan), Kitab surat al-ard (Pemandangan Bumi). Karya tersebut masih tersimpan di Strassberg, Jerman.
3) al-Kindi (801 M - 873 M),[35] bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik(yang dibangunnya dari berbagai prinip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik.
4) al-Ghazali (1058 M - 1111 M) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat. Karya-karyanya berupa kitab Al-Munqidh min adh-Dhalal, Al-Iqtishad fi al-I’tiqad, Al-Risalah al-Qudsiyyah, Kitab al-Arba’in fi Ushul ad-Din, Mizan al-Amal, Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah, Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama) merupakan karyanya yang terkenal, Kimiya as-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan), Misykah al-Anwar (The Niche of Lights), Maqasid al-Falasifah, Tahafut al-Falasifah (buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence), Al-Mushtasfa min ‘Ilm al-Ushul, Mi’yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge), al-Qistas al-Mustaqim (The Just Balance), dan Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic).
5) Ibnu Sina (980 M -1037 M). Ia dikenal sebagai Avicenna di Dunia Barat. Ia adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter. Bagi banyak orang, beliau adalah “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad. Karyanya adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Al-Qanun fi At Tibb.
6) Al-Razi (865 M - 925 M) yang dikenal dengan nama Razes. Seorang dokter klinis yang terbesar pada masa itu dan pernah mengadakan satu penelitian Al-Kimi atau sekarang lebih terkenal disebut ilmu Kimia.Di dalam penelitiannya pada waktu itu Al-Razi sudah menggunakan peralatan khusus dan secara sistimatis hasil karyanya dibukukan, sehingga orang sekarang tidak sulit mempelajarinya. Disamping itu Al-Razi telah mengerjakan pula proses kimiawi seperti: Distilasi, Kalsinasi dan sebagainya dan bukunya tersebut merupakan suatu buku pegangan laboratorium Kimia yang pertama di dunia. orang pertama membuat jahitan pada perut dengan benang dibuat dari serat, dan orang pertama yang berhasil membedakan antara penyakit cacar dengan campak. Buku karya Al-Razi paling termasyhur berjudul Al-Hawi Fi Ilm Al-Tadawi yang terdiri dari 30 jilid dan dirangkum ke dalam 12 bagian dan Al-Mansuri, berisi tentang pembedahan seluruh tubuh manusia.[36]
Selain dari daftar nama ilmuwan di atas, masih banyak lagi ilmuwan muslim yang lain. Dalam bidang fiqih ada Imam Hanafi (699M - 767 M), Imam Malik (712 M -798 M), Imam Syafi’i (767 M - 820 M) dan Imam Hanbali (780 M - 855 M) yang besar dengan kitab masing-masing. Sementara dalam bidang sosial, terdapat nama Yaqut bin Abdullah al Hamawi (1179 M - 1229 M) yang mengarang kitab Mu’jam al-Buldan (Kamus Negara). Ibnu Yunis, yang menggabungkan do­kumen-dokumen penelitian yang dibuat 200 tahun sebelumnya dan menyiapkan­nya untuk tabel astronomi Hakimite. Umar al-Khayyãm, yang dikenal dengan karya kalender Jalali-nya yang sempurna dan dipakai di Persia un­tuk penanggalan. Cendekiawan seperti Will Durant dan Fielding H. Garrison, kimiawan Muslim dianggap sebagai pendiri kimia. Abu Rayhan al-Biruni sebagai perintis indologi, geodesi dan antropologi.
Sebagian bangsa di Asia juga mulai memperlihatkan perkembangan ilmu mereka. Dari Cina ada salah satu contoh terbaik akan Shen Kuo (1031 M - 1095 M), seorang ilmuwan dan negarawan yang pertama kali menggambarkan magnet-jarum kompas yang digunakan untuk navigasi, menemukan konsep utara sejati, perbaikan desain astronomi Gnomon, armillary bola, penglihatan tabung, dan clepsydra, dan menggambarkan penggunaan drydocks untuk memperbaiki perahu. Selain itu, Shen Kuo juga menyusun teori pembentukan tanah, atau geomorfologi. Ada juga Su Song (1020 M - 1101 M) juga seorang astronom yang menciptakan langit bintang atlas peta, menulis sebuah risalah farmasi dengan subyek terkait botani, zoologi, mineralogi, dan metalurgi, dan telah mendirikan besar astronomi clocktower di Kaifeng pada tahun 1088.

I.     Perkembangan Iptek di Timur  

Jika kita bandingkan realitas peradaban umat Islam saat ini dengan umat Islam di masa Khilafah Abbasiyah, terlihat perbedaan yang mencolok. Di zaman Abbasiyah umat Islam mampu menjadi sumber ilmu pengetahuan yang dipegang Barat saat ini. Sedangkan umat Islam saat ini hanya menjadi konsumen dari ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang dikembangkan masyarakat Barat. Melihat keterpurukan umat saat ini dan kemajuan umat Islam masa lampau muncul ide membangun kembali “runtuhnya” peradaban Islam yang dikemas dalam bentuk “jihad membangun peradaban”, bukan jihad dengan teror dan kekerasan. Apa yang dimaksud dengan jihad membangun peradaban? Berikut ini perbincangan Tim Reportase Center for Moderate Muslim (CMM) dengan M. Hilaly Basya, Direktur Eksekutif Center for Moderate Muslim (CMM) beberapa pekan lalu:[37]
Makna peradaban bisa kita pahami dari gambaran peradaban-peradaban yang sudah ada dalam sejarah. Misalnya peradaban Islam dan Barat. Peradaban biasanya selalu dikaitkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi, jihad membangun peradaban berarti upaya bersungguh-sungguh membangun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesungguhnya makna peradaban lebih luas lagi dari apa yang tadi saya katakan. Seperti persoalan kemanusiaan, kebudayaan, moralitas, dan seterusnya. Apakah peradaban didefinisikan hanya dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi? Dalam batas-batas tertentu peradaban selalu dikaitkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ilmu pengetahuan dan teknologi akan memengaruhi aspek-aspek lain dari peradaban.[38]
Apa signifikansi jihad membangun peradaban ini? Peradaban Barat yang maju saat ini memberikan kontribusi besar bagi kehidupan manusia secara umum. Artinya, seluruh kehidupan manusia tertolong, katakanlah mendapatkan kemudahan akibat peradaban Barat yang maju. Pentingnya membangun peradaban dalam rangka memudahkan kehidupan manusia itu sendiri. Misalnya dalam transportasi. Transportasi saat ini lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan zaman dulu.
Kita melihat bahwa saat ini peradaban Islam tertinggal dari peradaban Barat. Apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini? Tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di Barat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama. Kalau dihitung dari sekarang, sekitar 300 atau 400 tahun yang lalu Barat mengembangkan teknologi secara tekun. Dari sini kita pahami bahwa kemajuan Barat yang merupakan proses panjang dari ketekunan dan keuletan masyarakat Barat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau dibandingkan dengan masyarakat atau bangsa-bangsa Islam, kita melihat bahwa tradisi pengembangan ilmu pengetahuan sebenarnya telah ada saat Islam baru tumbuh. Sayangnya tradisi pengembangan ilmu pengetahuan ini terputus di tengah-tengah dan barangkali sekarang baru beranjak untuk bangkit kembali.
Jadi, karena tradisi pengembangan ilmu pengetahuan terputus, maka umat Islam saat ini tertinggal. Banyak faktor yang menyebabkan keterputusan tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di tubuh umat Islam, seperti perpecahan internal dan adanya orientasi yang berbeda di kalangan pemimpin Islam. Akibat keterputusan ini, kita tertinggal dari masyarakat Barat dan kita membutuhkan sekitar 100 tahun untuk berpikir kembali membangun ilmu pengetahuan di tubuh umat Islam. Apakah ide “jihad membangun peradaban” ini merupakan terobosan baru atau merupakan penyegaran dari ide yang telah ada sebelumnya? Saya kira jihad membangun peradaban ini merupakan penyegaran. Artinya, konsep ini sebenarnya sudah ada dalam ajaran Islam, tetapi karena umat Islam dipengaruhi oleh budaya dan lingkungannya, maka konsep membangun peradaban ini menjadi layu di tengah perjalanan umat Islam dan karena itu perlu kita segarkan kembali.
Ketertinggalan umat Islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi bisa kita analogikan dengan kebodohan. Sedangkan kebodohan erat kaitannya dengan kemiskinan, dan dua variabel ini, kemiskinan dan kebodohan, saling mempengaruhi.




BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidak terpusat pada satu tempat atau wilayah tertentu saja. Selain di Eropa , Dunia Timur juga terbukti memberikan sumbangsih yang besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak penemuan yang terjadi di Dunia Timur yang baru dikembangkan belakangan di Dunia Barat.
Beberapa disiplin ilmu yang sudah berkembang pada masa klasik Islam adalah: ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu usul fikih, ilmu tasawuf, yang biasa pula disebut sebagai bidang ilmu naqli, ilmu-ilmu yang bertolak dari nas-nas Al-Qur'an dan hadis. Adapun dalam bidang ilmu 'aqli atau ilmu rasional, yang berkembang antara lain ilmu filsafat, ilmu kedokteran, ilmu farmasi, ilmu sejarah, ilmu astronomi dan falak, ilmu hitung, dan lain-lain.


















DAFTAR PUSTAKA

Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas Atau Historivitas?,( cet III Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2002), h. 244
A.W. Munawar, Kamus Al-Munawwar Arab Indonesia Terlengkap, ditelaah oleh KH.Ali Ma’sum, KH. Zaenal Abidin,cet. Xiv, (Surabaya Pustaka Progressif, 1997), h.966.
Bchtiar, Amsal . ( 2010), Filsafat Ilmu, Jakarta; Rajawali Press
Jujun S Suryasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Popular, cet. Xii, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1999)
Mulyadi Kertanegara, Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi Holistic, (Jakarta; UIN Jakarta Press, 2005)
Mukhtar, Orientasi Ke Arah Pemeahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014)
Louis O. Kattsoft, Pengantar Filsafat, (cet. Vii, Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya, 1996), h.146
Surajiyo, Ilmu Filsafat, suatu pengantar, (cet.I; Jakarta; PT. Bumi Aksara, 2005)
Supalan Suharsono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 1997)
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, cet.v., (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2000), h. 87
Qadir, C. A. (1989), Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Jakarta; Yayasan Obor Indonesia
Supriyadi, Dedi . (2009), Pengantar Filsafat Islam, Bandung; Pustaka Setia
R. Ravertz, Jerome. (2009), Filsafat Ilmu, Yogyakarta; Pustaka pelajar
Sunanto, Musyrifah. (2007), Sejarah Islam Klasik, Jakarta; Kencana Prenada Media Group
http://studitimteng.blogspot.com/2009/04/perkembangan-iptek-di-timur-tengah.html




[1] Mukhtar, Orientasi Ke Arah Pemeahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal. 43
[2] Mukhtar, Orientasi Ke Arah Pemeahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal. 45
[3] Mukhtar, Orientasi Ke Arah Pemeahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal. 48
[8]A.W. Munawar, Kamus Al-Munawwar Arab Indonesia Terlengkap, ditelaah oleh KH.Ali Ma’sum, KH. Zaenal Abidin,cet. Xiv, (Surabaya Pustaka Progressif, 1997), h.966.
[9] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, cet.v., (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2000), h. 87
[10] Supalan Suharsono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 1997), h. 35
[11] Amsal, Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Perss, 2009), h. 85
[12] Endang Saifuddin Anshari. Ilmu, Filsafat dan Agama. (Cet. Vii, Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1987), h. 50.
[13] Mulyadi Kertanegara, Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi Holistic, (Jakarta; UIN Jakarta Press, 2005). H. 101.
[14] Jujun S Suryasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Popular, cet. Xii, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1999), h. 50-54.
[15] Surajiyo, Ilmu Filsafat, suatu pengantar, (cet.I; Jakarta; PT. Bumi Aksara, 2005), h. 28
[16] Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas Atau Historivitas?,( cet III Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2002), h. 244
[17] Louis O. Kattsoft, Pengantar Filsafat, (cet. Vii, Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya, 1996), h.146
[18] Amsal Bakhtiar, op. cit., h.100
[19] Amsal, Bakhtiar, Op., cit.,h. 102

[21] Ahmad Tafsir, op. cit., h.27
[22] Amsal, Bakhtiar, Op. cit., h. 123
[23] http://pagenjahan.blogspot.com/2010/03/sejarah-awal-perkembangan-ilmu.html
[24] http://pagenjahan.blogspot.com/2010/03/sejarah-awal-perkembangan-ilmu.html
[25] http://pagenjahan.blogspot.com/2010/03/sejarah-awal-perkembangan-ilmu.html
[26] http://pagenjahan.blogspot.com/2010/03/sejarah-awal-perkembangan-ilmu.html
[27] Jerome R. Ravertz., Filsafat Ilmu,( Yogyakarta, Pustaka pelajar, 2009), Hlm 23
[28] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm. 6
[29] http://chandrahermawan.blogdetik.com/2015/05/11/9/
[30] http://ngbmulty.multiply.com/journal/item/38

[31] Amsal Bchtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta; Rajawali Press, 2010
[32] C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1989, hlm 40
[33] http://jadiwijaya.blog.uns.ac.id/2010/06/02/sejarah-perkembangan-ilmu/
[34] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, Bandung; Pustaka Setia, 2009, hlm. 80
[35] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, Bandung; Pustaka Setia, 2009, hlm.49
[36] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, Bandung; Pustaka Setia, 2009, hlm. 68

[37] http://studitimteng.blogspot.com/2009/04/perkembangan-iptek-di-timur-tengah.html

[38]http://studitimteng.blogspot.com/2009/04/perkembangan-iptek-di-timur-tengah.html