Senin, 14 September 2015

DISERTASI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
            Perkembangan dunia pendidikan pada sisi pengelolaan profesionalisme manajemen semakin cepat, beriringan dengan cepatnya pertumbuhan masyarakat. Standarisasi pendidikan  bermunculan sesuai dengan kebutuhan serta tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. Bermunculannya sekolah Rencana Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), Sekolah Berstandar Internasional (SBI), maupun Sekolah Standar Nasional (SSN) adalah sebuah organisasi sekolah yang sudah mengedepankan keberadaan organisasi yang mengacu kepada pengelolaan organisasi yang profesional. Hal ini sebagai alternatif pilihan bagi masyarakat yang menginginkan adanya pelayanan proses yang baik.
            Di dalam Negara yang sedang berkembang inovasi pendidikan masih terbatas karena memerlukan waktu dan dana yang cukup. Oleh sebab itu, biasanya kegiatan inovasi dan eksperimen dilakukan oleh pemerintah pusat. Demikian pula proses diseminasi inovasi memerlukan sarana dan biaya yang cukup memadai. Dalam pendekatan penyelenggaraan pendidikan dasar yang sentralistik, proses inovasi dan diseminasi relatif lebih mudah dapat dilaksanakan.[1]
            Pengelolaan pendidikan yang profesional, merupakan hal wajib dan harus ditempuh apabila menginginkan terjadi proses pendidikan yang maksimal dengan hasil yang optimal melalui mekanisme organisasi yang baku. Sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan memberikan pelayanan proses terhadap anak didik, membutuhkan berbagai macam alat untuk menghasilkan Out put pendidikan yang diharapkan masyarakat.  Kebutuhan masyarakat terhadap hasil pendidikan yang baik dan mempunyai mutu, mengharuskan organisasi sekolah untuk menyediakan segala kebutuhan perangkat proses dalam rangka menghasilkan mutu pendidikan melalui program yang dibuat maupun mekanisme manajemen terapannya.
            Sekolah diharapkan dapat melakukan proses pembelajaran yang efektif, dapat mencapai tujuan yang diharapkan, materi yang diajarkan relevan dengan kebutuhan masyarakat, berorientasi pada hasil (out put), dan dampak (out come), serta melakukan penilaian, pengawasan, dan pemantauan berbasis sekolah secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal tersebut diperlukan terutama untuk menjamin mutu secara menyeluruh (total quality), dan menciptakan proses perbaikan yang berkesinambungan (continues improvement), karena perbaikan tidak mengenal kata berhenti.[2]
            Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Dimana mutu Sember Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.
            Sebagai satu sistem sosial sekolah merupakan suatu organisasi yang dinamis dan yang berkomunikasi secara aktif. Sebagai satu sistem sosial didalamnya melibatkan dua orang atau lebih yang saling berkomunikasi untuk mencapai tujuan. Beberapa hal menarik dalam membicarakan sekolah sebagai sistem sosial adalah dimensi-dimensi yang terdapat di dalamnya, semangat serta konflik yang terdapat didalam di dalam organisasi itu sendiri.[3]
            Manusia dengan memiliki kedudukan sebagai khalifah Allah, maka perananya menjadi sangat menentukan dalam pengelolaan bumi dan segala isinya. Peran tersebut menjadi penghargaan dan penghormatan bagi manusia atas semua kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Dan diatas amanah khalifah Allah, manusia mengaaktualkan diri sebagai pemimpin-pemimpin masyarakat dari tingkat (rumah tangga) sampai ketingkat atas (pemimpin kepala sekolah, pemimpin Negara atau pemerintahan.[4]
Paradigma manajemen pendidikan dewasa ini sudah tidak memadai lagi untuk menangani berbagai perubahan, dan perkembangan yang ada, apalagi untuk menjangkau jauh kedepan sesuai dengan tuntutan terhadap peran peran pendidikan yang sesungguhnya. Kondisi tersebut menuntut paradigma baru manajemen pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyararakat dan perkembangan zaman, dan sejalan dengan semangat Undang-undang Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional.
            Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan diatas, ada delapan (8) hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, yaitu: [5]
a)    Standar isi, adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
b)    Standar proses, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
c)    Standar pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
d)    Standar sarana dan prasarana, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
e)    Standar pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional, agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
a)    Standar pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selam satu tahun.
b)    Standar penilaian pendidikan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
            Standar nasional pendidikan ini berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.[6] Juga bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Salah satu standar di atas yang paling penting untuk diperhatikan yaitu standar pendidik dan kependidikan. Dimana seorang pendidik harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini, yaitu kompetensi peadagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Ada empat (4) standar kualitas pendidikan dalam urutan prioritasnya adalah sebagai berikut : guru, kurikulum, atmosfer akademik, dan sumber keilmuan.
Menurut John Elliot, seperti yang dikutip oleh Mukhtar dan Iskandar, merinci makna yang terkandung di dalam akuntabilitas, yaitu : (1) cocok atau sesuai (fitting In) dengan peranan yang di harapkan, (2) menjelaskan dan mempertimbangkan kepada orang lain tentang keputusan dan tindakan yang di ambilnya, (3) performan yang cocok dan meminta pertimbangan/penjelasan kepada orang lain. Akuntabilitas membutuhkan aturan, ukuran atau kriteria, sebagai indikator keberhasilan suatu pekerjaan atau perencanaan.[7]
Akuntabilitas merupakan suatu pertanggungjawaban, baik secara personal atau terhadap bawahan yang telah didelegasikan oleh seorang pimpinan, dan menjadi kewajiban organisasi/sekolah bahwa ia diberhentikan atau diberi kewenangan untuk melakukan tugas.[8]
            Transformasi sekolah era kontemporer menuju sekolah bermutu terpadu diawali dengan komitmen bersama terhadap mutu pendidikan oleh komite sekolah, administrator, guru, staf, siswa, dan orangtua dalam komunitas sekolah. Sedangkan prosesnya, melalui manajemen strategi yang berorientasi pada mutu dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumen (users education).[9]
 Berbagai perubahan masyarakat, dan krisis multidimensi yang telah lama melanda bangsa Indonesia menyebabkan sulitnya menemukan sosok pemimpin ideal yang memiliki komitmen tinggi terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Dalam berbagai bidang kehidupan banyak ditemui pemimpin-pemimpin yang sebenarnya kurang layak mengemban amanah kepemimpinannya. Demikian halnya dalam pendidikan, tidak sedikit pemimpin-pemimpin pendidikan karbitan atau amatiran yang tidak memiliki visi dan misi yang jelas tentang lembaga pendidikan atau sekolah yang dipimpinnya.[10]
Seorang pemimpin harus memiliki keahlian manajerial dan memahami hal-hal yang sifatnya teknis agar memudahkan ia mengarahkan dan membina bawahannya. Ia harus memiliki keterampilan berkomunikasi dengan orang lain, memiliki kepiawaian berinteraksi, membangun relasi, dan bersosialisasi, sehingga kepemimpinannya berjalan efektif. Untuk menjadi pemimpin yang akuntabel ia harus memiliki ukuran atau kriteria pemimpin sebagai berikut: pandai membangun team works, energik, dan mempunyai skill.[11]
            Menurut Joseph Juran, seperti yang dikutip oleh Sri Minarti menyatakan bahwa kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi. Ada beberapa elemen bahwa sesuatu dikatakan bermutu atau berkualitas, yakni sebagai berikut: [12]
1.    Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2.    Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3.    Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain).
4.    Kualitas merupakan suatu kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 90 tahun 2013 menjelaskan bahwa: [13]
1.    Pasal 1 ayat 2 bahwa madrasah adalah satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dengan kekhasan Agama Islam yang mencakup Raudhatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
2.    Pasal 41 ayat 1bahwa pengelolaan madrasah dilakukan dengan menerapkan manajemen berbasis madrasah yang dilaksanakan dengan prinsip keadilan, kemandirian, kemitraan dan partisipasi, nirlaba, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
3.    Pasal 61 ayat 3 bahwa Kementrian menyusun peta pengembangan mutu madrasah secara terencana, berjenjang, bertahap, dan berkelanjutan berdasarkan hasil akreditasi madrasah dan ujian nasional, serta kriteria lainnya.
            Kepala kantor kementerian agama adalah seorang pemimpin yang dalam bahasa arab disebut sebagai khalifah, umara’, ulil amri yang diberi amanat dan tanggungjawab, mengatur dan mengelola organisasi pendidikan yang ada di bawah pengawasannya. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’:59).[14]
 Berdasarkan grand tour penulis di kantor kementerian agama di  propinsi Jambi, terdapat beberapa masalah yang terjadi dilapangan yaitu:
 Pertama, kepala kantor kementrian agama memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan secara optimal. Setiap kepala kantor kementrian agama memiliki perhatian yang cukup tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Madrasah. Perhatian tersebut harus ditunjukkan dalam kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan diri secara optimal, pemimpin yang profesional dalam manajemen pendidikan mempunyai harapan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, serta komitmen, dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu madrasah secara optimal. Namun kenyataannya, akuntabilitas kepala kementerian di dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan belum optimal, belum berjalan dengan efektif, hal ini berdampak terhadap rendahnya mutu  pendidikan dan rendahnya kualitas lulusan (out put) yang dikeluarkan, sehingga para siswa tidak sepenuhnya bisa bersaing untuk mendapatkan sekolah favorit.[15]
Kedua, belum efektifnya pembinaan yang dilakukan oleh kepala kantor kementrian terhadap kepala madrasah di dalam menjalankan peranannya sebagai kepala madrasah, hal ini terlihat kurangnya dilakukan pelatihan manajerial kepala madrasah dan seminar pendidikan dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan, untuk menjadi sekolah yang bermutu kepala sekolah harus memiliki kualitas, kompetensi, dan  kreatifitas yang tinggi di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang kepala sekolah.[16]
Ketiga, belum lengkapnya sarana prasarana dan rendahnya produktivitas kerja guru yang berimplikasi pada terhambatnya peningkatan mutu pendidikan, padahal kinerja guru dalam mengajar baik dalam memberikan penjelasan, meyakinkan, dan menyiapkan bahan pelajaran yang lengkap merupakan faktor yang harus di miliki oleh seorang tenaga pendidik, dalam rangka menuju sekolah yang berkualitas dan bermutu.[17]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan pokok penelitian ini adalah belum optimalnya akuntabilitas kementrian agama di propinsi jambi. Pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah: “Mengapa akuntabilitas kepala kantor kementrian agama Propinsi Jambi dalam meningkatkan mutu pendidikan Madrasah Aliyah Negeri di Propinsi Jambi belum optimal?” Dari pokok masalah tersebut selanjutnya dirumuskanlah sub-sub masalahnya sebagai berikut:
1.    Bagaimana  akuntabilitas kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan Madrasah Aliyah Negeri di Propinsi Jambi?
2.    Apa kendala kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan Madrasah Aliyah Negeri di Propinsi Jambi?
3.    Apa saja upaya yang di lakukan oleh kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan Madrasah Aliyah Negeri di Propinsi Jambi?
C. Fokus Penelitian
            Penelitian ini difokuskan pada kantor kementerian agama, dalam hal Akuntabilitas Kepala Kantor Kementerian Agama dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi.

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
     Adapun yang menjadi tujuan utama dari penelitian ini menemukan akuntabilitas kepela kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi. Sedangkan tujuan lainnya adalah:
1.    Untuk mengetahui akuntabilitas kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
2.    Untuk mengungkap faktor-faktor yang menjadi kendala kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
3.    Mengetahui upaya yang di lakukan oleh kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang akan diperoleh dari penulisan desertasi ini adalah:
1.    Pengembangan teori pendidikan agama Islam berkenaan dengan akuntabilitas kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan.
2.  Memberikan suatu kontribusi pemikiran bagi para  praktisi pendidikan dan   para pemerhati pendidikan yang akan dan sedang menggeluti bidang manajemen pendidikan untuk dijadikan sebagai perbandingan hasil penelitian.
3.    Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan penulis tentang akuntabilitas kepala kantor kementrian dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
4.    Sebagai kontribusi pemikiran yang konstruktif dan sistematis bagi pembaca, khususnya tentang akuntabilitas Kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Akuntabilitas
            Akuntabilitas merupakan suatu pertanggungjawaban, baik secara personal atau terhadap bawahan yang telah didelegasikan oleh seorang pimpinan, dan menjadi kewajiban organisasi/sekolah bahwa ia diberhentikan atau diberi kewenangan untuk melakukan tugas.[18]
            Pertanggung-jawaban sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan orang tua. Pertanggung-jawaban ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggungjawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.
Akuntabilitas sebagai salah satu prinsip good corporate governance berkaitan dengan pertanggungjawaban pimpinan atas keputusan dan hasil yang dicapai, sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab mengelola organisasi. Prinsip akuntabilitas digunakan untuk menciptakan sistem kontrol yang efektif berdasarkan distribusi kekuasaan pemegang saham, direksi, dan komisaris. Prinsip-prinsip akuntabilitas adalah:
1.    Mengontrak performan artinya performan para petugas pendidikan dikontrak oleh orang-orang yang berkepentingan dalam pendidikan. Kriteria performan yang sudah disepakati bersama harus dapat dilaksanakan dengan baik.
2.    Memiliki kunci pembentuk arah. Dengan biaya tertentu dan performan dengan kriteria yang sudah dikontrakan itu diharapkan pendidikan dapat mencapai tujuan secara tepat.
3.    Ada unsur pemeriksaan. Pemerikasaan harus dilakukan oleh orang-orang yang bebas yang tidak terlibat dalam kegiatan pendidikan.Para pengontrak adalah merupakan unsur pengontrol dalam kegiatan pendidikan.
4.    Ada jaminan pendidikan. Mutu pendidikan terjamin karena sudah memakai kriteria/ukuran tertentu.
5.    Pemberian inisiatif sebagai imbalan terhadap jerih payah guru dibuatlah insentif.
  Akuntabilitas dalam arti instansi pendidikan dituntut memberi tanggung jawab atas penyelenggaraan dan pelaksanaan misi dan fungsi pendidikan. Akuntabilitas dimaksudkan bukan saja terbatas pada masalah fisik dan keuangan namun lebih dari itu meliputi kesesuaian tujuan pendidikan dengan falsafah moral dan etika. Pada era desentralisasi, otonomi dan keterbukaan ini, semua pihak tentunya sepakat bahwa akuntabilitas publik itu penting. Slamet  menyatakan: tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.[19]
 Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah menilai kinerja sekolah dan kepuasaan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik. Rumusan tujuan akuntabilitas di atas hendak menegaskan bahwa akuntabilitas bukanlah akhir dari sistem penyelenggaran manajemen sekolah, tetapi merupakan faktor pendorong munculnya kepercayaan dan partisipasi yang lebih tinggi lagi.
Ada tiga hal yang memiliki kaitan, yaitu kompetensi, akreditasi, dan akuntabilitas. Lulusan pendidikan yang dianggap telah memenuhi semua persyaratan dan memiliki kompetensi yang dituntut berhak mendapat sertifikat. Lembaga pendidikan beserta perangkat-perangkatnya yang dinilai mampu menjamin produk yang bermutu disebut sebagai lembaga terakreditasi. Lembaga pendidikan yang terakreditasi dan dinilai mampu untuk menghasilkan lulusan bermutu, selalu berusaha menjaga dan menjamin mutuya sehingga dihargai oleh masyarakat adalah lembaga pendidikan yang akuntabel. Dengan kata lain, menurut Mukhtar kepala sekolah merupakan orang yang bertanggung jawab penuh terhadap berhasil tidaknya sekolah dalam mewujudkan sekolah yang berkualitas dan berprestasi.[20]
Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan antara pengelola sekolah dengan masyarakat, sekolah dan orang tua siswa, sekolah dan instansi di atasnya (Dinas pendidikan). Sedangkan akuntabilitas horisontal menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah, antara kepala sekolah dengan komite, dan antara kepala sekolah dengan guru.
Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga public antara lain:
1.    Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probity and legality)
Akuntabilitas hukum berkeitan dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang di isyaratkan dalam menjalankan organisasi sedangkan akuntabilitas skejujuran berkaitan dengan penyalagunaan jabatan.
2.    Akuntabilitas menajerial (managerial accountability)
Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efesien.
3.    Akuntabiltas program (program accountability)
Akuntabilitas program berarti program-program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu yang mendukung strategi dan pencapaian misi,visi dan tujuan organisasi.
4.    Akuntabilitas kebijakan(policy accountability)
Akuntabilitas kebijakan berkaitan dengan pertanggungjawaban lembaga public terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil.
5.    Akuntabilitas financial(financial accountability)
Akuntabilitas financial adalah pertanggungjawaban lembaga public untuk menggunakan uang publik(public money) secara ekonomi, efesien dan efektif.[21]
Komponen pertama yang harus melaksanakan akuntabilitas adalah guru. Hal ini karena inti dari seluruh pelaksanaan manajemen sekolah adalah proses belajar mengajar. Dan pihak pertama di mana guru harus bertanggung jawab adalah siswa. Guru harus dapat melaksanakan ini dalam tugasnya sebagai pengajar. Akuntabilitas dalam pengajaran dilihat dari tanggung jawab guru dalam hal membuat persiapan, melaksanakan pengajaran, dan mengevaluasi siswa.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga menyangkut pengelolaan keuangan, dan kualitas output. Akuntabilitas keuangan dapat diukur dari semakin kecilnya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Baik sumber-sumber penerimaan, besar kecilnya penerimaan, maupun peruntukkannya dapat dipertanggungjawabkan oleh pengelola. Pengelola keuangan yang bertanggung jawab akan mendapat kepercayaan dari warga sekolah dan masyarakat. Sebaliknya pengelola yang melakukan praktek korupsi tidak akan dipercaya.
Akuntabilitas mampu membatasi ruang gerak terjadinya perubahan dan pengulangan, dan revisi perencanaan. Sebagai alat kontrol, akuntabilitas memberikan kepastian pada aspek-aspek penting perencanaan, antara lain:
a.  Tujuan/performan yang ingin dicapai
b.  Program atau tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan
c.   Cara atau performan pelaksanaan dalam mengerjakan tugas
d.  Alat dan metode yang sudah jelas, dana yang dipakai, dan lama bekerja yang semuanya telah tertuang dalam bentuk alternatif penyelesaikan yang sudah eksak/pasti
e.  Lingkungan sekolah tempat program dilaksanakan
f.    Insentif terhadap pelaksana sudah ditentukan secara pasti.
Menurut Rossi dalam Hasan, Bahwa akuntabilitas dalam pengembangan pendidikan  yang dituangkan dalam kurikulum pendidikan dapat dibagi menjadi lima yaitu:[22]
1.  Akuntabilitas legal, berkaitan pada perencanaan pengembangan kurikulum yang secara hukum dapat dipertanggung jawabkan artinya, kegiatan yang dilakukan tidak melanggar isu seperti agama, budaya, social, ekonomi, jenis kelamin, ketunaan dan sebagainya.
2.  Akuntabilitas akademik berkaitan dengan filosofi, teori, prinsip dan prosedur, yang digunakan dalam pengembangan kurikulum dapat dipertanggungjawabkan secara akademik yang tidak hanya terkaid pada kepentingan publik tetapi juga dengan kelompok komunitas pengembang pendidikan.
3.  Akuntabilitas finansial adalah awal mula lahirnya konsep akuntabilitas. Secara mendasar akuntabilitas berhubungan dengan pertanggungjawaban tentang keuangan yang diperoleh untuk penngembangan kurikulum dalam perencanaan pendidikan.
4.  Akuntabilitas pemberian jasa meliputi pemberian jasa pendidikan kepada kelompok masyarakat yang seharusnya mendapat pelayanan tersebut. Demokratisasi pendidikan mensyaratkan setiap anggota masyarakat terdidik dengan kualitas dan tingkat pendidikan yang tinggi. Pendidikan adalah salah satu aspek dari kesejahteraan sosial yang harus dinikmati oleh seluruh anggota bangsa. Guru sebagai pihak yang melaksanaan akuntabilitas telah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya yang diwujudkan pada kualitas pendidikan yang dijelaskan dari kondisi kerja yang ada di suatu lembaga pendidikan.
5.  Akuntabilitas dampak, suatu perencanaan pendidikan yang baik sehingga tercapai tujuan dan didukung oleh masyarakat sehingga mempunyai nilai positif maka akan memiliki dampak akuntabilitas  yang tinggi.
            Performansi sekolah tentu akan sangat ditentukan oleh potensi dan kemampuan sekolah, khususnya dilihat dari performansi personalnya apakah menunjukkan sikap profesional atau tidak, fasilitas yang tersedia apakah mendukung pembelajaran atau tidak, input peserta didik apakah diseleksi dan ditempatkan serta dilayani sesuai kekhususannya, pelayanan belajar yang bermutu tentu dilakukan dengan membangkitkan suasana belajar yang menyenangkan, dan evaluasi kemajuan belajar yang standar.[23]
  Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersipat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainnya saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik menunjukkan bahawa sekolah sebagai organisasi mempunyai ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses pembelajaran, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia. Karena sifat yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi.[24]
Fayol has observed, All organizations require planning, organization command, coordination and control, and order to function properly all must observe the same general principles.[25] Manajer, dalam melakukan pekerjaannya, harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, yang dinamakan fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari: planning, organizing, staffing, motivating, controlling.[26]
Seorang pemimpin lembaga harus mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat sehingga bisa mempengaruhi bawahannya. Menurut Dadang Suhardan, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain yang menjadi bawahan agar mereka mau mencurahkan segenap kemampuan dan kecakapannya untuk digunakan dalam mencapai tujuan bersama.[27]
Islam juga menjelaskan bahwa setiap pemimpin, bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Tanggung jawab ini tidak hanya ditujukan kepada sesama manusia (akuntabilitas horisontal), tetapi juga ditujukan kepada Allah (akuntabilitas vertikal). Oleh karena itu, seorang pemimpin yang islami harus bekerja secara optimal terhadap segala yang diamanatkan  kepadanya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai islami, sehingga ia dapat mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah SWT di akhirat kelak. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran Surah An-Nisa’ sebagai berikut:
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$#
br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/
( النساء : ٥٨ )

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q. S. An-Nisa’: 58).[28]
            Berdasarkan teori yang telah dikemukan di atas sintesisnya adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan efesien, dan mampu mempertanggungjawabkan, baik secara personal atau terhadap bawahan yang telah didelegasikan, dan pemimpin organisasi berhak diberi kewenangan untuk melakukan tugas.
Adapun indikatornya, bertanggungjawab, amanah, adil, transparan terhadap publik, mampu mengolah organisasi secara efektif dan efesien.
B. Mutu Pendidikan (Sekolah)
            Edward Sallis, Quality is at the top of most agendas and improving quality is probably the most important task facing any institution. However, despite its importance, many people find quality an enigmatic concept. It is perplexing to define and often difficult to measure. One person’s idea of quality often conflicts with another and, as we are all too aware, no two experts ever come to the same conclusion when discussing what makes an excellent school, college or university.[29]
            Edward Sallis  dalam Dedeh Makbulaoh: mengatakan bahwa gerakan untuk menerapkan manajemen mutu dalam bidang pendidikan dimulai sejak tahun 1980-an di Amerika Serikat dan pada tahun 1990-an disekolah-sekolah formal Amerika Serikat mulai menyadari pentingnya manajemen mutu.[30] The innovation process can be better described as a reoucorring activity in which inventors swing between ideas and objects.[31]
Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) dalam konteks pendidikan merupakan sebuah filosofi metodologi tentang perbaikan secara terus-menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan, saat ini maupun masa yang akan datang.[32]
            Edward Sallis, Total Quality Management is both a philosophy and a methodology. It can assist institutions to manage change and to set their own agendas for dealing with the plethora of new external pressures. Considerable claims are made for TQM. There are those in education who believe that TQM properly applied to it can complete a similar transformation. However, TQM does not and will not bring results overnight; neither is it a panacea for all the problems that beset education. Rather it is an important set of tools that can be employed in the management of educational institutions.[33]
            Manajemen mutu terpadu merupakan usaha yang terorganisasi dari sebuah lembaga pendidikan yang bergerak dibidang jasa layanan akademik, yaitu sekolah, yang harus dikelola dengan baik sejak awal oleh semua komponen sekolah, dalam semua aspek kegiatannya agar member kepuasan kepada konsumennya.[34]
Sedangkan kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa, dan olahraga memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global.[35] Kegiatan utama pendidikan itu ditandai oleh adanya interaksi dan komunikasi yang sangat terencana antara dua komponen pendidikan yang utama yaitu guru dan peserta didik dengan sumber belajar.[36]
Sedangkan menurut Hari Sudradjat pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill), lebih lanjut Sudradjat megemukakan pendidikan bermutu  adalah pendidikan yang mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan pribadi yang integral (integrated personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.[37]
            Dari konteks “proses” pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input (seperti bahan ajar: kognitif, afektif dan, psikomotorik), metodologi (yang bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Dengan adanya manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensingkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas atau di luar kelas, baik dalam konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkungan substansi yang akademis aupun yang non akademis dalam suasana yang mendukung proses belajar pembelajaran.
Defenisi mutu memiliki konotasi yang bermacam-macam bergantung orang yang memakainya. Mutu menurut Eming ialah kesesuaian dengan kebutuhan. Mutu menurut Juran ialah kecocokan dengan kebutuhan.[38] Begitupula orang seringkali berbicara tentang kualitas pendidikan, tetapi yang sebenarnya adalah masih dirasakan kurang jelas pengertian soal itu. Kualitas atau mutu (produk) adalah sesuatu yang dibuat secara sempurna tanpa kecuali. Produk yang bermutu memiliki nilai dan prestise bagi pemiliknya. Mutu bersinonim dengan kualitas tinggi atau kualitas puncak. Kualitas ini dapat diberikan pada suatu produk atau layanan yang memilki spesifikasi tertentu.
            Edward Sallis,[39] Quality is at the top of most agendas and improving quality is probably the most important task facing any institution. However, despite its importance, many people find quality an enigmatic concept. It is perplexing to define and often difficult to measure. One person’s idea of quality often conflicts with another and, as we are all too aware, no two experts ever come to the same conclusion when discussing what makes an excellent school, college or university.
Usman Husaini  mengemukakan 13 (tiga) belas karakteristik yang dimiliki oleh mutu pendidikan yaitu :
1.      Kinerja (performa) yakni berkaitan dengan aspek fungsional sekolah meliputi : kinerja guru dalam mengajar baik dalam memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap, pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik dengan kinerja yang baik setelah menjadi sekolah vaforit.
2.      Waktu wajar (timelines) yakni sesuai dengan waktu yang wajar meliputi memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu, waktu ulangan tepat.
3.      Handal (reliability) yakni usia pelayanan bertahan lama. Meliputi pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan lama dari tahun ke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
4.      Data tahan (durability) yakni tahan banting, misalnya meskipun krisis  moneter, sekolah masih tetap bertahan.[40]
5.      Indah (aesteties) misalnya eksterior dan interior sekolah ditata menarik, guru membuat media-media pendidikan yang menarik.
6.      Hubungan manusiawi (personal interface) yakni menunjung tinggi  nilai-nilai moral dan profesionalisme. Misalnya warga sekolah saling menghormati, demokrasi, dan menghargai profesionalisme.
7.      Mudah penggunaanya (easy of use) yakni sarana dan prasarana dipakai. Misalnya aturan-aturan sekolah mudah diterapkan, buku-buku perpustakaan mudah dipinjam di kembalikan tepat waktu.
8.      Bentuk khusus (feature) yakni keunggulan tertentu misalnya sekolah unggul dalam hal penguasaan teknologi informasi (komputerisasi).
9.      Standar tertentu (comformence to specification) yakni memenuhi standar tertentu. Misalnya sekolah telah memenuhi standar pelayanan minimal.  
10.  Konsistensi (concistency) yakni konstan dan stabil, misalnya mutu sekolah tidak menurun dari dulu hingga sekarang, warga sekolah konsisten dengan perkataanya.
11.  Seragam (uniformity) yakni tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu, seragam dalam berpakaian.
12.  Mampu melayani (serviceability) yakni mampu memberikan pelayanan prima. Misalnya sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang  masuk mampu dipenuhi dengan baik sehingga pelanggan merasa puas. 
13.  Ketepatan (acuracy) yakni ketepatan dalam pelayanan misalnya sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah. [41]
   Di setiap organisasi posisi dan peran pimpinan selalu sangat sentral. Maju dan mundurnya organisasi sangat tergantung pada sejauh mana pimpinan mampu berimajinasi untuk memajukan organisasinya. Demikian pula dalam konteks sekolah sebagai organisasi, maka posisi kepala sekolah juga sangat penting dalam memajukan lembaga yang dipimpinnya. Bila mutu pendidikan di suatu sekolah hendak diperbaiki, maka kuncinya ada pada kepemimpinan yang kuat. Memotivasi bawahan merupakan salah satu tugas utama pemimpin.[42]
            Perubahan sistem pendidikan terjadi dalam proses yang relatif cepat sehingga membuat banyak pendidik perlu beradaptasi diri terutama pada budaya organisasi sekolah. Budaya organiasi sekolah dengan sistem tradisional masih melekat pada perilaku sumber daya manusia yang ada. Sobry mengemukakan bahwa pelatihan dan pengembangan (training and development) merupakan upaya strategis dalam proses manajemen untuk meningkatkan kompetensi/kualitas sumber daya manusia.[43]
            Douwe Beijaard dkk, [44] The development of teachers’ professional identity in a context of changing conditions for teaching requires different approaches to teacher learning and teacher evaluation. Firstly, it demands a focus on selfawareness and reflection of teachers to use their workplace when developing their own professional identity. Teacher educators need to model and stimulate such self-awareness and reflection in their work. Secondly, it asks for creating a variety of opportunities for learning in the workplace. To do so, we first need to understand the ways in which teachers’ workplace provide supportive conditions for teacher learning.
Kepemimpinan Kepala Sekolah akan muncul jika ada sekelompok orang bekerja yang melakukan aktivitas bersama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Tujuan organisasi menurut Etzioni dalam Syaiful Sagala mencakup berbagai fungsi diantaranya memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan masa akan datang yang senantiasa berusaha dikejar dan diwujudkan oleh organisasi.[45]
            Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, sintesis penelitian ini adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill), sekolah telah memenuhi standar pelayanan minimal, yaitu 8 standar pendidikan nasional.
            Adapun indikatornya adalah mampu menghasilkan lulusan yang berkompeten, meraih nilai tertinggi ujian nasional, memenuhi 8 standar nasional pendidikan.   
C. Studi Relevan
            Suwandi, 2010. Peran Guru dalam Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar (Studi Multisitus di SD Negeri Sumberbrantas III, SD Negeri Kepampang VII dan SD Negeri Panggangreco IV).[46]
            Hasil penelitian disimpulkan, pertama, peran guru dalam penyusunan program peningkatan mutu pendidikan, yaitu: (1) sebagai perencana program, dengan melakukan pengkajian dan evaluasi program dan RAPBS tahun yang lalu, (2) sebagai pemberi masukan dan pertimbangan, sesuai pengkajian dan evaluasi program tahun lalu, (3) sebagai pendukung, aktivitas ini diwujudkan dengan menyetujui program dan RAPBS yang telah disusun melalui rapat pleno dan penganggarannya, (4) sebagai mediator/fasilitator, aktivitas ini diwujudkan dengan mensosialisasi program dan RAPBS kepada wali murid dan penggalangan dana melalui paguyupan kelas.
            Kedua, peran guru dalam pengorganisasian sumberdaya peningkatan mutu pendidikan yaitu: (1) sebagai pemberi masukan dalam pembuatan profil sekolah dan pembagian tugas, aktivitas peran ini diwujudkan dengan memberikan data prestasi siswa dan sosial ekonomi orang tua, (2) sebagai pendukung, peran ini diwujudkan dengan aktivitas membantu dan memberi dukungan kepada kepala sekolah dalam menyiapkan fasilitas fisik sesuai dengan kebutuhan, dan mendukung teman guru mengembangkan potensi dengan menganggarkan dana diklat, seminar, workshop dan KKG.
            Ketiga, peran guru dalam pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan yaitu: (1) guru sebagai nara sumber, aktivitas peran ini diwujudkan dalam proses pembelajaran, bahwa guru SD harus mampu dan menguasai seluruh matapelajaran yang diajarkan kepada siswa kecuali pendidikan agama, (2) guru sebagai pelaksana, aktivitas peran ini diwujudkan dengan melaksanakan program yang pertama dan utama, meskipun tugas guru SD merangkap tugas-tugas yang lain masih mampu menambah jam pembelajaran, (3) guru sebagai pemilik (handarbeni) program, aktivitas peran ini dilakukan dengan melaksanakan program secara optimal, karena merasa memiliki dan bertanggungjawab pelaksanaan program dan keberhasilan program peningkatan mutu pendidikan.
            Keempat, peran guru dalam evaluasi program peningkatan mutu pendidikan yaitu: (1) sebagai evaluator, aktivitas peran ini diwujudkan dengan melakukan evaluasi pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan. Tujuannya untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan ketidak berhasilan pelaksanaan program pembelajaran, ekstrakurikuler, keuangan, sarana prasarana dan pasilitas lain berdasarkan obyek, waktu dan model serta cara evaluasi.
            Kelima, strategi guru dalam pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan adalah: (1) kepala sekolah bersama guru dalam penerimaan murid baru dengan melalui seleksi. Strategi ini dilakukan dengan tujuan agar dapat menjaring dan memilih calon siswa baru yang lebih baik, (2) melalui disiplin merupakan modal dasar untuk mencapai keberhasilan. Strategi ini dapat membantu proses pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan secara efektif dan efesien, (3) mengadakan meeting, strategi ini dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan dan pekerjaan yang dihadapi pada hari ini dan sedikit evaluasi kegiatan kemarin, (4) hubungan kekeluargaan di sekolah diseeting seperti keluarga di rumah. Strategi ini dilakukan agar tercipta hubungan yang harmonis. Tujuannya agar dapat dengan mudah diajak kerjasama saling membantu dan mudah diajak komitmen dalam proses peningkatan mutu pendidikan, (5) penyelenggaraan pendidikan yang transparansi dan akuntabilitas. Strategi ini dilakukan, agar mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Tujuannya menambah peran serta orang tua murid dan masyarakat dalam membantu peningkatan mutu pendidikan di sekolah, (6) pembentukan paguyupan kelas, strategi ini dilakukan untuk meningkatkan peran serta orang tua siswa terhadap pendidikan, (7) memberi sarapan pagi kepada siswa, strategi ini dilakukan untuk membiasakan anak agar mau belajar di rumah dan datang ke sekolah siap untuk belajar, (8) mengadakan studi banding, strategi ini dilakukan dengan harapan agar guru mampu ikut dalam pelaksanaan manajemen di sekolah.
            Eko Supriyanto, 2008. Model Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Studi multi situs pada Perguruan tinggi Muhammadiyah di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah). Disertasi Program Studi Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.[47]
            Perguruan tinggi Muhammadiyah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah sebagian besar belum menerapkan penjaminan mutu, pada hal saat ini penjaminan mutu merupakan tuntutan masyarakat maupun Pemerintah yang tidak bisa dihindari. Salah satu kendalanya adalah belum tersedianya model penjaminan mutu yang khusus untuk Perguruan tinggi Muhammadiyah yang mengakomodasikan mutu ideologi dan mutu akademik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menemukan model penjaminan mutu khusus dalam lingkungan Perguruan tinggi Muhammadiyah sebagai upaya menjawab tuntutan di atas.
            Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan sasaran enam Perguruan tinggi Muhammadiyah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Magelang, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Muhammadiyah Purworejo dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
            Model penjaminan mutu hasil penelitian ini terdiri dari dua model: Model penjaminan mutu untuk pembelajaran dan Model penjaminan mutu untuk dosen. Bentuk penjaminan mutu merupakan kombinasi kualitas yang standarnya berunsur akademik dan ideologi Muhammadiyah sedangkan unsur penjamin mutu adalah pihak oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Badan Pelaksana Harian (BPH) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
            Model penjaminan mutu ditemukan melalui penjaringan pendapat, interview mendalam dan dokumen atas aspek yang harus dikenai penjaminan mutu terhadap Perguruan tinggi Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa tengah. Model penjaminan mutu ini memiliki keunggulan dalam efisiensi biaya dan sederhana perangkat dan mekanismenya sehingga sesuai dengan karakter Perguruan tinggi Muhammadiyah. Mekanisme model dilakukan dengan diawali komitmen Pimpinan kemudian menformaulasikan standar mutu oleh unsur penjaminan mutu kemudian dilaksanakan melalui penilaian diri dosen dan kelembagaan secara mandiri. Berdasarkan penilaian dilakukan pengembangan akademik dan ideology kepada civitas akademika.
            Berdasarkan studi relavan di atas, kesamaan dalam penelitian ini adalah membahas tentang mutu pendidikan, sedangkan perbedaannya adalah belum dibahas tentang akuntabilitas dalam meningkatkan mutu pendidikan.







BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan pendahuluan yang telah di uraikan sebelumnya, bahwa penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.[48] Melalui pendekatan ini di harapkan temuan-temuan empiris dapat di deskripsikan secara lebih rinci, jelas, dan akurat mengenai akuntabilitas kepala kantor kementerian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi.
            Robert K. Yin, These five features and common practices notwithstanding, qualitative research remains a multifaceted field of inquiry, marked by different orientations and methodologies. Important distinctions start with whether one assumes: a singular or multiple realities, the uniqueness or potential generalizability of human events, and the need to follow a particular methodological variation of qualitative research or not.[49]
B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian
1. Situasi Sosial
Situasi Sosial adalah lokasi atau tempat yang ditetapkan untuk melakukukan penelitian.[50] Dalam penelitian ini penulis mengambil situasi (lokasi) yang berada di Kantor Kementerian Agama di Provinsi Jambi.
Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dokumentasi, pada suatu konteks khusus alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah kepala kantor kementerian agama kabupaten dan kota di provinsi Jambi. Subjek penelitian ini diambil dengan cara purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu dimana misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti.[51] Berdasarkan teknik ini, maka di tetapkan yang menjadi informasi kunci utama adalah kepala kantor kementerian agama, sedangkan karyawan dan staf di tetapkan sebagai informan tambahan.
C. Jenis dan Sumber Data
1). Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung dari peneliti kepada sumbernya tanpa adanya perantara. Sumber yang dimaksud dapat berupa benda-benda, situs atau manusia.[52] Dalam penelitian ini data primer yang penulis maksudkan di dalam penelitian ini ini yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara peneliti, dan dari dokumentasi secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait. Adapun data-data tersebut adalah:
1.    Akuntabilitas Kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan Madrasah Aliyah Negeri di Propinsi Jambi.
2.    Kendala  Kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
3.    Upaya yang dilakukan Kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
b. Data Sekunder
Data sekunder berasal dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya artinya melawati satu atau lebih pihak yang bukan peneliti. Data sekunder yang penulis maksudkan dalam penelitian ini yaitu data yang diperoleh melalui dokumen tertulis dan arsip  kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
2). Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda gerak atau proses sesuatu.[53] Sumber data dalam penelitian ini meliputi: 1) Keadaan, 2) Orang-orang yang dijadikan responden, 3) Dokumentasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Menurut Sugiono yang dikutip dari Sutrisno Hadi, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dah psikhologis.[54]
 Metode observasi di gunakan untuk mengamati langsung terhadap objek penelitian sehingga dapat di ketahui fenomena yang mendukung data lain. Melalui observasi peneliti langsung melakukan pengamatan umum tentang:
a)    Aktivitas Kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
b)    Tingkat akuntabilitas Kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
c)    Upaya apa saja yang dilakukan Kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
2. Wawancara
            Terhadap kepala kantor kementerian agama dilakukan wawancara diantaranya tentang:
1)    Akuntabilitas Kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi.
2)    Apa yang menjadi kendala Kepala kantor kementrian agama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Propinsi Jambi Upaya apa saja yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
3)    Sejarah berdirinya Kepala kantor kementrian agama Propinsi Jambi dan hal lainnya yang sesuai dengan permasalahan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan lain-lain.[55] Metode dokumentasi ini penulis gunakan untuk mendapatkan data-data tentang gambaran umum di Kantor kementerian agama di provinsi Jambi yang meliputi: historis dan geografis, struktur organisasi, out put.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban informan yang diwawancarai. Apabila jawaban informan, setelah dianalisis dianggap belum lengkap, maka peneliti akan melanjutkan memberikan pertanyaan-pertanyaan berikutnya sampai tahap tertentu diperoleh data yang lebih kredibel.[56]
Langkah-langkah dalam analisis interaksi dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar Komponen-komponen analisis data model interaksi.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis yang kedua yaitu model analisis interaksi atau interactive analysis models dengan langkah-langkah yang ditempuh yaitu sebagai berikut :
a.  Pengumpulan data (Data Collection)
Pengumpulan data merupakan proses yang berlangsung sepanjang penelitian, dengan menggunakan seperangkat instrumen yang telah disiapkan, guna untuk memperoleh informasi data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
b.   Reduksi data (Data reduction)
Apabila data sudah terkumpul langkah selanjutnya adalah mereduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila diperlukan.[57]
Proses reduksi data dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut : pertama, peneliti merangkum hasil catatan lapangan selama proses penelitian berlangsung yang masih bersifat kasar atau acak ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Peneliti juga mendeskripsikan terlebih dahulu hasil dokumentasi berupa foto-foto dan dokumen lainnya. Setelah selesai, peneliti melakukan reflektif. Reflektif merupakan kerangka berpikir dan pendapat atau kesimpulan dari peneliti sendiri.
c.   Penyajian data (Data display)
Display data adalah usaha merangkai informasi yang terorganisir dalam upaya menggambarkan kesimpulan dan mengambil tindakan.[58] Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Selain itu, dengan adanya penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Penyajian data dalam penelitian ini peneliti paparkan dengan teks yang bersifat naratif.
d. Penarikan kesimpulan atau Verification
Setelah dilakukan penyajian data, maka langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan atau Verification ini merupakan aktivitas analisis, di mana pada awal pengumpulan data, seorang analisis mulai memutuskan apakah sesuatu bermakna, atau tidak mempunyai keteraturan, pola, penjelasan, kemungkinan konfigurasi, hubungan sebab akibat, dan proposisi.[59]
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban informan yang diwawancarai. Apabila jawaban informan, setelah dianalisis dianggap belum lengkap, maka peneliti akan melanjutkan memberikan pertanyaan-pertanyaan berikutnya sampai tahap tertentu diperoleh data yang lebih kredibel. Miles and Hubermen (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan data drawing/verification.  Langkah-langkah analisis ditunjukan pada gambar berikut:
           Periode pengumpulan data
................................................................
                                                          
           Reduksi data
           Selama
Antisipasi                                          Setelah

                        Display data
                        Selama                      Setelah                                  ANALISIS

                        Kesimpulan/verifikasi
                        Selama                                  Setelah
Gambar: 1 Komponen dalam analisis data (flow model)
F. Uji Keterpercayaan Data
Menurut Sugiyono, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.[60] Trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, yang dapat dicapai dengan jalan:
1.    Membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara
2.    Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.    
3.    Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4.    Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.
5.    Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumentasi yang berkaitan.[61]
a.  Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber data yang sama. Adapun trianggulasi teknik ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut: Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, Serta dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Susan Staiback (1988) menyatakan bahwa” the aim is not to determine the truth about some social phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase one’s understanding of what ever is being investigated”.[62] Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Dokumentasi
Observasi
Partisipatif
Wawancara Mendalam

Sumber data Sama

Gambar Triangulasi “teknik” pengumpulan data (bermacam- macam cara pada sumber yang sama).
b.  Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.[63] Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Wawancara Mendalam
A
B
C

            Gambar  Triangulasi “sumber” pengumpulan data. (satu teknik pengumpulan data pada bermacam-macam sumber data A, B, C).
c. Triangulasi Metode
Triangulasi metode merupakan upaya membandingkan data yang diperoleh dengan metode berbeda. Trianggulasi metode digunakan pengecekkan derajat kepercayaan temuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data,[64] misalnya data yang diperoleh melalui observasi akan dibandingkan dengan data yang diperoleh melalui wawancara.
Proses pendalaman data terhadap situasi sosial dan subjek atau berdalam-dalam, yang dikenal dengan proses elaborasi data melalui observasi dan wawancara serta didukung oleh data dokumentasi, inilah yang dikenal dengan triangulasi dalam penelitian deskriptif kualitatif, untuk sederhananya pemahaman triangulasi dan hubungannya dengan subjek penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.
Proses Triangulasi sebagai proses elaborasi:

                       Observasi                  = minimal 9 – 10 kali

                       Wawancara               = minimal 5 – 6 kali

                       Dokumentasi                        = minimal 4 – 5 macam


                       Teori                           = minimal 4 – 5 teori
Gambar: 5 Proses Triangulasi sebagai proses elaborasi
Dengan kata lain, setiap bab dan sub bab harus ada tiga jenis data, data utama adalah observasi minimal 9 – 10 kali observasi, data pendukung adalah wawancara minimal 5 – 6 kali dan data dokumentasi minimal 4 – 5 macam. Kemudian terakhir didiskusikan dengan teori minimal 4 – 5 teori.[65]
G. Rencana dan Waktu Penelitian
            Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2015 di Kantor Kementerian Agama yang di Provinsi Jambi.
Tabel: Jadwal Penelitian
No
Jenis Kegiatan Penelitian
Tahun 2015
Juli
Agustus
Septem-ber
Oktober
Novem-ber
Desem-ber
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Penulisan Draf Proposal
























2
Konsultasi dg Ket. Prodi/lainnya untk fokus penelitian
























3
Revisi Draf Proposal
























4
Proses Ujian Proposal
























5
Revisi Draf Proposal setelah ujian
























6
Konsultasi dg Pembimbing
























7
Koleksi Data
























8
Analisa dan Penulisan Draf Awal
























9
Draf Awal dibaca Pembimbing
























10
Revisi Draf Awal
























11
Draf dua dibaca Pembimbing
























12
Revisi Draf Dua
























13
Draf Dua Revisi Dibaca Pembimbing
























14
Penulisan Draf Akhir
























15
Draf Akhir Dibaca Pembimbing
























16
Ujian Thap Awal
























17
Revisi Setelah Ujian Tahap Awal
























18
Ujian Munaqasyah
























19
Revisi Disertasi Setelah Ujian Munaqasyah
























20
Mengikuti Wisuda











































DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung:             Diponegoro, 2008),
Colin Riches and Colin Morgan, Human resource management in Education, PHILADELPHIA:MILTON KEYNES,
Dadang Suhardan, Supervisi Profesional Layanan dalam Meningkatkan    Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah, (Bandung: Alfabeta,    2010)
Deden Makbuloh, Manajemen Mutu Pendidikan Islam (Model           Pengembangan Teori dan Aplikasi Sistem Penjaminan Mutu),             (Jakarta: Rajawali Press, 2011),
Douwe Beijaard, Harm Tillema, and Greta Morine, Teacher Professional    Development in Changing Conditions,( Netherlands: Springers,       2005),
Emma O’Brien, Seamus Clifford & Mark Souhthern, Knowledge       Management for       Process, Organizational and Marketing        Innovation (Tools and Methods),
E. Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi   Aksara, 2013)
E. Mulyasa, Menjadi kepala Sekolah Profesional, (Bandung: PT. Remaja   Rosda Karya, 2007),
Edward Sallis, Total Quality Management in Education,(London: Kogan     Page, 2012)
Eko Suyanto, Model Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Muhammadiyah             (Studi multi situs pada Perguruan tinggi Muhammadiyah di Wilayah     Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah), Disertasi,  2008.
George R. Terry dan leslie W. Rue, Dasar-dasar Manjemen, (Jakarta:          Bumi Aksara, 2012),
H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional Kajian Pendidikan Masa   Depan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikan,
Hikmat, Manajemen Pendidikan,  (Bandung : CV Pustaka Setia, 2009),      hal. 262
Peraturan Menteri Agama No 90 Tahun 2013
Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja           Rosda Karya, 2010), hal. 6
Robert K. Yin, Qualitative Research from Start to Finish, (New York London: The Guilford Press, 2011),
Lias Hasibuan, Melejitkan  Mutu Pendidikan, Refleksi, Relevansi dan         Rekonstruksi Kurikulum, (Jambi: Sapa Project, 2009)
Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja Guru, (Jakarta:Gaung     Persada Press, 2010),
Mukhtar, Rusmini, dan Samsu,  Sekolah Berprestasi, (Jakarta: PT Nimas   Multima)
Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah, (Jakarta: Gaung       Persada Press, 2007),
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan,( Jakarta: GP Press, 2009),
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriftif Kualitatif, (Jakarta: GP Press,             2013)
M. Sobry Sutikno, Manajemen Pendidikan Langkah Praktis Mewujudkan    Lembaga Pendidikan yang Unggul (Tinjauan Umum dan Islami),      (Lombok: Holistica, 2012)
Pidarta,M. Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan         Sistem. (Jakarta: Asri Mahasatya, 2005),
Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional           Pendidikan
Peraturan Menteri Agama No 90 Tahun 2013
Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu        Pendidikan,(Bandung: Alfabeta, 2011),
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,            dan R & D, (Bandung : Alfabeta, 2007), hal. 300
S. Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: Rosdakarya, 2008),
Suderadjat, Hari, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah;             Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Implementasi KBK,            (Bandung : Cipta Lekas Garafika, 2005),
Suwandi, Peran Guru dalam Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan di            Sekolah Dasar (Studi Multisitus di SD Negeri Sumberbrantas III, SD   Negeri Kepampang VII dan SD Negeri Panggangreco IV), Disertasi, 2010.
Sri Minarti, Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)
Wahjosumidjo,  Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2008),




[1]H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional Kajian Pendidikan Masa Depan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 42
[2]E. Mulyasa, Menjadi kepala Sekolah Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 11
[3]Wahjosumidjo,  Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2008), hal. 149
[4] Lias Hasibuan, Melejitkan  Mutu Pendidikan, Refleksi, Relevansi dan Rekonstruksi Kurikulum, (Jambi: Sapa Project, 2009), hal. 27
[5] Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab I, Pasal 1.
[6] Peraturan Pemerintah (PP.) No. 19 Tahun 2005, Pasal 3.
[7]Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan,( Jakarta: GP Press, 2009), hal. 271
[8]Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, ibid,. hal. 272
[9] Sri Minarti, Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, ibid, hal. 324
[10] E. Mulyasa, Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 17
[11] Hikmat, Manajemen Pendidikan,  (Bandung : CV Pustaka Setia, 2009), hal. 262
[12] Sri Minarti, Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 327
[13] Peraturan Menteri Agama No 90 Tahun 2013
[14] Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: Diponegoro, 2008), hal.
[15] Observasi, 29 Maert 2015
[16] Observasi, 29 Maret 2015
[17] Observasi, 29 Maret 2015
[18]Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, loc cit hal. 272
[19] Pidarta,M. Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem. (Jakarta: Asri Mahasatya, 2005), hal. 6
[20] Mukhtar, Rusmini, dan Samsu,  Sekolah Berprestasi, (Jakarta: PT Nimas Multima), hal. 55
[21]Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja Guru, (Jakarta:Gaung Persada Press, 2010), hal. 107-108
[22]  Hasan, Husaini.  Evaluasi Kurikulum, (Bandung: Rosdakarya, 2008), hal. 58

[23] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,(Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 132
[24]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya,  hal.81
[25]Colin Riches and Colin Morgan, Human resource management in Education, PHILADELPHIA:MILTON KEYNES, P. 11.
[26]George R. Terry dan leslie W. Rue, Dasar-dasar Manjemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 9
[27]Dadang Suhardan, Supervisi Profesional Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 140
[28] Departemen Agama RI,  Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahan, hal. 87
[29]Edward Sallis, Total Quality Management in Education,(London: Kogan Page, 2012),      hal. 1
[30]Deden Makbuloh, Manajemen Mutu Pendidikan Islam (Model Pengembangan Teori dan Aplikasi Sistem Penjaminan Mutu), (Jakarta: Rajawali Press, 2011), hal. 1
[31]Emma O’Brien, Seamus Clifford & Mark Souhthern, Knowledge Management for Process, Organizational and Marketing Innovation (Tools and Methods), p. 151
[32]Sri Minarti, Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, hal. 322
[33]Edward Sallis, Total Quality Management in Education,(London: Kogan Page, 2012), hal. 3
[34]Dadang Suhardan, Supervisi Profesional Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 141
[35]Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja Guru, Jakarta:Gaung Persada, 2010, hal. 26
[36]S. Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, Bandung: Rosdakarya, 2008, hal. 139
[37]Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Implementasi KBK, (Bandung : Cipta Lekas Garafika, 2005), hal.17 
[38]Usman Husaini, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikan, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hal. 407
[39]Edward Sallis, Total Quality Management in Education,(London: Kogan Page, 2012), hal. 1
[40]   Husaini Usman,, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikan, hal. 411
[41]   Husaini Usman,, Manajemen Teori, Praktek Dan Riset Pendidikan, Ibid,hal. 411
[42]Sudarwan Danim dan Suparno, Manajeman dan kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan(Visi dan Stategi Sukses Era Teknologi, Situasi Krisis, dan internasionalisasi Pendidikan), Jakarta:Rineka Cipta, 2012, hal. 103
[43]M. Sobry Sutikno, Manajemen Pendidikan Langkah Praktis Mewujudkan Lembaga Pendidikan yang Unggul (Tinjauan Umum dan Islami), (Lombok: Holistica, 2012), hal. 84
[44]Douwe Beijaard, Harm Tillema, and Greta Morine, Teacher Professional Development in Changing Conditions,( Netherlands: Springers, 2005), hal. 22
[45]Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2011, hal. 136
[46]Suwandi, Peran Guru dalam Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar (Studi Multisitus di SD Negeri Sumberbrantas III, SD Negeri Kepampang VII dan SD Negeri Panggangreco IV), Disertasi, 2010.
[47] Eko Suyanto, Model Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Studi multi situs pada Perguruan tinggi Muhammadiyah di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah), Disertasi,  2008.
[48]Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), hal. 6
[49]Robert K. Yin, Qualitative Research from Start to Finish, (New York London: The Guilford Press, 2011), hal. 3
[50]Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriftif Kualitatif, (Jakarta: GP Press, 2013), hal. 88
[51]Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D, (Bandung : Alfabeta, 2007), hal. 300
[52]Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hal. 86
[53]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta :Rineka Cipta, 2002), hal. 172
[54]Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D, hal. 203
[55]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, hal. 274
[56]Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D, hal. 337
[57]Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D, hal. 338
[58]Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah, hal. 142
[59] Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah, hal. 142
[60] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D, hal. 330
[61] Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 331
[62]    Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D, op cit, hal. 330
[63] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D., hal.330
[64]Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah, (Jakarta: Gaung Persada Press 2007), hal. 167
[65]Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, (Jakarta: REFERENSI (GP Press Group, 2013), hal. 141