BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat merupakan suatu ilmu
pengetahuan yang bersifat ekstential yang artinya sangat erat hubungannya
dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, dapat dikatakan filsafatlah yang
menjadi penggerak kehidupan kita sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun
sebagai manusia kolektif dalam bentuk masyarakat atau bangsa.
Ilmu pengetahuan pun tidak bisa
dilepaskan dari filsafat, sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menarik sekali
untuk dikaji, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya fakta yang salah satunya
berisi hukum-hukum alam yang diperoleh dari sains juga tidak bisa dianggap
memiliki kebenaran kekal.
Ada satu hal yang patut dicatat
dalam setiap bentangan historisitas bahwa tiap zaman memiliki ciri dan nuansa
refleksi yang berbeda, tak terkecuali dalam bentangan sejarah filsafat barat.
Lihat saja, misalnya, dalam yunani diletakkan sendi-sendi pertama rasionalitas
barat, kemudian zaman patrialistik dan skolastik ditandai oleh usaha yang gigih
untuk mencari keselarasan antara iman dan akal, karena iman dihati, dan akal
ada di otak. Tidak cukuplah sikap credo quia absurdum “aku percaya justru
karena tidak masuk akal”. Dalam zaman modern direfleksikan berbagai hal tentang
rasio, manusia dan dunia. Jejak pergumulan itu terdapat dalam aliran-aliran
filsafat dewasa ini.
Salah satu ciri khas manusia adalah sifatnya
yang selalu ingin tahu tentang sesuatu hal. Rasa ingin tahu ini tidak terbatas
yang ada pada dirinya, juga ingin tahu tentang lingkungan sekitar, bahkan
sekarang ini rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia luar. Rasa ingin tahu ini
tidak dibatasi oleh peradaban. Semua umat manusia di dunia ini punya rasa ingin
tahu walaupun variasinya berbeda-beda. Orang yang tinggal di tempat peradaban
yang masih terbelakang, punya rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan orang
yang tinggal di tempat yang sudah maju.
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa
yang terjadi di alam sekitarnya dapat bersifat sederhana dan juga dapat
bersifat kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari dengan rasa
ingin tahu tentang apa (ontologi), sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat
kompleks meliputi bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa
peristiwa itu terjadi (epistemologi), serta untuk apa peristiwa tersebut
dipelajari (aksiologi).
Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi,
epistemologi dan aksiologi merupakan ciri spesifik dalam penyusunan
pengetahuan. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak bisa
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha orang untuk dapat
mencapai atau memecahkan peristiwa yang terjadi di alam atau lingkungan
sekitarnya. Bila usaha tersebut berhasil dicapai, maka diperoleh apa yang kita
katakan sebagai ketahuan atau pengetahuan.
Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia
beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para Dewa.
Karenanya para Dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah.
Adanya perkembangan jaman, maka dalam beberapa hal pola pikir tergantung pada
Dewa berubah menjadi pola pikir berdasarkan rasio.
Ditinjau secara sejarah, proses kemenangan akal manusia dari
kekuatan mistis dimulai sejak dari zaman Yunani Kuno. Setelah periode ini
perkembangan ilmu berkembang semakin pesat. Bahkan pada masa sekarang ini, ilmu
pengetahuan berkembang dengan cepat dalam dinamika yang semakin cepat lagi
karena penemuan yang satu sering menyebabkan penemuan-penemuan lainnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidak terpusat pada satu
tempat atau wilayah tertentu saja. Selain di Eropa , Dunia Timur juga terbukti
memberikan sumbangsih yang besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak
penemuan yang terjadi di Dunia Timur yang baru dikembangkan belakangan di Dunia
Barat. Oleh karena itu untuk memahami sejarah perkembangan ilmu, perlu
dilakukan periodesasi. Periodisasi perkembangan ilmu yang disusun di sini
dimulai dari perkembangan pemikiran dan kebudayaan masyarakat di wilayah
Babilonia, Mesir, Cina dan India. Hal ini sangat penting karena pemikiran dan
kebudayaan yang berkembang di wilayah-wilayah tersebut pada masa itu juga
merupakan rangkaian panjang sejarah peradaban umat manusia, yang dengan
kemampuan akal pikirannya selau berusaha
melangkah maju.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat
Filsafat merupakan satu istilah yang berasal dari
bahasa Yunani kuno yang kemudian dalam bahasa Arab disebut falsafah, di
sini kemungkinan terjadi pengadopsian bahasa yang sedikit berbeda dalam cara
membacanya. Filsafat merupakan istilah yang digunakan oleh orang Indonesia.
Jika kita perhatikan satu kata ini tidak jauh berbeda dalam penyebutannya dalam
berbagai bahasa, sebagaimana yang telah diketahui. Kemudian perlu kita ketahui
apa sebenarnya arti filsafat tersebut.
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia
yang terbentuk dari dua unsur kata, yaitu philo yang berarti cinta dan sophia
yang berarti kearifan, hikmah, kebijaksaan, keputusan atau pengetahuan yang
benar, secara dasar arti filsafat adalah cinta kebijaksanaan. Dari pengertian
di atas menghendaki bahwa filsafat merupakan suatu kegiatan yang menuntut untuk
melakukan sesuatu dengan kualitas terbaik. Ini merupakan kerja pikiran,
sehingga sering sekali berfilsafat diartikan sebagai berpikir mendalam atau
radikal untuk menemukan realitas kebenaran sejati dari sesuatu. Sulit ditemukan
arti filsafat secara hakiki, namum setidaknya berfilsafat itu merupakan
berfikir sistematis dan penuh kehati-hatian untuk membuktikan kebenaran atau
hakikat suatu yang dipikirkan.
Menurut Mukhtar filsafat adalah telaah kefilsafatan
yang mengandalkan penalaran atau logika dengan mengedepankan berpikir secara
radic dan spekulatif. Filsafat tidak melakukan pengujian secara empiris seperti
halnya ilmu pengetahuan, tetapi telaah filsafat kebenarannya persis seperti
halnya ilmu pengetahuan karena dia memiliki kriteria dan karakter berfikir
tertentu.[1]
Kebenaran yang dihasilkan filsafat berbeda dengan yang
dihasilkan ilmu pengetahuan. Ini dikarenakan kajian filsafat lebih bersifat
unviersal sedangkan ilmu pengetahuan bersifat parsial dan terpisah-pisah sesuai
dengan kajiannya masing-masing dalam disiplin ilmu tertentu dengan ketentuan
sistematis, logis, dan empiris.
Jika kita renungi, seolah-olah kajian yang kita
pelajari adalah tentang hasil pemikiran-pemikiran para filosof sepanjang masa.
Tujuan yang diinginkan adalah bagaimana mengatasi permasalahan-permasalahan
hidup manusia di dunia ini, karena dalam kehidupan manusia selalu melekat
berbagai problematika baik secara individu maupun kelompok. Dari sinilah mulai
munculnya aliran-aliran filsafat, dan hal ini juga terjadi dalam
bidang-bidang ilmu pengetahuan karena bersumber dari filsafat.
B. Sejarah Perkembangan Filsafat
Filsafat, terutama
filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam,
dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada
agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan.[2]
Dalam sejarah perkembangannya
sebagaimana yang terjadi di dunia Islam dengan kelahiran mu’tazilah yang
mengedepankan akal (rasio) sekitar (abad 2H/8M), di dunia Eropa juga lahir
gerakan Aufklarung (abad 11 H/17 M). Kedua sisi ini hendak merasionalkan agama.
Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan dan Aufklarung menolak trinitas
sebagai sifat Tuhan. Alam Aufklarung inilah dalam perkembangannya telah membuat
peradaban Eropa menjurus pada pemujaan akal. Mereka berpendapat bahwa
antara ilmu dan agama terjadi pertentangan yang keras, ilmu pengetahuan
berkembang pada dunianya dan agama pada dunia yang lain.
Dalam persoalan ini lahirlah sikap
sekuleristik dalam ilmu pengetahuan. Liberalisasi, emensipasi, otonomi pribadi,
dan otoritas rasio yang begitudiagungkan merupakan nilai-nilai kejiwaan yang
selalu mewarnai sikap mentalmanusia Barat semenjak zaman renaissance (abad 15)
dan Aufklaerung (abad ke18) yang memungkinkan mereka melakukan tinggal landas
mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi dengan hasil-hasil
sebagaimana mereka miliki hingga sekarang ini. Zaman perkembangan ilmu yang
paling menentukan dasar kemajuan ilmu sekarang ini ialah sejak zaman sekarang
ini ialah sejak abad ke 17 dengan dorongan beberapa hal: pertama : untuk
mengembalikan keputusan danpernyataan-pernyataan ilmiah lalu menonjolkan
peranan matematik sebagai sarana penunjang pemikiran ilmiah. Dalam angka inilah
mulainya menonjol peranan penggunaan angka Arab di Eropa (angka yang kita kenal
di dunia sekarang)karena dinilai lebih sederhana dan praktis dari pada
angka –angka Romawi. Adapun angka Arab itu sendiri dikembangkan dan
berasal dari kebudayaan India. Faktor yang kedua dalam revolusi ilmu di abad ke
17, ialah makin gigihnya parailmuwan menggunakan pengamatan dan eksperimen,
dalam membuktikankebenaran-kebenaran preposisi ilmu.Namun J.B.Bury menyangkal
bahwa kemajuan ilmu tidak terdapat padaabad pertengahan bahkan tidak terdapat
pada awal Renaissance, tetapi baru abadke -17, sebagai hasil dari rumusan
Cartesius tentang dua aksioma yaitu :1) berkuasanya akal manusia dan 2) tak
berubah-ubahnya hukum alam. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa
mengacu kepada peradaban Yunani. Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu
disusun mulai dari peradaban Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan
pada zaman kontemporer. Secara singkat periodesasi perkembangan ilmu dapat
digambarkan sebagai berikut :
1.
Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
Bangsa Yunani merupakan bangsa yang
pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir. Kegemaran bangsa Yunani
merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya tradisi berpikir bebas
yang dimiliki bangsa Yunani. Kebebasan berpikir Yunani disebabkan sebelumnya
tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci.[3]
Dalam sejarah perkembangan peradaban
manusia. Yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang
ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman
batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa peradaban
manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu, tulang
belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua,
tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi ilmu
pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi
di Yunani,Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.
2. Zaman Yunani
kuno (abad-7-2 SM)
Zaman Yunani kuno dipandang sebagai
zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk
mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya, Yunani pada masa itu dianggap sebagai
gudangnya ilmu dan filsafat, karena Yunani pada masa itu tidak mempercayai
mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima
pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima saja (receptive
attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang menyelidiki secara
kritis). Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir
yang terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada masa ini antara
lain : Thales, Demokrates dan Aristoteles.[4]
3. Zaman
Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Zaman pertengahan (middle age)
ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan
pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah
terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah
diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila
Theologia (abdi agama).
Peradaban dunia Islam terutama abad
7 yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi, 8
abad sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan
Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di
Jundishapur. Pada masa keemasan kebudayaan Islam, dilakukan penerjemahan
berbagai karya Yunani. Dan bahkan khalifahAl_Makmun telah mendirikan rumah
Kebijaksanaan (House of Wisdom) / Baitul Hikmah pada abad 9.
Pada abad ini Eropa mengalami zaman kegelapan(dark age).
4. Masa Renaissance
(14-17 M)
Renaisance merupakan era sejarah
yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan
ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi
terhadap keesaan dan supremasi gereja katolik Roma, bersamaan dengan
berkembangnya humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian,
keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo Da
Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) oleh kolumbus memberikan dorongan
lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris,
Prancis, dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada
masa itu, seni musik juga mengalami perkembagan. Adanya penemuan para ahli
perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar munculnya astronomi
modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.[5]
Tidaklah mudah membuat garis batas
yang tegas antara zaman Renaisance dengan zaman modern. Sementara orang
menganggap bahwazaman modern hanyalah perluasan Renaisance. Akan tetapi,
pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju kedepan dengan kecepatan yang
besar, berkat kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh masa-masa sebelumnya. Manusia
maju dengan langkah raksasa dari zaman uap ke zaman listrik, kemudian ke zaman
atom, elektron, radio, televisi, roket dan zaman ruang angkasa.
5. Perkembangan
Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai
dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya
corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham – paham
yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan
Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting
dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung
rasionalisme ini, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan
hakekat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan
jalan untuk memperlajari paham idealisme zaman modern. Para pengikut
aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat
kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai
penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya
dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif . Kedua Idealisme ini kemudian
disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan
bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman.
ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut
rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori.
Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.[6]
6. Zaman
Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman
kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era tahun-tahun terakhir yang kita
jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada
zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang
berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer memfokuskan
sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat
sekarang. Beberapa contoh perkembangan ilmu kontemporer adalah : Santri,
Priyayi, dan Abangan. Lebih lanjut Semenjak tahun 1960 filsafat ilmu mengalami perkembangan
yang sangat pesat, terutama sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan
teknologi yang ditopang penuh oleh positivisme-empirik, melalui penelaahan dan
pengukuran kuantitatif sebagai andalan utamanya.
Berbagai penemuan teori dan
penggalian ilmu berlangsung secara mengesankan. Pada periode ini berbagai
kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang mustahil,
namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan.
Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika
Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan
kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa
genetika dengan melakukan percobaan cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber
technology, yang memungkinkan manusia untuk menjelajah dunia melalui internet.
Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia terhadap
kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa
positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value
telah membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan
kontribusi yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini. Namun,
dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru
yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis dan chaos yang hampir
terjadi di setiap belahan dunia ini.
Alam menjadi marah dan tidak ramah
lagi terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya
tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial
hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak
terkendali. Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata
telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa
teknologi yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik
untuk menghantam dan menerkam si penciptanya sendiri, yaitu manusia. Berbagai
persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang
dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik
di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut
“Teori Kritik Masyarakat”.[7]
Kritik terhadap positivisme, kurang
lebih bertali temali dengan kritik terhadap determinisme ekonomi, karena
sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi dipancangkan dari teori
pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari
berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial.
Selain itu Positivisme dipandang menghilangkan pandangan aktor, yang direduksi
sebatas entitas pasif yang sudah ditentukan oleh “kekuatan-kekuatan
natural”. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka
menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan
tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa
positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantangsistem
yang eksis. Senada dengan pemikiran di atas, Nasution (1996:4) mengemukan pula tentang
kritik post-positivime terhadap pandangan positivisme yang bercirikan free
of value, fisikal, reduktif dan matematika. Aliran post-positivime tidak
menerima adanya hanya satu kebenaran,. Rich (1979) mengemukakan “There is no
the truth nor a truth – truth is notone thing, -or even a system. It is an
increasing completely” Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak
mungkin untuk diikat oleh sebuahteori. Freire (1973) mengemukakan bahwa tidak
ada pendidikan netral, maka tidak ada pula penelitian yang netral. Usaha untuk
menghasilkan ilmu sosial yang bebas nilai makin ditinggalkan karena tak mungkin
tercapai dan karena itu bersifat “self deceptive” atau penipuan
diri dan digantikan oleh ilmu sosial yang berdasarkan ideologi tertentu. Hesse
(1980) mengemukakan bahwa kenetralan dalam penelitian sosial selalu merupakan
problema dan hanya merupakan suatu ilusi. Dalam penelitian sosial tidak ada apa
yang disebut “obyektivitas”.“ Knowledge is a’socially contitued’,
historically embeded, and valuationally.
Namun ini tidak berarti bahwa hasil
penelitian bersifat subyektif semata-mata, oleh sebab penelitian harus
selalu dapat dipertanggung- jawabkan secara empirik, sehingga dapat
dipercaya dan diandalkan.
C. Pengertian
Ilmu Pengetahuan
Secara
etimologi, ilmu pengetahuan terdiri dari dua kata, yakni ilmu dan
pengetahuan. Ilmu dalam bahas Arab, berasal dari kata Alama artinya
mengecap atau memberi tanda. Sedangkan ilmu berarti pengetahuan.[8] Sedangkan dalam bahasa Inggris ilmu
berarti science, yang berasal dari bahasa latin scientia, yang
merupakan turunan dari kata scire, dan mempunyai arti mengetahui (to
know), yang juga berarti belajar (to learn).[9] Dalam Webster’s Dictionary
disebutkan bahwa;
(1) Possession
of knowledge as distinguished from ignorance or misunderstanding;
knowledge attain trough study or practice, (2) A departemen of sistematiced
knowledge as an object of study (the science of tiology), (3) Knowledge
covering general truths of the operasion laws esp. As obtained and tested
through scientific method; such knowledge concerned with the physical word an
its phenomena (natural science), (4) a system or method based or purporting to
be based an scientific principles.[10]
(1) Pengetahuan
yang membedakan dari ketidak tahuan atau kesalah pahaman; pengetahuan yang
diperoleh melalui belajar atau praktek, (2) suatu bagian dari pengetahuan
yang disusun secara sistematis sebagai salah satu objek studi (ilmu
teologi), (3) pengetahuan yang mencakup kebenaran umum atau hukum-hukum
operasinal yang diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah; pengetahuan yang
memperhatikan dunia pisik dan gejala-gejalanya (ilmu pengetahuan alami), (4)
suatu sistem atau metode atau pengakuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
ilmiah.
Sedangkan
pengetahuan merupakan arti dari kata knowledge yang mempunyai arti;
(1) the fact or
conditioning of knowing something whit familiriality gained through experience
or association, (2) the fact or conditioning of being aware of something.
(3) the fact or
condition of having information or of being learned, (4) the sum of is known;
the body of truth, information, and principels acquired by mankind.
(1) kenyataan
atau keadaan mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui pengalaman
atau kebenaran secara umum, (2) kenyataan atau kondisi manusia yang menyadari
sesuatu, (3) kenyataan atau kondisi memiliki informasi yang sedang dipelajari,
(4) sejumlah pengetahuan; susunan kepercayaan, informasi dan prinsip-prinsip
yang diperoleh manusia.
Konklusi
dari pernyataan tersebut diatas, Ilmu diinterpretasikan sebagai salah
satu dari pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah yang sistematis.
Sedangkan pengetahuan diperoleh dari kebiasaan atau pengalaman sehari-hari.
Dengan demikian ilmu lebih sempit dari pegetahuan, atau ilmu merupakan bagian
dari pengetahuan.
Pengertian
tersebut tidak jauh berbeda dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli
-terminologi-. Kata ilmu diartikan oleh Charles Singer sebagai proses
membuat pengetahuan. Definisi yang hampir sama dikemukakan John
Warfield yang mengartikan ilmu sebagai rangkaian aktivitas penyelidikan. Sedangkan pengetahuan menurut Zidi Gazalba merupakan hasil
pekerjaan dari tahu yang merupakan hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan
pandai. Pengetahuan menurutnya adalah milik atau isi fikiran.[11] Sedangkan pengertian ilmu
pengetahuan sebagai terjemahan dari science, seperti dikatakan oleh
Endang Saefuddin Anshori ialah;
Usaha pemahaman manusia yang disusun
dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan
hukum-hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam, manusia, dan agama) sejauh
yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan itu, yang
kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksprimental.[12]
Dari
definisi tersebut diperoleh ciri-ciri ilmu pengetahuan yaitu; sistematis, generalitas
(keumuman), rasionalitas, objektivitas, verifibialitas dan komunitas.
Sistematis, ilmu pengetahuan disusun seperti sistem yang memiliki
fakta-fakta penting yang saling berkaitan. Generalitas, kualitas ilmu
pengetahuan untuk merangkum fenomena yang senantiasa makin luas dengan
penentuan konsep yang makin umum dalam pembahasan sasarannya. Rasionalitas,
bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. Verifiabilitas,
dapat diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali atau diuji ulang oleh setiap
anggota lainnya dari masyarakat ilmuan. Komunitas, dapat diterima secara
umum, setelah diuji kebenarannya oleh ilmuwan.
Sedangkan
yang menjadi objek ilmu pengetahuan dapat dibagi dua yaitu objek materi (material
objek) dan objek fomal (formal objek). Objek materi adalah sasaran
yang berupa materi yang dihadirkan dalam suatu pemikiran atau penelitian.
Didalamnya terkandung benda-benda materi ataupun non-materi. Bisa juga berupa
hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dll.
Objek
formal yang berarti sudut pandang menurut segi mana suatu objek diselidiki.
Objek formal menunjukkan pentingnya arti, posisi dan fungsi-fungsi objek dalam
ilmu pengetahuan. Sebagai contoh pembahasan tentang objek materi “manusia”.
Dalam diri manusia terdapat beberapa aspek, seperti: kejiwaan, keragaan,
keindividuaan dan juga kesosialan. Aspek inilah yang menjadi objek forma ilmu
pengetahuan. Manusia dengan objek formalnya akan menghasilkan beberapa macam
ilmu pengetahuan, misalnya biologi, fisikologi, sosiologi, antropologi dll.
Dengan kata
lain ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu objek yang diperoleh
dengan metode ilmiah yang disusun secara sistematik sebagai sebuah kebenaran.
D. Sumber Pengetahuan
Sumber
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagaia asal. Sebagai
contoh sumber mata air, berarti asal dari air yang berada di mata air itu.
Dengan demikian sumber ilmu pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan yang
diperoleh manusia. Jika membicarakan masalah asal, maka pengetahuan dan ilmu
pengetahuan tidak dibedakan, karena dalam sumber pengetahuan juga terdapat
sumber ilmu pengetahuan.
Dr.
Mulyadi Kartanegara mendefinisikan sumber pengetahuan adalah alat atau sesuatu
darimana manusia bisa memperoleh informasi tentang objek ilmu yang berbeda-beda
sifat dasarnya.[13] Karena sumber pengetahuan adalah alat,
maka Ia menyebut indera, akal dan hati sebagai sumber pengetahuan.
Amsal Bakhtiar berpendapat tidak jauh berbeda. Menurutnya sumber pengetahuan
merupakan alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan istilah yang berbeda
ia menyebutkan empat macam sumber pengetahuan, yaitu: emperisme,
rasionalisme, intuisi dan wahyu. Begitu juga dengan Jujun Surya Sumantri,
ia menyebutkan empat sumber pengetahuan tersebut.[14]
Sedangkan John Hospers dalam bukunya yang berjudul An Intruction to
Filosofical Analysis, sebagaimana yang dikutip oleh Surajiyo menyebutkan
beberapa alat untuk memperoleh pengetahuan, antara lain: pengalaman indera,
nalar, otoritas, intuisi, wahyu dan keyakinan.[15] Sedangkan Amin Abdullah menyebutkan dua
aliran besar, idealisme dan imperisme.[16]
Dari
pemaparan di atas, penulis lebih condong kepada pendapat Mulyadi Kertanegara
yang menyebutkan indra, akal dan hati sebagai sumber pengetahuan. Hanya saja
ketiga sumber tersebut perlu ditambah dengan intuisi dan wahyu. Pengetahuan
yang diperoleh intuisi berbeda dengan pengetahuan yang diperoleh hati. Intiusi
bagi para filsofi barat lebih dipahami sebagai pengembangan insting yang dapat
memperoleh pengetahuan secara langsung dan bersifat mutlak.[17]
uraian, sumber pengetahuan terdiri dari empirisme (indera), rasionalisme
(akal), intuisionisme (intuisi), ilmunasionalisme (hati), dan
wahyu.
1. Empirisme
(indera)
John Locke (1632-1704), mengemukakan teori tabula rasa yang menyatakan bahwa
pada awalnya manusia tidak tahu apa-apa. Seperti kertas putih yang belum
ternoda. Pengalaman inderawinya mengisi catatan harian jiwanya hingga menjadi
pengetahuan yang sederhana sampai begitu kompleks dan menjadi pengetahuan yang
cukup berarti.
Selain John Locke, ada juga David Hume (1711-1776) yang mengatakan bahwa
manusia sejak lahirnya belum membawa pengetahuan apa-apa. Manusia mendapatkan
pengetahuan melalui pengamatannya yang memberikan dua hal, kesan (impression)
dan pengertian atau ide (idea). Kesan adalah pengamatan langsung yang
diterima dari pengalaman. Seperti merasakan sakitnya tangan yang terbakar.
Sedangkan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang dihasilkan dengan
merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesan-kesan yang diterima dari
pengalaman.[18]
Gejala
alam, menurut aliran ini bersifat konkret, dapat dinyatakan dengan panca indera
dan mempunyai karakteristik dengan pola keteraturan mengenai suatu
kejadian.seperti langit yang mendung yang biasanya diikuti oleh hujan, logam
yang dipanaskan akan memanjang. Berdasarkan teori ini akal hanya berfungsi
sebagai pengelola konsep gagasan inderawi dengan menyusun konsep tersebut atau
membagi-baginya. Akal juga sebagai tempat penampungan yang secara pasif
menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Akal berfungsi untuk memastikan
hubungan urutan-urutan peristiwa tersebut.
Dengan
kata lain, empirisme menjadikan pengalaman inderawi sebagai sumber pengetahuan.
Sesuatu yang tidak diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar.
Walaupun demikian, ternyata indera mempunyai beberapa kelemahan, antara lain; pertama,
keterbatasan indera. Seperti kasus semakin jauh objek semakin kecil ia
penampakannya. Kasus tersebut tidak menunjukkan bahwa objek tersebut mengecil,
atau kecil. Kedua, indera menipu. Penipuan indera terdapat pada orang
yang sakit. Misalnya. Penderita malaria merasakan gula yang manis, terasa pahit
dan udara yang panas dirasakan dingin. Ketiga, objek yang menipu,
seperti pada ilusi dan fatamorgana. Keempat, objek dan indera yang
menipu. Penglihatan kita kepada kerbau, atau gajah. Jika kita memandang
keduanya dari depan, yang kita lihat adalah kepalanya, sedangkan ekornya
tidak kelihatan. dan kedua binatang itu sendiri tidak bisa menunjukkan
seluruh tubuhnya.[19]
Kelemahan-kelemahan pengalaman indera sebagai sumber pengetahuan, maka lahirlah
sumber kedua, yaitu Rasionalisme.
2. Rasionalisme
(akal)
Rene Descartes (1596-1650), dipandang sebagai bapak rasionalisme. Rasionalisme
tidak menganggap pengalaman indera (empiris) sebagai sumberpengetahuan, tetapi
akal (rasio). Kelemahan-kelemahan pada pengalaman empiris dapat dikoreksi
seandainya akal digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari penggunaan indera
dalam memperoleh pengetahuan, tetapi indera hanyalah sebagai perangsang agar
akal berfikir dan menemukan kebenaran/ pengetahuan.
Akal mengatur data-data yang dikirim oleh indera, mengolahnya dan menyusunnya
hingga menjadi pengetahuan yang benar. Dalam penyusunan ini akal menggunakan
konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam
alam nyata dan bersifat universal dan merupakan abstraksi dari benda-benda
konkret. Selain menghasilkan pengetahuan dari bahan-bahan yang dikirim indera,
akal juga mampu menghasilkan pengetahuan tanpa melalui indera, yaitu
pengetahuan yang bersifat abstrak. Seperti pengetahuan tentang hukum/ aturan
yang menanam jeruk selalu berbuah jeruk. Hukum ini ada dan logis tetapi tidak
empiris.
Meski
rasionalisme mengkritik emprisme dengan pengalaman inderanya, rasionalisme
dengan akalnya pun tak lepas dari kritik. Kelemahan yang terdapat pada akal.
Akal tidak dapat mengetahui secara menyeluruh (universal) objek yang
dihadapinya. Pengetahuan akal adalah pengetahuan parsial, sebab akal hanya
dapat memahami suatu objek bila ia memikirkannya dan akal hanya memahami
bagian-bagian tertentu dari objek tersebut.
Kelemahan yang dimiliki oleh empirisme dan rasionalisme disempurnakan sehingga
melahirkan teori positivisme yang dipelopori oleh August Comte (1798-1857) dan
Iammanuel Kant (1724-1804), Ia telah melahirkan metode ilmiah yang menjadi
dasar kegiatan ilmiah dan telah menyumbangkan jasanya kepada perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Menurut pahan ini indera sangat penting untuk
memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi indera harus dipertajam dengan eksperimen
yang menggunakan ukuran pasti. Misalnya panas diukur dengan derajat panas,
berat diukur dengan timbangan dan jauh dengan meteran.
3. Intusionisme
(intuisi)
Kritik paling tajam terhadap empirisme dan rasionalisme di lontarkan oleh
Hendry Bergson (1859-1941). Menurutnya bukan hanya indera yang terbatas,
akalpun mempunyai keterbatasan juga. Objek yang ditangkap oleh indera dan akal
hanya dapat memahami suatu objek bila mengonsentrasikan akalnya pada objek
tersebut. Dengan memahami keterbatasan indera, akal serta objeknya, Bergson
mengembangkan suatu kemampuan tingkat tinggi yang dinamakannya intuisi.
Kemampuan inilah yang dapat memahami suatu objek secara utuh, tetap dan
menyeluruh. Untuk memperoleh intuisi yang tinggi, manusia pun harus berusaha
melalui pemikiran dan perenungan yang konsisten terhadap suatu objek.[20]
Lebih lanjut Bergson menyatakan bahwa pengetahuan intuisi bersifat mutlak dan
bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan
simbolis. Intuisi dan analisa bisa bekerja sama dan saling membantu dalam
menemukan kebenaran. Namun intuisi sendiri tidak dapat digunakan sebagai dasar
untuk menyusun pengetahuan.
Salah satu contohnya adalah pembahasan tentang keadilan. Apa adil itu?
Pengertian adil akan berbeda tergantung akal manusia yang memahami. Adil bisa
muncul dari si terhukum, keluarga terhukum, hakim dan dari jaksa. Adil
mempunyai banyak definisi. Disinilah intuisi berperan. Menurut aliran ini
intuisilah yang dapat mengetahui kebenaran secara utuh dan tetap.
4.
Illuminasionisme (hati)
Paham ini mirip dengan intuisi tetapi mempunyai perbedaan dalam metodologinya.
Intuisi diperoleh melalui perenungan dan pemikiran yang mendalam, tetapi dalam illuminasi
diperoleh melalui hati. Secara lebih umum illiminasi banyak berkembang
dikalangan agamawan dan dalam Islam dikenal dengan teori kasyf yaitu
teori yang mengatakan bahwa manusia yang hatinya telah bersih mampu menerima
pengetahuan dari Tuhan. Kemampuan menerima pengetahuan secara langsung ini,
diperoleh melalui latihan spiritual yang dikenal dengan suluk atau riyadhah.
Lebih khusus lagi, metode ini diajarkan dalam thariqat. Pengetahuan yang
diperoleh melalui illuminasi melampaui pengetahuan indera dan akal. Bahkan
sampai pada kemampuan melihat Tuhan, syurga, neraka dan alam ghaib lainnya.[21]
Di dalam ajaran Tasawuf, diperoleh pemahaman bahwa unsur Ilahiyah
yang terdapat pada manusia ditutupi (hijab) oleh hal-hal material dan
hawa nafsunya. Jika kedua hal ini dapat dilepaskan, maka kemampuan Ilahiyah
itu akan berkembang sehingga mampu menangkap objek-objek ghaib.
5. Wahyu
(agama)
Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang dikalangan agamawan. Wahyu
adalah pengetahuan agama disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara
para nabi yang memperoleh pegetahuan tanpa mengusahakannnya. Pengetahuan ini
terjadi karena kehendak Tuhan. Hanya para nabilah yang mendapat wahyu.
Wahyu Allah berisikan pengetahua yang baik mengenai kehidupan manusia itu
sendiri, alam semesta dan juga pengetahuan transendental, seperti latar
belakang dan tujuan penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan di akhitar
nanti. Pengetahuan wahyu lebih banyak menekankan pada kepercayaan yang
merupakan sifat dasar dari agama.
E. Cara
Memperolah Ilmu Pengetahuan
Lima sumber pengetahuan yang telah disebutkan diatas, menitik beratkan pada
akal dalam rangka memperoleh atau mendapatkan pengetahuan. Empiris
menggunakan akal untuk membentuk ide/konsep dari objek. Apalagi dalam aliran
rasionalisme yang menekankan pada akal. Intuisi, illuminasi dan wahyu pun
diperoleh dari akal yang berfikir. Meskipun demikian pengetahuan yang
dihasilkan dari sumber tersebut berbeda-beda.
Dr. Muhamad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua, pertama;
ilmu yang bersumber dari Tuhan, kedua; ilmu yang bersumber dari manusia.
Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu pertama; ilmu Qadim dan
kedua; ilmu Hadits. Ilmu Qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda
dari ilmu hadits yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.[22]
Menurut Al-Gazali sebagaimana yang
dikutip oleh Dr. Amsal Bakhtiar berpendapat bahwa ilmu dibagi menjadi dua macam
yaitu ilmu syar’iyah dan ilmu aqliyyah. Ilmu syar’iyyah
adalah ilmu religius karena ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban
yang memiliki syar’iyyah (hukum wahyu) sedangkan ilmu aqliyyah adalah
ilmu yang diluar dari ilmu syar’iyyah. Seperti ilmu alam, matematika,
metafisika, ilmu politik dll.
F. Periodesasi
Perkembangan Ilmu
1. Perkembangan
Ilmu Pengetahuan di Babilonia dan Mesir
Sekitar tahun
3000 SM di daerah Mesopotamia, orang mulai bertani dalam jumlah besar,
menggunakan binatang dan bajak, memiki perahu dan kendaraan beroda sebagai
sarana transportasi. Mereka juga sudah mampu mengolah logam dan membuat barang
dari keramik. Tahun 2500 SM bangsa Sumeria telah mengenal matematika. Tahun
2000 SM dinasti Hammurabi mengembangkan kemajuan kebudayaan. Matematika semakin
berkembang. Banyak sekolah didirikan. Orang Babilonia telah mampu membagi hari
dalam jam serta menyatakan bahwa satu tahun terdiri atas 365 hari.
Di bidang astronomi para pemuka agama melakukan pengamatan terhadap
angkasa dan memberi nama bintang-bintang dengan Pisces, Gemini, Scorpio dan
lain-lain yang sekarang disebut zodiac. Kemudian melalui pengamatan tersebut ,
mereka mencoba meramalkan nasib seseorang dikaitkan dengan hari kelahirannya.
Pengetahuan tentang kedokteran juga telah lama dikenal di
Babilonia. Pada tahun 2350 SM telah ada dokter di Babilonia Selatan. Akan
tetapi pada saat itu pengetahuan yang dikembangkan bercampur dengan anggapan
bahwa penyakit itu dibawa oleh roh jahat. Oleh karena itu pengobatannya pun
dilakukan melalui obat dan mantra. Yang diketahui dari buku-buku kedokteran
yang memuat tulisan yang berisi campuran antara resep dan mantra. Dalam bidang
ekonomi orang Babilonia juga telah mengenal perdagangan dalam bentuk barter.
Kerajinan tangan membuat sepatu, menyamak kulit, memotong batu, textil.dll.[23]
Kebudayaan Mesir di Zaman Purba lebih maju. Di bidang transportasi
orang Mesir sudah berhasil menemukan kereta beroda dan perahu layer. Juga
mengenal timbangan yang memungkinkan mereka mengetahui berat suatu benda.
Pembuatan textile dengan cara menenun telah dilakukan dengan alat tenun.
Pada tahun 2500 SM di Mesir telah dibangun Piramid yang
sisi-sisinya tepat menghadap Barat, Timur, Utara dan Selatan. Pembangunan
Piramid menunjukan telah dipergunakannya Matematika untuk menghitung sudut
elevasi Piramid.[24]
Dalam bidang kedokteran ditemukan tulisan tentang cara-cara
pengobatan orang sakit . Pada papyrus ebers misalnya, terdapat keterangan
tentang denyut nadi pada beberapa bagian badan, mekanisme pernafasan, daftar
penyakit, resep obat untuk penyakit mata, telinga dan perut dan lain-lain.
Pengobatan suatu penyakit selain menggunakan obat-obatan yang terdiri dari
ramuan tumbuhan dan bahan kimia seperti minyak jarak, soda, garam, timbale dan
garam tembaga, juga menggunakan mantera. Lemak harimau, buaya, ular dan angsa
digunakan sebagai obat penumbuh rambut. Dalam papyrus ini ditulis pula
cara-cara mengawetkan makanan dengan menggunakan garam, cuka dll. Dokter
pertama kali dikisahkan bernama Imhotep dan kemudian dianggap sebagai dewa
pengobatan pada tahun 3000 SM sedangkan gambar-gambar tentang suatu operasi
atau pembedahan telah ada pada tahun 2500 SM.Gambar tersebut terdapat sebagai
ukiran dalam suatu makam di Mesir. Akan tetapi pada orang yang menderita
penyakit jiwa, pengobatannya tidak melalui dokter, akan tetapi diserahkan pada
ahli mengusir roh jahat.
Dalam bidang pengolahan logam orang Mesir telah lama mengenal
cara-cara pemurnian emas, pengolahan besi serta bijih logam lainnya. Hal ini
dapat diketahui dengan ditemukannya benda-benda dari logam yang berupa
perhiasan atau senjata. Emas, perak dan tembaga diperkirakan telah ada pada
tahun 3000 SM. Perunggu telah dipergunakan orang pada tahun 2500 SM dan pada
waktu itu besi dan timbal telah ditemukan .raksa telah dikenal orang pada tahun
1500 SM. Timbale terdapat sebagai bijih timbal sulfide di suatu tempat dekat
laut Merah. Tambang emas terletak di sebelah timur sungai Nil di daerah yang
disebut Nubia.
Selain logam, orang Mesir juga mengenal cara pembuatan gelas dan
keramik. Mereka telah menggunakan alat yang berupa roda yang berputar pada
sumbu tegak untuk memberi bentuk kepada tanah liat yang digunakan, misalnya
bentuk suatu bejana kemudian dibakar dalam sebuah tungku atau tanur tinggi yang
tertutup. Pembuatan gelas secara besar-besaran baru dilakukan pada tahun 1370
SM dengan menggunakan netron yang dilebur bersama kwarsa. Senyawa-senyawa
tembaga dipakai untuk memberi warna hijau atau biru pada gelas. Kira-kira pada
tahun 4000 SM orang-orang Mesir juga telah mengenal zat warna indigo yang
digunakan untuk memberi warna pada tekstil .[25]
2. Perkembangan Pengetahuan di India
Pada zaman kuno, pengetahuan yang telah dikenal di daerah lembah
sungai Indus ini adalah astronomi, matematika dan kedokteran. Walaupun tidak
dapat menyamai perkembangan astronomi di Babilonia, namun para pengamat
benda-benda angkasa telah mengamati posisi matahari, bulan dan beberapa
bintang. Dari pengamatan itu ditentukan banyaknya waktu dalam satu tahun dan
satu bulan, Trigonometri serta lambang-lambang bilangan juga dikembangkan
dengan baik. Berhitung dengan menggunakan angka nol dan angka satu sampai
sembilan berkembang dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan kedokteran telah dikenal di India beberapa ratus tahun
Sebelum Masehi. Tulisan tentang pengetahuan kedokteran memuat beberapa cara
pengobatan yang bebas dari pengaruh mistik. Menurut teori kedokteran pada jaman
kuno, tubuh manusia terdiri atas lima unsure alami yaitu : tanah, air, api,
angin dan ruang kosong. Air, api dan angin adalah unsur yang aktif. Apabila
ketiga unsur tersebut berada dalam keseimbangan dan keserasian maka orang akan
sehat. Kelebihan atau kekurangan salah satu unsure tadi menyebabkan adanya
ketidakseimbangan dan ketidakserasian yang mengakibatkan orang menjadi sakit.
Tumbuh-tumbuhan digunakan untuk keperluan pengobatan. Pengobatan penyakit
dengan cara pembedahan juga telah lama dikenal.[26]
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Cina
Perkembangan Ilmu pengetahuan di Cina dapat diketahui dari penemuan
arkeologi, yaitu pada masa Dinasti Shang ( 1523-1028 SM ) dan Dinasti Chin (
1027 – 256 SM ). Pada masa – masa tersebut orang telah mengenal tulisan, pembuatan
keramik, kendaraan beroda, cara bertanam padi, pembuatan sutera alam, dan
pembuatan alat-alat dari perunggu.perunggu telah lama dikenal pada abad ke -10
SM. Pengolahan besi dikenal abad ke-6 SM. Pada masa Dinasti Shang dan Chin,
teknologi di Cina mencapai kemajuan besar. Dalam bidang kedokteran bangsa Cina
juga telah mengenal bentuk pengobatan dengan menggunakan tusuk jarum (
akupuntur ) pada beberapa abad sebelum masehi.
Di samping itu dalam sebuah buku kuno yang ditulis pada tahun 1200
SM terdapat tulisan tentang asal mula benda-benda. Disebutkan bahwa benda
berasal dari dua macam kekuatan yaitu Yin dan Yang. Yin membawa cirri buruk,
sedangkan Yang membawa ciri baik. Sifat suatu benda tergantung dari jumlah Yin
dan Yang yang terkandung dalam benda tersebut. Karena itu mereka percaya bahwa
satu benda dapat berubah menjadi benda lain apabila jumlah Yin dan Yang dalam
benda tersebut diubah, misalnya suatu logam dapat diubah menjadi logam mulia
dengan mengurangi Yin dan menambah jumlah Yang. Dalam buku lian yang ditulis
pada tahun 2200 SM disebut adanya lima unsur yang membentuk benda yaitu air,
api, kayu, logam dan tanah.
Menurut Jerome R. Ravertz, dalam bukunya Filsafat Ilmu, hingga
zaman Renaissans teknologi Cina lebih maju dari Eropa.[27]
G. Sekilas Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Islam Klasik
Mengenai zaman Islam klasik, Harun Nasution menyebutkan antara 650-1250 M. ini
terjadi semenjak Rasul Muhammad SAW menyebarkan risalahnya sampai hancurnya
Baghdad pada abad XIII M.[28]
Dalam dunia Islam, ilmu bermula dari
keinginan untuk memahami wahyu yang terkandung dalam Al-Qura’an dan bimbingan
Nabi Muhammad SAW mengenai wahyu tersebut. Al-‘ilm itu sendiri dikenal sebagai sifat utama Allah
SWT. Dalam bentuk kata yang berbeda. Allah SWT disebut juga sebagai al-‘Alim,
yang artinya “Yang Maha Mengetahui”. Ilmu adalah salah satu dari sifat utama
Allah SWT dan merupakan satu-satunya kata yang komprehensif serta bisa
digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWt.
Keterangan tafsir sering kali ditekankan sehubungan dengan kelima
ayat Al-Qur'an yang paling pertama diwahyukan (QS.96:l-5), antara lain bahwa
ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat keilmuan pada posisi yang amat
penting. Banyaknya ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi SAW tentang ilmu antara lain
memberi kesan bahwa tujuan utama hidup ini ialah memperoleh ilmu tersebut.
Dalam hubungan ini, sebagian ahli menerangkan perkembangan ilmu
dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap
wahyu dalam menghadapi suatu situasi di mana mereka hidup, dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Menurut pendekatan ini, generasi pada masa Nabi
Muhammad SAW telah menangkap semangat ilmu yang diajarkan oleh Islam yang
disampaikan oleh Nabi SAW tetapi semangat itu baru menampakkan dampak yang
amat luas setelah Nabi SAW wafat. Hadirnya Nabi SAW di tengah-tengah kaum
muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan
semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan
diselesaikan oleh Nabi SAW.
Generasi sesudah Nabi SAW wafat, yang menyaksikan proses
berlangsung dan turunnya wahyu sehingga berhasil menginternalisasi dan
menyerapnya ke dalam diri mereka, menilai situasi yang mereka hadapi dengan
semangat wahyu yang telah mereka serap. Penilaian terhadap situasi baru yang
lebih bercorak intelektual berlangsung pada generasi tabiin dan tabiit tabiin
(tabi'at-tabi'in) karena metode yang dipakai menyerupai metode ilmu yang
dikenal kemudian, bahkan sebagian metode ilmu yang dikenal sekarang berasal
dari generasi tersebut. Metode tersebut adalah metode nass, yaitu mencari
rujukan kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan teks-teks hadis yang sifatnya langsung,
jelas, dan merujuk pada situasi yang dihadapi, atau mencari teks yang cukup
dekat dengan situasi atau masalah yang dihadapi bila teks langsung tidak
diperoleh. Metode yang lainnya disebut metode kias atau penalaran analogis.[29]
Menurut pendekatan ini, pemikiran tentang hukum adalah ilmu yang
paling awal tumbuh dalam Islam. Munculnya sejumlah hadist yang digunakan untuk
keperluan pemikiran hukum, di samping ayat-ayat Al-Qur'an, menjadikan hadist
pada masa-masa.
tersebut tumbuh menjadi ilmu tersendiri. Dengan alasan yang
berbeda dengan lahirnya ilmu hukum, teologi atau ilmu kalam muncul menjadi ilmu
yang berpangkal pada persoalan-persoalan politik, khususnya pada masa
kekhalifahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib. Ilmu kalam semakin
menegaskan dirinya sebagai disiplin ilmu tersendiri ketika serangan yang
ditujukan kepada Islam memakai pemikiran filsafat sebagai alat. Oleh karena
itu, dirasakan bahwa penyerapan filsafat merupakan suatu keharusan untuk
dipakai dalam membela keyakinan-keyakinan Islam.[30]
Perkembangan ilmu paling pesat dalam Islam terjadi ketika kaum
muslimin bertemu dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju dari
bangsa-bangsa yang mereka taklukkan. Perkembangan tersebut semakin jelas sejak
permulaan kekuasaan Bani Abbas pada pertengahan abad ke-8. Pemindahan ibukota
Damsyik (Damascus) yang terletak di lingkungan Arab ke Baghdad yang berada di
lingkungan Persia yang telah memiliki budaya keilmuan yang tinggi dan sudah
mengenal ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, menjadi alat picu semaraknya
semangat keilmuan yang telah dimiliki oleh kaum muslimin.
Pada masa ini umat islam telah banyak melakukan kajian kritis
tentang ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan baik aqli ( rasional )
maupun yang naqli mengalami kemajuan dengan sangat pesat. Proses pengalihan
ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara penerjemahan berbagai buku karangan
bangsa-bangsa terdahulu, seperti bangsa yunani, romawi, dan persia, serta
berbagai sumber naskah yang ada di timur tengah dan afrika, seperti mesopotamia
dan mesir.
Diantara banyak ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu
pengetahuan adalah kelompok Mawali atau orang-orang non arab, seperti orang
persia. Pada masa itu, pusat kajian ilmiah bertempat di masjid-masjid, misalnya
masjid Basrah. Di masjid ini terdapat kelompok studi yang disebut Halaqat Al
Jadl, Halaqad Al Fiqh, Halaqad Al Tafsir wal Hadist, Halaqad Al Riyadiyat,
Halaqad lil Syi’ri wal adab, dan lain-lain. Banyak orang dari berbagai suku
bangsa yang datang ke pertemuan ini. Dengan demikian berkembanglah kebudayaan
dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Pada permulaan Daulah Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat
pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya beberapa lembaga non
formal yang disebut Ma’ahid. Baru pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid
didirikanlah lembaga pendidikan formal seperti Darul Hikmah yang kemudian
dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al Makmun. Dari lembaga inilah banyak
melahirkan para sarjana dan ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan Daulah
Abbasiyah dan umat islam pada umumnya.[31]
Masa ini dicatat oleh sejarah sebagai masa kaum muslimin menyerap khazanah ilmu
dari luar tanpa puas-puasnya. Akan tetapi prestasi terbesar al-Makmun adalah
pembangunan Bait al-hikmah.[32]
Pada mulanya, suatu karya diterjemahkan dan dipelajari karena
alasan praktis. Misalnya, ilmu kedokteran dipelajari untuk mengobati penyakit
khalifah dan keluarganya; untuk mendapatkan kesempurnaan pelaksanaan ibadah,
ilmu falak berkembang dalam menentukan waktu shalat secara akurat. Akan tetapi,
motif awal dipelajarinya ilmu-ilmu tersebut ternyata pada perkembangan
selanjutnya mengalami pertumbuhan sedemikian rupa, sehingga tidak lagi
terbatas untuk keperluan-keperluan praktis dan ibadah tetapi juga untuk
keperluan yang lebih luas, misalnya, untuk pengembangan ilmu itu sendiri.
Dengan demikian, ilmu yang diserap itu ditambah dan dikembangkan lagi oleh kaum
muslimin dengan hasil-hasil pemikiran dan penyelidikan mereka.
Beberapa disiplin ilmu yang sudah berkembang pada masa klasik Islam
adalah: ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu usul fikih, ilmu
tasawuf, yang biasa pula disebut sebagai bidang ilmu naqli, ilmu-ilmu yang
bertolak dari nas-nas Al-Qur'an dan hadis. Adapun dalam bidang ilmu 'aqli atau
ilmu rasional, yang berkembang antara lain ilmu filsafat, ilmu kedokteran, ilmu
farmasi, ilmu sejarah, ilmu astronomi dan falak, ilmu hitung, dan lain-lain.
Pada masa ini dikenal banyak sekali pakar dari berbagai ilmu, baik
orang Arab maupun muslim non-Arab. Sejarah juga mencatat, bahwa untuk pengembangan
ilmu-ilmu tersebut para pakar muslim bekerja sama dengan pakar-pakar lainnya
yang tidak beragama Islam. Muhammad bin Ibrahim al-Fazari dipandang sebagai
astronom Islam pertama. Muhammad bin Musa al-Khuwarizmi (wafat 847M) adalah
salah seorang pakar matematika yang mashyur. Ali bin Rabban at-Tabari dikenal
sebagai dokter pertama dalam Islam, di samping Abubakar Muhammad ar-Razi
(wafat 925M) sebagai seorang dokter besar. Jabir bin Hayyan (wafat 812M) adalah
"bapak" ilmu kimia dan ahli matematika. Abu Ali al-Hasan bin Haisam
(wafat 1039M) adalah nama besar di bidang ilmu optik. Ibnu Wazih al-Yakubi, Abu
Ali Hasan al-Mas'udi (wafat 956M), dan Yakut bin Abdillah al-Hamawi adalah
nama-nama tenar untuk bidang ilmu bumi (geografi) Islam dan Ibnu Khaldun untuk
kajian bidang ilmu sejarah. Disamping nama-nama besar diatas, masih banyak lagi
pakar-pakar ilmu lainnya yang sangat besar peranannya dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
Besarnya pengaruh
bidang keilmuan yang ditinggalkan kaum ilmuwan muslim pada abad-abad yang
lampau tidak hanya tampak pada banyaknya nama-nama pakar muslim yang disebut dan
ditulis dalam bahasa Eropa, tetapi juga pada pengakuan yang diberikan oleh dan
dari berbagai kalangan ilmuwan. Zaman
Kebangkitan atau Zaman Renaisans di Eropa, yang di zaman kita telah melahirkan
ilmu pengetahuan yang canggih, tidak lahir tanpa andil yang sangat besar dari
pemikiran dan khazanah ilmu dari ilmuwan muslim pada masa itu.
H.
Tokoh-tokoh Ilmuwan dan karya-karyanya
Sepanjang
Eropa mengalami masa kegelapan, di sebelah selatan Laut Tengah berkembang
kerajaan bangsa Arab yang dipengaruhi dengan Islam. Dengan berkembangnya
pengaruh Islam, maka semakin banyak pula tokoh-tokoh ilmuwan Islam yang
berperan dalam perkembangan Ilmu. Dalam buku Sejarah Filsafat Ilmu &
Teknologi karangan Burhanuddin Salam (2004), buku Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya karangan M. Thoyibi (1997), serta buku Filsafat Ilmu
yang disusun oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM (2001), disebutkan beberapa tokoh
ilmuwan muslim yang berpengaruh bagi sejarah perkembangan ilmu. Mereka adalah
sebagai berikut:[33]
1) al-Fārābi (870 M - 950 M).[34]
Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Kontribusinya
terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi
telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa. Selain itu,
karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau
Negara Utama) yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan
politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato
dengan hukum Ilahiah Islam.
2) al-Khawārizmī (780 M - 850 M). Hasil
pemikirannya berdampak besar pada matematika, yang terangkum dalam buku
pertamanya, al-Jabar. Selain itu karyanya adalah al-Kitab al-mukhtasar fi
hisab al-jabr wa’l-muqabala (Buku Rangkuman untuk Kalkulasi dengan
Melengkapakan dan Menyeimbangkan), Kitab surat al-ard
(Pemandangan Bumi). Karya tersebut masih tersimpan di Strassberg, Jerman.
3) al-Kindi (801 M - 873 M),[35]
bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Al Kindi
menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi,
aritmatika, musik(yang dibangunnya dari berbagai prinip aritmatis), fisika,
medis, psikologi, meteorologi, dan politik.
4) al-Ghazali (1058 M - 1111 M) adalah
seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel
di dunia Barat. Karya-karyanya berupa kitab Al-Munqidh min adh-Dhalal, Al-Iqtishad
fi al-I’tiqad, Al-Risalah al-Qudsiyyah, Kitab al-Arba’in fi Ushul
ad-Din, Mizan al-Amal, Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum
al-Akhirah, Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama) merupakan
karyanya yang terkenal, Kimiya as-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan), Misykah
al-Anwar (The Niche of Lights), Maqasid al-Falasifah, Tahafut
al-Falasifah (buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu,
yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-Tahafut (The Incoherence
of the Incoherence), Al-Mushtasfa min ‘Ilm al-Ushul, Mi’yar al-Ilm (The
Standard Measure of Knowledge), al-Qistas al-Mustaqim (The Just
Balance), dan Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof
in Logic).
5) Ibnu Sina (980 M -1037 M). Ia
dikenal sebagai Avicenna di Dunia Barat. Ia adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter.
Bagi banyak orang, beliau adalah “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak
lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di
bidang kedokteran. Karyanya yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama
berabad-abad. Karyanya adalah The Book of Healing dan The Canon of
Medicine, dikenal juga
sebagai sebagai Al-Qanun fi At Tibb.
6) Al-Razi (865 M - 925 M) yang
dikenal dengan nama Razes. Seorang dokter klinis yang terbesar
pada masa itu dan pernah mengadakan satu penelitian Al-Kimi atau
sekarang lebih terkenal disebut ilmu Kimia.Di dalam penelitiannya pada waktu
itu Al-Razi sudah menggunakan peralatan khusus dan secara sistimatis hasil karyanya
dibukukan, sehingga orang sekarang tidak sulit mempelajarinya. Disamping itu
Al-Razi telah mengerjakan pula proses kimiawi seperti: Distilasi, Kalsinasi
dan sebagainya dan bukunya tersebut merupakan suatu buku pegangan laboratorium
Kimia yang pertama di dunia. orang pertama membuat jahitan pada perut dengan
benang dibuat dari serat, dan orang pertama yang berhasil membedakan antara
penyakit cacar dengan campak. Buku karya Al-Razi paling termasyhur berjudul Al-Hawi
Fi Ilm Al-Tadawi yang terdiri dari 30 jilid dan dirangkum ke dalam 12
bagian dan Al-Mansuri, berisi tentang pembedahan seluruh tubuh manusia.[36]
Selain dari
daftar nama ilmuwan di atas, masih banyak lagi ilmuwan muslim yang lain. Dalam
bidang fiqih ada Imam Hanafi (699M - 767 M), Imam Malik (712 M -798 M), Imam
Syafi’i (767 M - 820 M) dan Imam Hanbali (780 M - 855 M) yang besar dengan
kitab masing-masing. Sementara dalam bidang sosial, terdapat nama Yaqut bin
Abdullah al Hamawi (1179 M - 1229 M) yang mengarang kitab Mu’jam al-Buldan
(Kamus Negara). Ibnu Yunis, yang menggabungkan dokumen-dokumen penelitian yang
dibuat 200 tahun sebelumnya dan menyiapkannya untuk tabel astronomi Hakimite.
Umar al-Khayyãm, yang dikenal dengan karya kalender Jalali-nya yang
sempurna dan dipakai di Persia untuk penanggalan. Cendekiawan seperti Will
Durant dan Fielding H. Garrison, kimiawan Muslim dianggap sebagai pendiri kimia. Abu Rayhan al-Biruni sebagai perintis indologi, geodesi dan antropologi.
Sebagian
bangsa di Asia juga mulai memperlihatkan perkembangan ilmu mereka. Dari Cina
ada salah satu contoh terbaik akan Shen
Kuo (1031 M - 1095 M), seorang ilmuwan dan negarawan yang
pertama kali menggambarkan magnet-jarum kompas yang digunakan untuk navigasi, menemukan konsep utara
sejati, perbaikan desain astronomi Gnomon, armillary bola, penglihatan tabung, dan clepsydra, dan menggambarkan penggunaan drydocks untuk memperbaiki perahu. Selain itu, Shen Kuo juga
menyusun teori pembentukan tanah, atau geomorfologi. Ada juga Su
Song (1020 M - 1101 M) juga seorang astronom yang menciptakan
langit bintang atlas peta, menulis sebuah risalah farmasi dengan subyek terkait
botani, zoologi, mineralogi, dan metalurgi, dan telah mendirikan besar astronomi clocktower di Kaifeng pada tahun 1088.
I.
Perkembangan Iptek di Timur
Jika kita bandingkan realitas peradaban umat
Islam saat ini dengan umat Islam di masa Khilafah Abbasiyah, terlihat perbedaan
yang mencolok. Di zaman Abbasiyah umat Islam mampu menjadi sumber ilmu
pengetahuan yang dipegang Barat saat ini. Sedangkan umat Islam saat ini hanya
menjadi konsumen dari ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang dikembangkan
masyarakat Barat. Melihat keterpurukan umat saat ini dan kemajuan umat Islam
masa lampau muncul ide membangun kembali “runtuhnya” peradaban Islam yang
dikemas dalam bentuk “jihad membangun peradaban”, bukan jihad dengan teror dan
kekerasan. Apa yang dimaksud dengan jihad membangun peradaban? Berikut ini
perbincangan Tim Reportase Center for Moderate Muslim (CMM) dengan M.
Hilaly Basya, Direktur Eksekutif Center for Moderate Muslim (CMM)
beberapa pekan lalu:[37]
Makna peradaban bisa kita pahami dari gambaran
peradaban-peradaban yang sudah ada dalam sejarah. Misalnya peradaban Islam dan
Barat. Peradaban biasanya selalu dikaitkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Jadi, jihad membangun peradaban berarti upaya bersungguh-sungguh
membangun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesungguhnya makna peradaban
lebih luas lagi dari apa yang tadi saya katakan. Seperti persoalan kemanusiaan,
kebudayaan, moralitas, dan seterusnya. Apakah peradaban didefinisikan hanya
dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi? Dalam batas-batas tertentu
peradaban selalu dikaitkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
ilmu pengetahuan dan teknologi akan memengaruhi aspek-aspek lain dari
peradaban.[38]
Apa signifikansi jihad membangun peradaban ini?
Peradaban Barat yang maju saat ini memberikan kontribusi besar bagi kehidupan
manusia secara umum. Artinya, seluruh kehidupan manusia tertolong, katakanlah
mendapatkan kemudahan akibat peradaban Barat yang maju. Pentingnya membangun
peradaban dalam rangka memudahkan kehidupan manusia itu sendiri. Misalnya dalam
transportasi. Transportasi saat ini lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan
dengan zaman dulu.
Kita melihat bahwa saat ini peradaban Islam
tertinggal dari peradaban Barat. Apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini?
Tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di Barat dilakukan dalam rentang waktu
yang cukup lama. Kalau dihitung dari sekarang, sekitar 300 atau 400 tahun yang
lalu Barat mengembangkan teknologi secara tekun. Dari sini kita pahami bahwa
kemajuan Barat yang merupakan proses panjang dari ketekunan dan keuletan
masyarakat Barat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau
dibandingkan dengan masyarakat atau bangsa-bangsa Islam, kita melihat bahwa
tradisi pengembangan ilmu pengetahuan sebenarnya telah ada saat Islam baru
tumbuh. Sayangnya tradisi pengembangan ilmu pengetahuan ini terputus di
tengah-tengah dan barangkali sekarang baru beranjak untuk bangkit kembali.
Jadi, karena tradisi pengembangan ilmu
pengetahuan terputus, maka umat Islam saat ini tertinggal. Banyak faktor yang
menyebabkan keterputusan tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di tubuh umat
Islam, seperti perpecahan internal dan adanya orientasi yang berbeda di
kalangan pemimpin Islam. Akibat keterputusan ini, kita tertinggal dari
masyarakat Barat dan kita membutuhkan sekitar 100 tahun untuk berpikir kembali
membangun ilmu pengetahuan di tubuh umat Islam. Apakah ide “jihad membangun
peradaban” ini merupakan terobosan baru atau merupakan penyegaran dari ide yang
telah ada sebelumnya? Saya kira jihad membangun peradaban ini merupakan
penyegaran. Artinya, konsep ini sebenarnya sudah ada dalam ajaran Islam, tetapi
karena umat Islam dipengaruhi oleh budaya dan lingkungannya, maka konsep
membangun peradaban ini menjadi layu di tengah perjalanan umat Islam dan karena
itu perlu kita segarkan kembali.
Ketertinggalan umat Islam dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi bisa kita analogikan dengan kebodohan. Sedangkan kebodohan
erat kaitannya dengan kemiskinan, dan dua variabel ini, kemiskinan dan
kebodohan, saling mempengaruhi.
BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang
ini tidak terpusat pada satu tempat atau wilayah tertentu saja. Selain di Eropa
, Dunia Timur juga terbukti memberikan sumbangsih yang besar bagi kemajuan ilmu
pengetahuan. Banyak penemuan yang terjadi di Dunia Timur yang baru dikembangkan
belakangan di Dunia Barat.
Beberapa disiplin ilmu yang sudah berkembang pada masa klasik Islam
adalah: ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu usul fikih, ilmu
tasawuf, yang biasa pula disebut sebagai bidang ilmu naqli, ilmu-ilmu yang
bertolak dari nas-nas Al-Qur'an dan hadis. Adapun dalam bidang ilmu 'aqli atau
ilmu rasional, yang berkembang antara lain ilmu filsafat, ilmu kedokteran, ilmu
farmasi, ilmu sejarah, ilmu astronomi dan falak, ilmu hitung, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas Atau Historivitas?,(
cet III Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2002), h. 244
A.W. Munawar, Kamus
Al-Munawwar Arab Indonesia Terlengkap, ditelaah oleh KH.Ali Ma’sum, KH.
Zaenal Abidin,cet. Xiv, (Surabaya Pustaka Progressif, 1997), h.966.
Bchtiar, Amsal . ( 2010), Filsafat Ilmu, Jakarta; Rajawali
Press
Jujun S Suryasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Popular,
cet. Xii, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1999)
Mulyadi
Kertanegara, Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi Holistic, (Jakarta; UIN
Jakarta Press, 2005)
Mukhtar, Orientasi
Ke Arah Pemeahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,
2014)
Louis O.
Kattsoft, Pengantar Filsafat, (cet. Vii, Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya,
1996), h.146
Surajiyo, Ilmu
Filsafat, suatu pengantar, (cet.I; Jakarta; PT. Bumi Aksara, 2005)
Supalan Suharsono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Makassar:
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 1997)
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, cet.v., (Yogyakarta:
Penerbit Liberty, 2000), h. 87
Qadir, C. A.
(1989), Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Jakarta; Yayasan Obor
Indonesia
Supriyadi, Dedi
. (2009), Pengantar Filsafat Islam, Bandung; Pustaka Setia
R. Ravertz,
Jerome. (2009), Filsafat Ilmu, Yogyakarta; Pustaka pelajar
Sunanto,
Musyrifah. (2007), Sejarah Islam Klasik, Jakarta; Kencana Prenada Media
Group
http://studitimteng.blogspot.com/2009/04/perkembangan-iptek-di-timur-tengah.html
[1] Mukhtar, Orientasi
Ke Arah Pemeahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,
2014), hal. 43
[2] Mukhtar, Orientasi
Ke Arah Pemeahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,
2014), hal. 45
[3] Mukhtar, Orientasi
Ke Arah Pemeahaman Filsafat Ilmu, ( Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,
2014), hal. 48
[8]A.W. Munawar, Kamus Al-Munawwar Arab Indonesia Terlengkap,
ditelaah oleh KH.Ali Ma’sum, KH. Zaenal Abidin,cet. Xiv, (Surabaya Pustaka
Progressif, 1997), h.966.
[9] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, cet.v., (Yogyakarta:
Penerbit Liberty, 2000), h. 87
[10] Supalan Suharsono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Makassar:
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 1997), h. 35
[11] Amsal, Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Perss,
2009), h. 85
[12] Endang Saifuddin Anshari. Ilmu, Filsafat dan Agama. (Cet.
Vii, Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1987), h. 50.
[13] Mulyadi Kertanegara, Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi
Holistic, (Jakarta; UIN Jakarta Press, 2005). H. 101.
[14] Jujun S Suryasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Popular,
cet. Xii, (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 1999), h. 50-54.
[15] Surajiyo, Ilmu Filsafat, suatu pengantar, (cet.I; Jakarta;
PT. Bumi Aksara, 2005), h. 28
[16] Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas Atau Historivitas?,(
cet III Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2002), h. 244
[17] Louis O. Kattsoft, Pengantar Filsafat, (cet. Vii,
Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya, 1996), h.146
[18] Amsal Bakhtiar, op. cit., h.100
[19] Amsal, Bakhtiar, Op., cit.,h. 102
[21] Ahmad Tafsir, op. cit., h.27
[22] Amsal, Bakhtiar, Op. cit., h. 123
[23] http://pagenjahan.blogspot.com/2010/03/sejarah-awal-perkembangan-ilmu.html
[24]
http://pagenjahan.blogspot.com/2010/03/sejarah-awal-perkembangan-ilmu.html
[25]
http://pagenjahan.blogspot.com/2010/03/sejarah-awal-perkembangan-ilmu.html
[26]
http://pagenjahan.blogspot.com/2010/03/sejarah-awal-perkembangan-ilmu.html
[27] Jerome R.
Ravertz., Filsafat Ilmu,( Yogyakarta, Pustaka pelajar, 2009), Hlm 23
[28] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta; Kencana Prenada Media Group,
2007, hlm. 6
[29]
http://chandrahermawan.blogdetik.com/2015/05/11/9/
[30]
http://ngbmulty.multiply.com/journal/item/38
[31] Amsal Bchtiar,
Filsafat Ilmu, Jakarta; Rajawali Press, 2010
[32] C. A. Qadir, Filsafat
dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1989,
hlm 40
[34] Dedi Supriyadi,
Pengantar Filsafat Islam, Bandung; Pustaka Setia, 2009, hlm. 80
[35] Dedi Supriyadi,
Pengantar Filsafat Islam, Bandung; Pustaka Setia, 2009, hlm.49
[36] Dedi Supriyadi,
Pengantar Filsafat Islam, Bandung; Pustaka Setia, 2009, hlm. 68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar