Senin, 05 Oktober 2015

DISIPLIN SEBAGAI ALAT PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
            Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
            Untuk mencapai sebuah keberhasilan manusia membutuhkan sebuah proses yang mungkin berulang ulang, dan hal itu memerlukan kedisiplanan dalam pelaksanaanya. dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah sikap disiplin haruslah di tanamkan sejak dini kepada anak didik di sekolahan agar membentuk pribadi siswa yang memiliki sikap disiplin dan bertanggung jawab.
            Kurang pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak tindakan indisipliner. Tindakan disipliner sebaiknya dilakukan, apabila upaya pendidikan yang diberikan telah gagal, karena tidak ada orang yang sempurna. Oleh sebab itu, setiap individu diizinkan untuk melakukan kesalahan dan harus belajar dari kesalahan tersebut. Tindakan indisipliner sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang bijaksana sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku menurut tingkat pelanggaran dan klasifikasinya.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai pengertian disiplin, factor-faktor yang mempengaruhi disiplin, disiplin menurut islam dan disiplin dalam pendidikan islam.








BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian disiplin
            Disiplin merupakan suatu kegiatan yang dilakukan agar tidak terjadi suatu pelanggaran terhadap suatu peraturan yang berlaku demi terciptanya suatu tujuan. Disiplin adalah proses atau hasil pengarahan untuk mencapai tindakan yang lebih efektif.
            Konsep disiplin berkaitan dengan tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan bersama (yang melibatkan orang banyak). Menurut Moeliono Disiplin artinya adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain sebagainya . Sedangkan pengertian siswa adalah pelajar atau anak (orang) yang melakukan aktifitas belajar . Dengan demikian disiplin siswa adalah ketaatan (kepatuhan) dari siswa kepada aturan, tata tertib atau norma di sekolah yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar.
            Dari pengertian tersebut, kedisiplinan siswa dapat dilihat dari ketaatan (kepatuhan) siswa terhadap aturan (tata tertib) yang berkaitan dengan jam belajar di sekolah, yang meliputi jam masuk sekolah dan keluar sekolah, kepatuhan siswa dalam berpakaian, kepatuhan siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah, dan lain sebagainya. Semua aktifitas siswa yang dilihat kepatuhannya adalah berkaitan dengan aktifitas pendidikan di sekolah, yang juga dikaitkan dengan kehidupan di lingkungan luar sekolah.
            Menurut Oteng Sutisna bahwa dalam menciptakan disiplin yang efektif diperlukan kegiatan-kegiatan diantaranya sebagai berikut :
1.      Guru maupun murid hendaknya memiliki sifat-sifat perilaku warga sekolah yang baik seperti sopan santun, bahasa yang baik dan benar.
2.      Murid hendaknya bisa menerima teguran atau hukuman yang adil.
3.      Guru dan murid hendaknya bekerjasama dalam membangun, memelihara dan memperbaiki aturan-aturan dan norma-norma.
            Dalam konsep disiplin terdapat berbagai teori yang mendukungnya, teori tersebut yang dapat penulis simpulkan antara lain :
1. Teori perbaikan
            Menurut teori ini, disiplin itu adalah untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kesalahan lagi. Teori ini lebih bersifat pedagogis, karena bermaksud memperbaiki si pelanggar baik lahiriah maupun batiniah.
2. Teori perlindungan
            Menurut teori ini disiplin diadakan untuk melindungi dirinya sendiri dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya disiplin ini dapat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh si pelanggar.
3. Teori menakut-nakuti
            Menurut teori ini, disiplin diadakan untuk menimbulkan rasa takut kepada pelanggar akan akibat perbuatannya yang melanggar itu, sehingga ia akan selalu takut melakukan perbuatan itu dan mau meninggalkannya. Teori ini masih memerlukan, sebab dengan teori ini besar kemungkinan orang meninggalkan suatu perbuatan itu hanya karena takut bukan karena keinsyafan bahwa perbuatannya itu memang salah dan buruk.
            Jelaslah bahwa tiap teori itu belum lengkap, karena masing-masing hanya mencakup satu aspek saja. Sedangkan tiap-tiap teori itu saling membutuhkan kelengkapan teori yang lainnya.
Dengan singkat penulis dapat mengatakan bahwa tujuan pedagogis dari disiplin adalah untuk memperbaiki tabiat atau tingkah laku siswa kearah kebaikan.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Disiplin
            Karena sikap kedisiplinan bukan sikap yang muncul dengan sikap sendirinya, maka agar seorang anak dapat bersikap disiplin maka perlu adanya pengarahan dan bimbingan.
Adapun faktor yang mempengaruhi kedisiplinan adalah :
1. Faktor dari dalam (Intern)
            Faktor dari dalam ini berupa kesadaran diri yang mendorong seseorang untuk menerapkan disiplin pada dirinya.
2. Faktor dari luar (Ekstern)
            Faktor dari luar ini berasal dari pengaruh lingkungan, yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
a. Lingkungan Keluarga
            Faktor keluarga ini sangat penting terhadap perilaku seseorang termasuk tingkat kedisiplinannya. Karena keluarga di sini merupakan lingkungan yang paling dekat pada diri seseorang dan tempat pertama kali seseorang berinteraksi.
            Keluarga sebagai lingkungan pertama kali sebelum anak mengenal dunia yang lebih luas, maka sikap dan perilaku seisi keluarga terutama kedua orang tua sangat mempengaruhi pembentukan kedisiplinan pada anak dan juga serta tingkah laku orang tua dan anggota keluarga lainnya akan lebih mudah dimengerti anak apabila perilaku tersebut berupa pengalaman langsung yang bisa dicontoh oleh anak.
b. Lingkungan Sekolah
            Selain lingkungan keluarga, maka lingkungan sekolah merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku siswa termasuk kedisiplinannya, di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan siswa lain, dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya serta pegawai yang berada di lingkungan sekolah, sikap, perbuatan dan perkataan guru yang dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh siswa akan masuk dan meresap ke dalam hatinya.
c. Lingkungan Masyarakat
            Masyarakat merupakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku anak setelah anak mendapatkan pendidikan dari keluarga dan sekolah. Pada awalnya seorang anak bermain sendiri, setelah itu seorang anak berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
            Karena masyarakat merupakan faktor penting yang mempengaruhi disiplin anak, terutama pada pergaulan dengan teman sebaya, maka orang tua harus senantiasa mengawasi pergaulan anak-anaknya agar senantiasa tidak bergaul dengan orang yang kurang baik.
C. Disiplin Menurut Islam
            Dalam kehidupan sehari-hari manusia memerlukan aturan-aturan atau tata tertib agar segala tingkah laku berjalan sesuai dengan aturan yang ada, pendidikan tepat waktu atau lainya dapat diambil dari sahabat Umar bin Khattab r.a: yang Artinya : “Waktu bagaikan pedang, apabila tidak digunakan maka pedang itu akan memotong pemiliknya
            Berdasarkan hal di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya bagi kita sehingga apabila kita tidak dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya, maka waktu itu akan membuat kita sendiri sengsara. Oleh karena itu kita hendaknya menggunakan waktu seefesien mungkin. Kita diperintahkan untuk tepat waktu termasuk tepat waktu dalam belajar yang sangat penting bagi siswa.
            Islam juga memerintahkan umatnya untuk selalu konsisten terhadap peraturan Allah yang telah di tetapkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Surat Huud ayat 112 :

öNÉ)tGó$$sù !$yJx. |NöÏBé& `tBur z>$s? y7yètB Ÿwur (#öqtóôÜs? 4 ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÊÊËÈ
Artinya: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (Q.S: Hud: 112).
            Dalam ayat tersebut menunjukkan disiplin bukan hanya tepat waktu saja,tetapi juga patuh pada peraturan-peraturan yang ada, melaksanakan yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Disamping itu juga melakukan perbuatan tersebut secara teratur dan terus menerus walaupun hanya sedikit, karena selain bermanfaat pada diri kita sendiri juga perbuatan yang dikerjakan secara teratur dicintai Allah SWT. walaupun hanya sedikit sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang Artinya : Dari Aisyah r.a Nabi bersabda : amal perbuatan yang paling dicintai Allah adalah kekekalannya walaupun amal itu hanya sedikit.
            Apabila seseorang atau segolongan tidak mempunyai sikap disiplin maka akan merugikan dirinya sendiri atau kelompoknya. Disiplin pribadi dibutuhkan sebagai sifat dan sikap terpuji yang menyertai kesabaran, ketekunan, kesetiaan dan sebagainya.
            Orang yang tidak punya disiplin pribadi sangat sulit untuk mencapai tujuan, maka sikap disiplin mempunyai kewajiban untuk membina melalui latihan mawas diri dan pengendalian diri. Maka dalam hal ini seorang siswa harus memiliki sikap disiplin pribadi dalam belajarnya supaya dapat berhasil.
            Sikap disiplin pribadi seorang siswa didalam belajarnya baik teratur waktu belajarnya maupun mengerjakan tugas serta mentaati peraturan-peraturan sekolah. Dalam hal ini seorang siswa hendaknya memiliki self-discipline apabila seorang anak berhasil memindahkan nilai-nilai moral yang bagi orang Islam terkandung dalam rukun iman. Iman itu berfungsi bukan hanya sebagai penggalak tingkah laku kalau berhadapan dengan nilai-nilai positif yang membawa kepada nilai keharmonisan dan kebahagiaan.
D. Usaha-usaha untuk Meningkatkan Kedisiplinan
            Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kedisiplinan bukanlah sikap yang muncul dengan sendirinya, tetapi disiplin terbentuk melalui sebuah proses. Adapun usaha-usaha yang merupakan proses dalam meningkatkan kedisiplinan adalah sebagai berikut :
1.      Kesadaran diri sebagai pemahaman bahwa disiplin dipandangnya penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Kesadaran diri akan menjadi motif yang kuat bagi terwujudnya kedisiplinan.
2.      Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku seseorang. Hal ini sebagai lanjutan diri adanya kesadaran diri. Tekanan dari luar dirinya sebagai usaha untuk mendorong dan menekan agar disiplin dilaksanakan pada diri seseorang, sehingga peraturan-peraturan yang ada dapat diikuti dan dipraktekkan.
3.      Teladan; Perbuatan dan tindakan lebih besar pengaruhnya dibandingkan hanya sekedar dengan kata-kata. Oleh karena itu contoh dan teladan disiplin kepala sekolah dan para guru sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan pada siswa. Mereka lebih mudah meniru dari apa yang mereka lihat, dibandingkan hanya sekedar mendengar. Lagi pula hidup banyak dipengaruhi oleh peniruan-peniruan terhadap apa yang dianggapnya baik dan patut ditiru.
4.      Hukum; Hukuman sebagai usaha untuk menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan perilaku yang salah sehingga anak kembali pada perilaku yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
5.      Lingkungan Berdisiplin; Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Bila seorang anak berada pada lingkungan yang berisiplin, kemungkinan besar ia akan tumbuh menjadi anak yang disiplin.
6.      Latihan Berdisiplin; Disiplin dapat juga dibentuk melalui proses latihan dan kebiasaan. Artinya, mempraltikkan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakan dalam prilakunya sehari-hari. Dengan latihan dan membiasakan diri, maka disiplin akan terbentuk pada diri siswa.
E. Disiplin Sebagai Alat Pendidikan
            Anak merupakan amanat dari Allah SWT bagi kedua orang tua. Ia mempunyai jiwa yang suci dan cemerlang. Apabila ia dibiasakan baik, dididik dan dilatih dengan kontinyu, maka ia akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik pula.
            Sebagai pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian, yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang dimilikinya, tatapi cukup dengan mengkombinasikan antara pendidikan yang diperoleh dari keluarga dengan lembaga pendidikan tersebut, sehingga masjid, pondok pesantren dan sekolah merupakan peralihan dari pendidikan keluarga.
Dasar-dasar pendidikan yang diberikan kepada anak didik adalah :
1.      Dasar pendidikan budi pekerti yaitu memberi norma pandangan hidup tertentu walaupun masih dalam bentuk sederhana kepada anak didik.
2.      Dasar pendidikan sosial yaitu melatih anak dalam tata cara bergaul yang baik terhadap lingkungan sekitarnya.
3.      Dasar pendidikan intelek.
4.      Dasar pembentukan kebiasaan.
5.      Dasar pendidikan kewarganegaraan.
6.      Dasar pendidikan agama.
            Maka setiap institusi pendidikan niscaya mendambakan dan ikut serta berupaya melahirkan generasi penerus (out put) yang selain memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage) untuk menjadi subjek dalam percaturan di dunia kerja, juga memiliki kepribadian yang utuh (integrated personality, sehingga dapat memakmurkan dan memuliakan kehidupan material dan spiritual diri, keluarga dan masyarakatnya berdasarkan nilai-nilai Islam.
            Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam proses pendidikan alat-alat pendidikan (segala sesuatu yang dipergunakan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan) adalah sangat penting keberadaannya. Alat-alat tersebut ada yang bersifat lahiriyah, seperti kelas, meja, bangku dan sebagainya. Dan juga bersifat bathiniyah seperti kurikulum, metode pengajaran, disiplin seperti suruhan, larangan, ganjaran, hukuman dan anjuran.
            Disiplin sebagai alat pendidikan berarti segala peraturan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Maksudnya tiada lain kecuali untuk perbaikan anak didik itu sendiri.
1. Tujuan Disiplin Preventif
            Disiplin preventif adalah larangan yang diajukan untuk menjaga anak agar mematuhi peraturan dan menjaganya dari pelanggaran. Pada saat-saat tertentu bisa melalui paksaan, khususnya anak-anak kecil yang masih lemahkepribadiannya dan anak dewasa yang lemah pemikirannya untuk memahami pentingnya peraturan yang ada.
            Adapun jiwa yang santun, kasih sayang nyata sekali dalam siasat pendidikan Islam. Mengenai masalah hukuman terhadap anak untuk dijatuhi hukuman jasmaniyah disyaratkan sebagai berikut :
a.       Sebelum berumur 10 tahun, anak tidak boleh dipukul.
b.      Pukulan tidak boleh lebih dari tiga kali.
c.       Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menyesali kesalahannya dan memperbaiki kesalahan tanpa menggunakan pukulan atau mencoret nama baiknya.
            Ibnu Sina berpendapat bahwa pendidikan anak-anak dan membiasakannya dengan tingkah laku yang terpuji haruslah dimulai sejak dini, sebelum tertanam padanya sifat-sifat yang buruk, karena akan sukarlah bagi sikap anak melepaskan kebiasaan-kebiasaan tersebut bila sudah menjadi kebiasaan dan telah tertanam dalam jiwanya. Sekiranya pendidik terpaksa menggunakan hukuman, haruslah mempertimbangkan dari segala segi dan mengambil kebijaksanaan dalam penentuan batasan-batasan hukuman tersebut. Apabila pendidik terpaksa harus menghukum anak-anak, Ibnu Sina berpendapat bahwa hukuman itu dilakukan bila keadaan memaksa. Pukulan tidak digunakan kecuali sudah diberi peringatan ancaman untuk memberi nasihat, dengan maksud merangsang pengaruh yang diharapkan dalam jiwa anak-anak itu.
2. Tujuan Disiplin Kuratif
            Adapun disiplin kuratif dalam bentuk pemberian ganjaran pada anak yang berprestasi, juga dipandang terpuji untuk memotivasi dirinya dan teman-temannya untuk lebih bersemangat berkompetisi dalam kebaikan dan berakhlak mulia. Ganjaran yang dipandang baik dalam pendidikan seperti pujian guru terhadap prestasi anak yang baik.
            Sedangkan disiplin kuratif dalam bentuk hukuman tentunya diberikan kepada yang melanggar peraturan yang ada dengan tujuan perbaikan baginya, bukan atas dasar menyakiti atau balas dendam dari seorang guru. Jadi, keberadaan disiplin atau segala peraturan tata tertib sekolah itu selalu mengatur kehidupan aktivitas sekolah sehari-hari. Dan bagi siapa yang melakukan pelanggaran tentunya dikenakan sanksi atau hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku di sekolah bersangkutan. Disiplin atau tata tertib sekolah pada umumnya memuat dan mengatur hal-hal tentang hak dan kewajiban, larangan dan sanksi.
            Keterkaitannya dengan mentaati kewajiban, meninggalkan larangan-larangan dan pemberian ganjaran dan sanksi, dalam firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat An Naml ayat 89-90 dijelaskan :
`tB uä!%y` ÏpoY|¡ysø9$$Î/ ¼ã&s#sù ׎öyz $pk÷]ÏiB Nèdur `ÏiB 8ítsù >Í´tBöqtƒ tbqãZÏB#uä ÇÑÒÈ `tBur uä!%y` Ïpy¥ÍhŠ¡¡9$$Î/ ôM¬7ä3sù öNßgèdqã_ãr Îû Í$¨Z9$# ö@yd šc÷rtøgéB žwÎ) $tB óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÒÉÈ
Artinya : “Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik dari padanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tentram dari pada kejutan yang dahsyat pada hari itu.” “Dan barangsiapa membawa kejahatan, maka disungkurkanlah wajah/ muka mereka ke dalam neraka. Tiadalah kamu dibalasi melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kamu kerjakan.”(Q.S: An-namal: 89-90).
            Dari uraian ayat tersebut, maka sudah sepantasnya bagi siswa yang mentaati kewajiban, maka akan mendapatkan ganjaran, sedangkan bagi mereka yang melanggar akan disiplin atau tata tertib tersebut, akan mendapatkan hukuman atau sanksi sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran. Pemberian ganjaran dan hukuman dalam proses pendidikan khususnya pendidikan Islam adalah relevan demi terlaksananya proses pendidikan yang efektif dan efisien.





















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Dengan demikian, telah kita simpulkan bahwa disiplin di sekolah itu sangat diperlukan. Karena dalam aplikasinya, kedisiplinan sangat berguna sebagai tolak ukur mampu atau tidaknya seseorang dalam mentaati aturan yang sangat penting bagi stabilitas kegiatan belajar mengajar. Selain itu sikap disiplin sangat diperlukan untuk di masa depan bagi pengembangan watak dan pribadi seseorang, sehingga menjadi tangguh dan dapat diandalkan bagi seluruh pihak.
            Oleh karena itu, marilah kita hidup berdisiplin. Agar kelak, kita dapat menjadi panutan setiap orang dan bisa diandalkan. maka sudah sepantasnya bagi siswa yang mentaati kewajiban, maka akan mendapatkan ganjaran, sedangkan bagi mereka yang melanggar akan disiplin atau tata tertib tersebut, akan mendapatkan hukuman atau sanksi sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran. Pemberian ganjaran dan hukuman dalam proses pendidikan khususnya pendidikan Islam adalah relevan demi terlaksananya proses pendidikan yang efektif dan efisien.

















DAFTAR PUSTAKA

Al Abrasyi, Muhammad Atiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Anton, M Moeliono. Tata Bahasa Indonesia Baku Indonesia. Jakarta Perum Balai pustaka, 1993.
Basuki Dan Ulum, Miftahul.Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2007.
Departemen Agama RI, Al Quran dan terjemahan, PT Karya Toha Putra,Semarang.
Hamka, Istika Islam, Diponegoro, Bandung, 1999
Mujib, Abdul Dan Mudzakir, Jusuf. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan, Amgkasa, Bandung 1989.
Soelaeman, Menjadi guru, Diponegoro, Bandung 1985
Tulus Tu’u, Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Belajar, Gramedia, Wiasarana Indonesia, Jakarta, 2004.

















Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.

Dalam ajaran Islam, banyak ayat al-Qur`an dan hadist, yang memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan. Antara lain disebutkan dalam surah an-Nisâ` ayat 59, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. an-Nisâ` [4]: 59)

Dari ayat di atas terungkap pesan untuk patuh dan taat kepada para pemimpin, dan jika terjadi perselisihan di antara mereka, maka urusannya harus dikembalikan kepada aturan Allah SWT dan Rasul-Nya.

Namun, tingkat kepatuhan manusia kepada pemimpinnya tidak bersifat mutlak. Jika perintah yang diberikan pemimpin bertentangan dengan aturan atau perintah Allah dan Rasul-Nya, maka perintah tersebut harus tegas ditolak dan diselesaikan dengan musyawarah. Namun jika aturan dan perintah pemimpin tidak bertentangan dengan Syariat Allah dan Rasul-Nya, maka Allah menyatakan ketidak-sukaannya terhadap orang-orang yang melewati batas.

Di samping mengandung arti taat dan patuh pada peraturan, disiplin juga mengandung arti kepatuhan kepada perintah pemimpin, perhatian dan kontrol yang kuat terhadap penggunaan waktu, tanggungjawab atas tugas yang diamanahkan, serta kesungguhan terhadap bidang keahlian yang ditekuni.

Islam mengajarkan kita agar benar-benar memperhatikan dan mengaplikasikan nilai-nilai kedisplinan dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Seperti perintah untuk memperhatikan dan menggunakan waktu sebaik-baiknya. Dalam al-Qur`an misalnya disebutkan: Wal-fajri (demi waktu Subuh), wadh-dhuhâ (demi waktu pagi), wan-nahar (demi waktu siang), wal-‘ashr (demi waktu sore), atau wal-lail (demi waktu malam).

Ketika al-Qur`an mengingatkan demi waktu sore, kata yang dipakai adalah “al-‘ashr” yang memiliki kesamaan dengan kata “al-‘ashîr” yang artinya “perasan sari buah”. Seolah-olah Allah mengingatkan segala potensi yang kita miliki sudahkah diperas untuk kebaikan? Ataukah potensi itu kita sia-siakan dari pagi hingga sore? Jika demikian, pasti kita akan merugi. “Demi masa, sesungghnya manusia itu benar benar dalam kerugian.“ (Qs. al-‘Ashr [103]: 2)

Maka, kita harus pandai-pandai menggunakan waktu sebaik-baiknya. Tapi, jangan pula kita gunakan waktu untuk kepentingan akhirat namun mengorbankan kepentingan duniawi, atau sebaliknya. Menggunakan waktu dalam usaha mencari karunia dan ridha Allah, hendaknya seimbang dan proporsional.

Ada juga perintah untuk menekuni bidang tertentu hingga menghasilkan karya atau keahlian tertentu sesuai potensi yang dimiliki. Masing-masing orang dengan keahliannya, diharap dapat saling bekerjasama dan bahu-membahu menghasilkan buah karya yang bermanfaat bagi banyak orang. “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Qs. al-Isrâ` [17]: 84)

Pesan-pesan moral yang terkandung dalam ajaran Islam, memberi interpretasi yang lebih luas dan jelas kepada umatnya untuk berlaku dan bertindak disiplin. Bahkan dari beberapa rangkaian ibadah, seperti shalat, puasa, zakat maupun haji, terkandung perintah untuk berlaku disiplin.

Dengan demikian, nilai-nilai moral ajaran Islam diharapkan mampu menjadi energi pendorong pelaksanaan kedisplinan. Dalam skala lebih luas, untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

Semoga bangsa Indonesia termasuk dalam golongan bangsa yang pandai mengamalkan makna disiplin. Bukan bangsa yang malah pandai menyelewengkan makna disiplin. Semoga pula rakyat Indonesia dan para pemimpinnya dapat berperilaku disiplin agar bangsa ini dapat segera bangkit dari keterpurukan, dan menjelma menjadi negara yang makmur, rakyatnya teratur dan diridhai Allah (baldatun thayibatun warrabbun ghafûr). Âmîn. Wallâhu a’lam bish-shawâb.


























A. Latar Belakang
Pergaulan antar manusia tentunya pasti menimbulkan sebuah masalah. Ibarat kata lidah saja tergigit apatah lagi suami istri. Begitu juga suami istri saja ada masalah, apatah lagi antar masyarakat yang tidak ada hubungan tali kasih, tentunya dengan mudah wujudnya sebuah permasalahan.
Fenomena ini sejak dulu memiliki jalan keluar, yaitu penyelesaian secara hukum. Dalam sejarah, penetapan sebuah ketentuan hukum adalah melalui peradilan, sama ada bentuknya itu secara formal seperti di peradilan yang diiktiraf negara, maupun peradilan non formal seperti mediasi maupun abritase.
Penyelesaian secara hukum ini tentunya harus berdasarkan keadilan. Lebih-lebih lagi adil merupakan hak azazi manusia. Bukan hanya filsafat modern yang menetapkan itu, akan tetapi banyak sekali ayat dalam Alquran – sebagai sumber utama muslim – mewajibkan menghukumi sesuatu perkara harus dengan adil.
Pemahaman adil dalam menghukumi ini tentunya memerlukan pentafsiran yang valid, karena batasan adil sendiri masih sangat umum dan terdapat banyak versi. Hanya dengan meneliti tafsir ahkam bagi ayat-ayat tentang adil sahaja yang dapat menghasilkan konsep menghukumi dengan adil dalam Islam.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat banyak ayat tentang adil yang ditemukan oleh penulis dalam Alquran. Setelah dibaca setiap satunya, maka penulis memfokus masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Tafsir surat fushilat, 41: 9-12
2. Tafsir surat Luqman, 31: 32

BAB II
DISIPLIN DAN MENEGAKKAN KEADILAN
A. Tafsir surat fushilat, 41: 9-12 Tafsir surat Luqman, 31: 32
Disiplin dan menegakan keadilan adalah dua macam nilai universal yang sering di tambahkan keberadaanya dalam mengelola dan memecahkan setiap permasalahan dalam kehidupan. Sering terjadi suasana kacau seperti pembrontakan, demontrasi, unjuk rasa, bahkan peperangan yang disebabkan karenan tidak ditegakkanya disiplin dan keadilan.sebaliknya kita sering iri melihat masyarakat yang tertip, dan taat hukum, rukun, damai, dan tenang karena didalam masyarakat tersebut di tegakkan disiplin dan keadilan.
Setiap hari kita bias mencatat berapa jumlahg kecelakaan lalulintas, kemacetan yang menghabiskan waktu, energy dan dana yang disababkan karena pengemudinya yang tidak disiplin.demikian pula kita mencatat terjadinya unjuk, rasa, iri, dan dendam,dan sebagainya disebabkan karena tidak ditegakkan keadilan.
Berkenaan tersebut kita akan membahas disiplin dan menegakkan keadilan dengan berbagai aspek yang terkait denganya yang berdasarkan Alqur’an pembahasan akan mengemukakan dua istilah tersebut dilanjutkan dengan contoh-contohpenerapan dalam kehidupan serta hikmah yang terkandung didalamnya.
Kata disiplin berasal dari kamus besar bahasa indonisia diartikan latihan batin dan watak, dengan maksud segala perbuatanya selalu menaati tata tertip(disekolah atau di militeran) dan dapat pula berate ketaatan pada aurat dan tata tertip, dalam praktek sehari-hari disiplin biasanya di jumpai pada anggota militer, para siswa sekolah, para karyawan intansi pemerintah dan suwasta.
Hati menjadi senang dan gembira bila segala sesuatunya dilaksanakan dengan disiplin dan tertib, keinginan ingin menegakkan disiplin sejalan denga fitrah manusia.
Didalam Alqur’an kata banyak dihubungkan dengan ketertiban hukum yang diciptakan oleh TUHAN sebagai mana terlihat pada jagat raya, dalam surat fushilat, 41 ayat 9-12
Surat Fushshilat ayat 9-12
قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ (٩) وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ (١٠) ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ (١١) فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ(١٢)
Artinya: “Katakanlah. “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (yang bersifat demikian itulah tuhan semesta alam).
Intisari Surat Fushshilat ayat 9-12
Tidak ada karena Surat Fushilat menjelaskan tentang penciptaan langit, bumi dan semesta lainnya selain itu juga menciptakan bumi. Jadi menurut penulis surat Fushilat menunjukkan kekuasaan Allah.
Tafsir ayat diatas
41:9 Katakanlah, “Apakah Anda benar-benar kafir Dia yang menciptakan bumi dalam dua hari dan atribut kepada-Nya sama? Itu adalah Tuhan semesta alam.”
41:10 Dan Dia ditempatkan di bumi tegas mengatur pegunungan di permukaannya, dan Dia memberkati dan ditentukan di dalamnya nya [makhluk ‘] rezeki dalam empat hari tanpa pembedaan – untuk [informasi] dari orang-orang yang bertanya.
41:11 Kemudian Dia mengarahkan diri-Nya ke surga sementara itu asap dan berkata kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah [menjadi ada], rela atau dengan paksaan.” Mereka berkata, “Kami datang dengan sukarela.”
41:12 Dan Ia menyelesaikan mereka sebagai tujuh langit dalam dua hari dan terinspirasi di setiap surga perintahnya. Dan Kami menghiasi langit yang terdekat dengan lampu dan sebagai perlindungan. Itu adalah penentuan Maha Perkasa, Maha Mengetahui

Penjelasan Ayat Di Atas
1. Surat Al-Hasyr ayat 22-24
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (٢٢) هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (٢٣) هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٢٤)
Artinya:
Dialah Allah, yang tiada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dia adalah Maha Murah, Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia. Maha Raja, Maha Suci, maha Sejahtera, Yang mengurniakan keamanan, maha Memelihara, Maha Perkasa, maha Gagah, Yang Membesarkan diri, Maha Sucilah Allah dari apapun yang mereka persekutukan. Dialah Allah, Maha Pencipta, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa, bagiNyalah nama yang baik, bertasbih kepadaNya apapun yang ada pada kalian langit dan bumu, dan Dia adalah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.
Intisari Surat Al-Hasyr ayat 22-24
عَالِمُ = Maha Mengetahui
الرَّحْمَنُ = Maha Murah
الرَّحِيمُ = Maha Penyayang
الْقُدُّوسُ = Maha Suci
السَّلامُ = Maha Sejahtera
الْمُهَيْمِنُ = Maha Memelihara
الْعَزِيزُ = Maha Perkasa
الْجَبَّارُ = Maha Gagah
الْخَالِقُ = Maha Pencipta
الْحَكِيمُ = Maha Bijaksana
Penjelasan
Allah itu sesungguhnya Maha Sempurna. Ada banyak sekali nama-nama Allah yang Indah dan patut untuk di jadikan tasbih bagi umatnya. Sungguh sempurna sekali Allah dengan sifat-sifat-Nya tersebut. Allah Maha Mengetahui apa yang dilakukan makhluk nya tersebut sekecil-kecil dan sedetail-detailnya apa yang dilakukan makhluk-Nya. Selain itu Allah Maha Pemurah maka tidaklah pantas jika ada umatnya sangat bakhil dan kikir kepada sesama makhluk-Nya. Begitulah sekilas sifat-sifat Allah. Allah is perfect dan no body is perfect jadi hanya Allah lah yang sempurna dan manusia tidaklah sempurna maka kita tidak bolehlah sombong karena perbuatan tersebut tidak di sukai Allah.
Berdasarkan ayat tersebut bahwa alam jagat raya dan yang ada didalamnya, langin, bumi, gunung, awan, tumbuh-tumbuhan, dan binatang dan lain sebaginya semua itu terikat pada hukum tuhan, dan semuanya itu tunduk dan patuh dan bergerak mengikuti hukum Tuhan, dari ayat ini terlihat bahwa dibalik ajaran tentang disiplin sebagai ciptaan Tuhan tersebut , akan tetapi yang penting adalah memperhatikan ketertiban dan patuh kepada Alam tersebut dan diarahkan keagungan terhadadap Tuhan yang menciptakanya.
Ketaatan dalam menjalani kehidupan kita harus sesuai dengan aturan Tuhan terlihat memberatkan, tetapi di balik kepatuhan tersebut, sebenarnya manfaatnya adalah untuk manusia itu sendiri, dengan tetap menjaga disiplin akan tercipta ketertiban dan kelancaran dalam segala urusan. Dengan didiplin orang akan menjadi tenang, karena tidak mungkin kesempatan di ambil oranglain, untuk itulah surat Hud (11) ayat 111-113 menjelaskan.
وَإِنَّ كُلا لَمَّا لَيُوَفِّيَنَّهُمْ رَبُّكَ أَعْمَالَهُمْ إِنَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Dan sesungguhnya, kepada masing-masing (mereka yang berselisih itu), pasti Rabb-mu akan menyempurnakan dengan cukup, (balasan) pekerjaan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui, apa yang mereka kerjakan.” – (QS.11:111
أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ فَاسْتَقِمْ كَمَا
orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” – (QS.11:112)
ا تُنْصَرُونَ ثُمَّ لا أَوْلِيَاءَ اللَّهِ مِنْ دُونِ لَكُمْ مِنْ لنَّارُ وَمَا فَتَمَسَّكُمُ ظَلَمُوا الَّذِينَ إِلَى تَرْكَنُوا وَلا
Dan janganlah kamu cenderung (ikut) kepada orang-orang yang zalim, yang menyebabkanmu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolongpun, selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” – (QS.11:113)

¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬1w.j.s poerwadarmita, kamus umum bahasa indonisia,(jakarta : balai pustaka,1991),cet.xii,hal 254
Sikap disiplin berarti berpegang teguh kepada aturan dan komitmen kepada ketentuan Allah Swt dalam berbagai keadaan dicontohkan dalam surat luqman, 31 :32
وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ
بِآيَاتِنَا إِلَّا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ. يَجْحَدُ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمَا
Artunya “Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu (hanya) sebagian (dari) mereka (yang) tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami, selain orang-orang yang tidak setia, lagi ingkar.” – (QS.31:32)
Ayat ini menerangkan sifat-sifat orang-orang musyrik dengan melukiskan mereka: “Apabila orang-orang musyrik penyembah patung dan pemuji dewa itu berlayar ke tengah lautan, kemudian tiba-tiba datang gelombang besar dan menghempaskan bahtera mereka ke kiri dan ke kanan, dan mereka merasa bahwa mereka tidak akan selamat, bahkan akan mati ditelan gelombang, maka di saat itulah mereka kembali kepada fitrahnya, dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan setulus-tulusnya. Pada saat serupa itu mereka berkeyakinan bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat menyelamatkan mereka kecuali Allah semata, seperti yang pernah dilakukan Firaun di saat-saat ia akan tenggelam ke dasar laut
Setelah Allah SWT menerima doa mereka, menyelamatkan mereka dari amukan gelombang itu dan mereka telah selamat sampai ke darat, maka di antara mereka hanya sebagian saja yang tetap mengakui keesaan Allah, adapun yang lain mereka kembali memperserikatkan Tuhan.
Pada akhir ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa yang mengingkari ayat-ayat Kami itu dan kembali mempersekutukan Tuhan ialah orang-orang yang dalam hidupnya penuh dengan tipu daya dan kebusukan, lagi mengingkari nikmat Allah.
Adapun kata adil berasal dari kata adil berasal dari bahasa arab yang sudah masuk dalam pembendaharaan kosa kata bahasa indonisia dalam mu,jam mufradat Alfadz alqur’an, dijumpai sebagai pengertian kata adil kata adil terkadang dapat diartikan al musawah yang berarti persamaan, dan kadang di artikan sesuai dengan kata tersebutdengan kata lain. Adil terkadang di gunakan untuk suatu hal yang dalam pelaksanaanya memerlukan pertimbangan yang matang (albasbirab) seperti menegakkan hukum dan terkadang pula digunakan untuk sesuatu yang dapat di pertimbangkan,dihitung dan di ukur, kata adil berati pula member perlakuan secara seimbang tidak berat sebelah, dalam bahasa indonisia adil adalah tidak berat sebelah atau tidak memihak dan brati pula sepatutnya tidak sewenang wenang.
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Maidah : 8)

Keadilan (a’dl) menurut Islam tidak hanya merupakan dasar dari masyarakat Muslim yang sejati, sebagaimana di masa lampau dan seharusnya di masa mendatang. Dalam Islam, antara keimanan dan keadilan tidak terpisah. Orang yang imannya benar dan berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Hal ini tergambar dengan sangat jelas dalam surat di atas. Keadilan adalah perbuatan yang paling takwa atau keinsyafan ketuhanan dalam diri manusia.

Dalam Alquran, keadilan dinyatakan dengan istilah “‘adl” dan “qist”. Pengertian adil dalam Alquran sering terkait dengan sikap seimbang dan menengahi. Dalam semangat moderasi dan toleransi, juga dinyatakan dengan istilah “wasath” (pertengahan). “Wasath” adalah sikap berkeseimbangan antara dua ektrimitas serta realitas dalam memahami tabiat manusia, baik dengan menolak kemewahan maupun aksetisme yang berlebihan. Sikap seimbang langsung memancar dari sikap tauhid atau keinsyafan mendalam akan hadirnya Tuhan Yang Maha Esa dalam hidup, yang berarti kesadaran akan kesatuan tujuan dan makna hidup seluruh alam ciptaan-Nya.

Mendalamnya makna keadilan berdasarkan iman bisa dilihat dari kaitannya dengan amanat (amanah, titipan suci dari tuhan) kepada manusia untuk sesamanya. Khususnya amanat yang berkenaan dengan kekuasaan memerintah. Kekuasaan pemerintahan adalah sebuah keniscayaan demi ketertiban tatanan hidup kita. Sendi setiap bentuk kekuasaan adalah sikap patuh dari banyak orang kepada penguasa. Kekuasaan dan ketaatan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Namun, kekuasaan yang patut dan harus ditaati hanyalah yang mencerminkan rasa keadilan karena menjalankan amanat Tuhan.
Ayat di atas juga mencerminkan beberapa prinsip berikut; Pertama, berlaku amanat. Setiap orang mampu menjaga kehidupan materinya dan bekerja untuk menghidupi keluarga. Seorang mukmin tidak diperkenankan untuk berlaku curang, bohong dan khianat. Kedua, berlaku adil dalam menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.
Ibnu Taimiyah dalam komentarnya mengenai ayat di atas menyebutkan, “Wahai para pemimpin Muslim, Allah memerintahkan kepada kalian untuk berlaku amanat dalam kepemimpinan kalian, tempatkanlah sesuatu pada tempat dan tuannya, jangan pernah mengambil sesuatu kecuali Allah mengizinkannya, jangan berbuat zalim, berlaku adil adalah keharusan dalam menetapkan keputusan hukum di antara manusia. Semua ini adalah perintah Allah yang ditetapkan dalam Alquran dan Sunnah. Jangan pernah melanggarnya, karena itu perbuatan dosa.”

¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬2al –raghib al-asfahaniy, mu;jam mufradat alfadz al-qur’an , (bairul uba non :dar al-Fikri,tp,th), hal 336
w.j.s. poermadarminta,op.cit, hal 16
Rasyid Ridha, seorang ulama besar dan pembaru Islam asal Mesir, sangat menekankan keadilan dalam pemikirannya. Ridha berkata, “Tak ada kebenaran yang lebih besar daripada keadilan dan tak ada kesalahan yang lebih buruk daripada tirani.” Berlaku adil adalah perintah Allah. Maka, pelanggaran terhadapnya akan dikenai sanksi oleh Allah sebagaimana sanksi yang diberikan Allah kepada orang yang melalaikan shalat.

Islam bukan cuma ritual-ritual bagaimana individu berhubungan dengan sang Pencipta. Tapi, Islam juga menginginkan tegaknya suatu masyarakat yang adil dan makmur di mana setiap orang diperlakukan dengan layak dan dihargai sebagai manusia. Tanpa itu, ungkapan yang sering kita dengar dan kalimat bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, akan kehilangan taringnya dan mengawang-awang di angkasa serta tidak akan pernah menginjakkan kakinya di bumi. Hal ini tentunya sangat tidak diinginkan oleh Islam.

Kaum Muslim awal (Nabi Muhammad dan para sahabatnya) telah berhasil membumikan pesan keadilan Alquran dalam suatu tatanan masyarakat yang mereka bentuk di Madinah. Hal ini tidak hanya diakui oleh umat Islam saja. Robert N. Bellah-pensiunan Guru Besar sosiologi (Elliot Profesor) pada Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat-dalam bukunya On Religion Beyond Belief. Essays in a Post-Traditionalist World (Melampaui Kepercayaan: Esei-esei Agama di Dunia Pos-Tradisionalis), mengakui bahwa masyarakat yang dibangun Nabi di Madinah adalah masyarakat yang menegakkan keadilan dan menjadi masyarakat yang sangat demokratis untuk masa dan zamannya.

Mengenai penegakan keadilan, Ibnu Taimiyah memperingatkan bahwa seorang pemimpin yang adil akan mampu menegakkan negara walaupun ia kafir. Namun, seorang pemimpin yang zalim malah akan menghancurkan negara walaupun ia Muslim sekalipun. Hal senada disampaikan penulis buku “Al-Hasabah”, “Negara akan tetap tegak berdiri dengan keadilan dan kekufuran, namun negara akan segera hancur dengan kezaliman dan Islam.” Untuk itu, sudah merupakan kepentingan negara Islam berlaku adil untuk warga Muslim ataupun pihak lain yang menjadi lawan komunikasinya, tak terkecuali walau bukan dari golongan Muslim sekalipun. Ketetapan hukum inilah yang kemudian dipakai dalam memperlakukan kelompok minoritas agama, baik itu warga negara ataupun penduduk asing.

D. Konsep Keadilan dan Redefenisi Keadilan.
Tidak dapat dipungkiri, al-Qur’an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan manusia, baik secara kolektif maupun individual. Karenanya, dengan mudah kita lalu dihinggapi semacam rasa cepat puas diri sebagai pribadi-pribadi Muslim dengan temuan yang mudah diperoleh secara gamblang itu. Sebagai hasil lanjutan dari rasa puas diri itu, lalu muncul idealisme atas al-Qur’an sebagai sumber pemikiran paling baik tentang keadilan Kebetulan persepsi semacam itu sejalan dengan doktrin keimanan Islam sendiri tentang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Adil. Bukankah kalau Allah sebagai sumber keadilan itu sendiri, lalu sudah sepantasnya al-Qur’an yang menjadi firmanNya (kalamu Allah) juga menjadi sumber pemikiran tentang keadilan?

Cara berfikir induktif seperti itu memang memuaskan bagi mereka yang biasa berpikir sederhana tentang kehidupan, dan cenderung menilai refleksi filosofis yang sangat kompleks dan rumit.
Mengapakah kita harus sulit-sulit mencari pemikiran dengan kompleksitas sangat tinggi tentang keadilan? Bukankah lebih baik apa yang ada itu saja segera diwujudkan dalam kenyataan hidup kaum Muslimin secara tuntas? Bukankah refleksi yang lebih jauh hanya akan menimbulkan kesulitan belaka? “Kecenderungan praktis” tersebut, memang sudah kuat terasa dalam wawasan teologis kaum skolastik (mutakallimin) Muslim sejak delapan abad terakhir ini. Argumentasi seperti itu memang tampak menarik sepintas lalu. Dalam kecenderungan segera melihat hasil penerapan wawasan Islam tentang keadilan dalam hidup nyata. Apalagi dewasa ini justru bangsa-bangsa Muslim sedang dilanda masalah ketidakadilan dalam ukuran sangat massif. Demikian juga, persaingan ketat antara Islam sebagai sebuah paham tentang kehidupan, terlepas dari hakikatnya sebagai ideologi atau bukan, dan paham-paham besar lain di dunia ini, terutama ideologi-ideologi besar seperti Sosialisme, Komunisme, Nasionalisme dan Liberalisme. Namun, sebenarnya kecenderungan serba praktis seperti itu adalah sebuah pelarian yang tidak akan menyelesaikan masalah. Reduksi sebuah kerumitan menjadi masalah yang disederhanakan, justru akan menambah parah keadaan.

Kaum Muslim akan semakin menjauhi keharusan mencari pemecahan yang hakiki dan berdayaguna penuh untuk jangka panjang, dan merasa puas dengan “pemecahan” sementara yang tidak akan berdayaguna efektif dalam jangka panjang. Ketika Marxisme dihadapkan kepada masalah penjagaan hak-hak perolehan warga masyarakat, dan dihadapkan demikian kuatnya wewenang masyarakat untuk memiliki alat-alat produksi, pembahasan masalah itu oleh pemikir Komunis diabaikan, dengan menekankan slogan “demokrasi sosial” sebagai pemecahan praktis yang menyederhanakan masalah. Memang berdayaguna besar dalam jangka pendek, terbukti dengan kemauan mendirikan negara-negara Komunis dalam kurun waktu enam dasawarsa terakhir ini. Namun, “pemecahan masalah” seperti itu ternyata membawa hasil buruk, terbukti dengan “di bongkar pasangnya”

Komunisme dewasa ini oleh para pemimpin mereka sendiri di mana-mana. Rendahnya produktivitas individual sebagai akibat langsung dari hilangnya kebebasan individual warga masyarakat yang sudah berwatak kronis, akhirnya memaksa parta-partai Komunis untuk melakukan perombakan total seperti diakibatkan oleh perestroika dan glasnost di Uni Soviet beberapa waktu lalu. Tilikan atas pengalaman orang lain itu mengharuskan kita untuk juga meninjau masalah keadilan dalam pandangan Islam secara lebih cermat dan mendasar. Kalaupun ada persoalan, bahkan yang paling rumit sekalipun, haruslah diangkat ke permukaan dan selanjutnya dijadikan bahan kajian mendalam untuk pengembangan wawasan kemasyarakatan Islam yang lebih relevan dengan perkembangan kehidupan umat manusia di masa-masa mendatang. Berbagai masalah dasar yang sama akan dihadapi juga oleh paham yang dikembangkan Islam, juga akan dihadapkan kepada nasib yang sama dengan yang menentang Komunisme, jika tidak dari sekarang dirumuskan pengembangannya secara baik dan tuntas, bukankah hanya melalui jalan pintas belaka. Pembahasan berikut akan mencoba mengenal (itemize) beberapa aspek yang harus dijawab oleh Islam tentang wawasan keadilan sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an. Pertama-tama akan dicoba untuk mengenal wawasan yang ada, kemudian dicoba pula untuk menghadapkannya kepada keadaan dan kebutuhan nyata yang sedang dihadapi umat manusia. Jika dengan cara ini lalu menjadi jelas hal-hal pokok dan sosok kasar dari apa yang harus dilakukan selanjutnya, tercapailah sudah apa yang dikandung dalam hati.

Al-Qur’an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata ‘adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh al-Qur’an dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (ta’dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan). Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan dalam al-Qur’an dari akar kata ‘adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan (“Hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar keadilan “). Secara keseluruhan, pengertian-pengertian di atas terkait langsung dengan sisi keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam kehidupan.

Dari terkaitnya beberapa pengertian kata ‘adl dengan wawasan atau sisi keadilan secara langsung itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi “warna keadilan ” mendapat tempat dalam al-Qur’an, sehingga dapat dimengerti sikap kelompok Mu’tazilah dan Syi’ah untuk menempatkan keadilan (‘adalah) sebagai salah satu dari lima prinsip utama al-Mabdi al-Khamsah.) dalam keyakinan atau akidah mereka. Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan al-Qur’an agar manusia memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesama warga masyarakat, jujur dalam bersikap, dan seterusnya. Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang harus diraih kaum Muslim itu menunjukkan orientasi yang sangat kuat akar keadilan dalam al-Qur’an. Demikian pula, wawasan keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro dari kehidupan warga masyarakat secara perorangan, melainkan juga lingkup makro kehidupan masyarakat itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut bagi kaum Muslim saja tetapi juga mereka yang beragama lain. Itupun tidak hanya dibatasi sikap adil dalam urusan-urusan mereka belaka, melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk mempertahankan keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing.

Yang cukup menarik adalah dituangkannya kaitan langsung antara wawasan atau sisi keadilan oleh al-Qur’an dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemah posisinya dalam percaturan masyarakat, seperti yatim-piatu, kaum muskin, janda, wanita hamil atau yang baru saja mengalami perceraian. Juga sanak keluarga (dzawil qurba) yang memerlukan pertolongan sebagai pengejawantahan keadilan. Orientasi sekian banyak “wajah keadilan ” dalam wujud konkrit itu ada yang berwatak karikatif maupun yang mengacu kepada transformasi sosial, dan dengan demikian sedikit banyak berwatak straktural.

Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan al-Qur’an itu adalah sifatnya sebagai perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis atau dorongan moral belaka. Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama, dan dengan demikian akan diperhitungkan dalam amal perbuatan seorang Muslim di hari perhitungan (yaum al-hisab) kelak. Dengan demikian, wawasan keadilan dalam al-Qur’an mudah sekali diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sebagaimana terbukti dari revolusi yang dibawakan Ayatullah Khomeini di Iran. Sudah tentu dengan segenap bahaya-bahaya yang ditimbulkannya.

BAB III
KESIMPULAN
Setelah membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Allah memerintahkan untuk melaksanakan amanat kepada yang berhak menerimanya. Dalam hal ini adalah semisal memberikan perlindungan hukum terdapat yang memintanya. Dalam menghukum, haruslah dengan keadilan. Adil di sini memiliki banyak arti, bisa berupa memberikan sesuatu yang hak terhadap yang berhak memilikinya. Bisa juga berarti seimbang antara dua orang.
2. Dalam berperadilan, Islam menuntut untuk terjadi keadilan di antara kedua orang yang berperkara. Keadilan ini adalah bermakna kedua mereka sama ada kaya atau miskin, kuat atau lemah haruslah tetap diperlakukan sama tanpa melihat siapa mereka. Ini ditetapkan walaupun terhadap orang yang lemah sekalipun.
3. Dalam Islam, peradilan bukan hanya diperuntuk bagi orang Islam. Ia juga haruslah diberikan bagi orang non Islam. Dalam hal cara menghukumi Islam menentukan ia tetap memakai hukum mereka. Akan tetapi, ini hanya terbatas pada hukum perdata bukan pidana, menurut mazhab Imam al-Syafi’i.

DAFTAR PUSAKA

Athiyyah, ‘Abd al-Haqq bin. al-Muharrir al-Wajîz. Beirut: Dâr `Ibn Hazm, 2002.
al-Fayûmî, Ahmad bin Muhammad bin ‘Alî. Al-Mishbâh al-Munîr fî Gharîb al-Syarh al-Kabîr. Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.t..
al-Jauzî, Ibn al-Qayyim. Zâd al-Masîr fî ‘Ilm al-Tafsîr. Beirut: Dâr `Ibn Hazm, 2002.
Katsîr, `Ismâ’îl bin ‘Umar bin `Ibn. Tafsîr al-Qur`ân al-‘Adzîm. Beirut: Dâr `Ibn Hazm, 2000.
al-Râzî, al-Fakhr. al-Tafsîr al-Kabîr. Beirut: Dâr `Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabî, t.t..

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa sekarang, masa dimana globalisasai tidak bisa dihindari, akan tetapi adanya perkembangan zaman itulah yang harus diterima dengan cara memfilter apa yang seharusnya dipilih untuk maslahah bersama.
Belakangan ini banyak ditemukan pendidikan yang bobrok, realita ini banyak ditemukan di wilayah kota-kota besar. Memang dalam keilmuaama bisa dikatakan unggul, akan tetapi nilai spiritual yang ada sangatlah tidak cocok bila dikatakan sebagai seorang muslim.
Pendidikan Islam adalah salah satu cara untuk merubah pola hidup mereka. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah pendidikan Islam itu seperti apa. Akankah pendidikan merupakan jalan keluar dari permasalahan ini.
Melihat kenyataan bahwa Pendidikan Islam  merupakan disiplin ilmu, maka asumsi bahwa pendidikan Islam dapat merubah hal itu bukanlah hal yang mustahil dilakukan. Tetapi yang menjadi pertanyaan lagi adalah mengapa pendididkan Islam sebagai disipin ilmu. Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini akan ddijelaskan dalam makalah ini.
B. Rumusan masalah v>
Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah  yang muncul adalah:
1. Apa definisi pendidikan Islam?
2. Obyek Studi Ilmu Pendidikan Islam
3. Mengapa pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui definisi pendidikan Islam,
2. Mengetahui Obyek Studi Ilmu Pendidikan Islam
3. Mengetahui mengapa penddikan islam sebagai disiplin ilmu



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Islam
Dari  berbagai  literature  terdapat berbagi  macam  pengertian pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah  mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya.
Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.[1]
Ada yang mendifinisikan bahwa ilmu pendidikan merupakan seperangkat infoemasi atau teori yang menggunakan sesuatu konsep mengenai pendidikan yang terorganisir dalam sebuah struktur dan terdiri prinsip-prinsip, sehingga membentuk suatu desain pendidikan dan dapat diterapkan dalam bentuk nformasi
Ilmu pendidikan islam suatu ilmu yang yang membicarakan tentang upaya pengembangan secara sistematis bagaimana proses pendidikan ajaran islam melalui pembinaan pembimbingan dan pelatihan yang dilakukan oleh orang ke orang lain, agar islam dapat dijadikan sebagai panutan (way of life) [2]perspektif ini bersipat pengembangan konsep dan praktis pendidikan, yang selalu ditinjau dan diumuskan berdasarkan pengembangan kehidupan manusia sehingga islam sebagai rujukan selalu bermakna dinamis,inilah yang kemudian melahirkan suatu ilmu pendidikan islam yang bersifat teoritis dan praktis
Ilmu pendidikan islam teoritis adalah suatu konsep atau paraadigma pendidikan islam yang didesain secara sistematis berdasarkan teori umum pendidikan islam yaitu bagaimana konsepnya dasarnya, metodologinya subtansinya dll, sehingga tercapai tujuan pendidikan islam yang dicita-citakan
Ilmu pendidikan islam praktis adalah suatu ilmu yang membicarakan langsung mengenai praktek atau proses bagaimana pendidim itu dapat dipersonalisasikan sesuai dengan konsep yang sudah dirumuskan[3]
Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu " sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia dan ilmu pendidikan islam itu merupakan ilmu yang membicarakan tentang paradigma sistem dan proses pendidikan yang berdasarkan islam atau yang sejalan dengan islam baik yang dimunculkan dari sumber dasar islam (al-Quran dan al-Hadish) atau pun produk-produk historis dalam islam ".[4]
Jadi menurut pemakalah definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja.
Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At- ta'dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena Peserta didik harus dibimbing untuk mengenali dan mengakui Allah sebagai Tuhannya, pencipta, pemilik, pengatur, pengawas, pendidik, pemberi ni'mat dan
lain sebagainya. Pada gilirannya nanti lahirlah manusia-manusia 'abid yang penuh
kesadaran, memiliki kemampuan intelektual maupun spiritualnya hal ini disandarkan pada sabda Nabi saw. Sebagai berikut[5]
 ادبني ربي فاحسن تادبي
Tuhan telah mendidikku sehingga menjadi baik pendidikanku
Dengan demikian, akan lahirlah berbagai pendangan hidup tauhid, baik rububiyyah, uluhiyyah, maupun ubudiyyah, yang meyakini kesatuan penciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of mankind), kesatuan tuntunan hidup (unity of purpose of life), yang semua ini merupakan deriviasi dari kesatuan ketuhanan (unity of Godhead).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pengertian pendidikan pendidikan Al-Attas bersifat luas (global), peserta didik tidak hanya dibebani oleh pengajaran yang hanya digunakan untuk dirinya di dunia, melainkan ia dididik sebagi seseorang yang mampu mengamalkannya untuk dunianya dan akhiratnya.
Bila dicermati, beberapa pengertian pendidikan yang ada memiliki benang merah kesamaan pengertian dengan pengertian yang lain. Pengertian pendidikan yang dirumuskan oleh M. Athiyah memiliki titik persamaan dengan apa yang didefinisikan oleh An-Nahlawi bahwa "pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan penataantingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam, dengan maksud merealisasikan tujuan Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat, yakni dalam seluruh lapangan kehidupan". Namun hanya saja apa yang dirumuskan oleh Al-Attas tersebut memang abstrak dan mengandung makna yang filosofis sekali, akan tetapi kesemuanya itu semakin menambah perbendaharaan kekayaan khazanah pendidikan Islam. Dari definisi-definisi itu jika ditelaah mengandung tiga unsur, yaitu:
1.      pendidik yang bertanggung jawab dan berwibawa,
2.peserta didik yang mempunyai kedaulatan, dan  tujuan akhir, berupa terciptanya manusia yang baik (insan kamil).
Dari berbagai pendapat mengenai pendidikan islam sebagai disiplin ilmu sebagaimana dijelaskan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan islam merupakan suatu disiplin ilmu karena merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-kosep ilmiah dan intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan.
B. Obyek Studi Ilmu Pendidikan Islam
Suatu obyek studi dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuaan
1.      mempunyai obyek atau lapangan tetentu yang jelas dan dapat dipisahkan dengan obyek ilmu lainnya. Adpun obyek studi dalam ilmu pendidikan islam secara rinci dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu obyek material dan obyek formal
obyek formal adalah manusia dengan berbagai potensinya yang dimiliki untuk ditumbuh kembangkan sebagai subyek –obyek didik menuju ketingkat kemajuan yang baik sesuai dengan ajaran islam.
Sedangkan obyek formal adalah upaya normative untuk menjadikan islam sebagai materi yang akan didikkan melalui aktivitas pendidikan, sehingga dapat mempengaruhi pola perkembangan dan pertumbuhan manusia sebagai subyek-obyek didik.
2.      mempunyai metode yang dapat digunakan untuk mempelajari atau mengetahui ilmu yang dimaksud
3.      mempunyai sistematika yang runtut sehingga mudah dipelajari dan difahami siapapun yang mempelajarinya
4.      mempunyai sudut pandang yang jelas sehingga mudah dibedakan dengan ilmu yang lain yaitu sudut pandang islam itu sendiri[6]
bagaimanakah dengan ilmu pendidikan islam, mengacu pada beberapa pendapat di atas pendapat para ulama tentang pendidikan islam, dapat dikatakan bahwa ilmu pendidikan islam adalah ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan merupakan ilmu yang ilmiah. Atrinya ilmu pendidikan islam telah menampilkan diri dan memiliki persyaratan sebagai disiplin ilmu sebagai mana disebutkan di atas.








BAB IV
KESIMPULAN
Ilmu Pendidikan Islam adalah suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek.uraian sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah.
Suatu ilmu pengetahuan haruslah memenuhi tiga syarat pokok yaitu:
1.      Suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai obyek tertentu (khususnya obyek  formal).  
2.      Suatu ilmu pengetahuan harus menggunakan metode-metode tertentu yang  sesuai. 
3.      Suatu ilmu pengetahuan harus mengggunakan sistematika tertentu.
Pendidikan Islam masuk dalam disiplin ilmu dikarenakan telah memenuhi  persyaratan ilmu pengetahuan yaitu:
1.      Pendidikan Islam mempunyai obyek material yaitu manusia sebagai peserta didik, dan mempunyai obyak formal yaitu kegiatan manusia dalam usahanya membimbing manusia lain kepada arah kedewasaan berdasarkan nilai-nilai Islam.
2.      Pendidikan Islam mempunyai metode, metode pengembangan yang kiranya digunakan ilmu pengetahuan Islam adalah metode test, metode interview, metode observasi, dan lain sebagainya.
3.      Pendidikan Islam mempunyai sistematika, walaupun sistematika tersebut kadang tidak tersurat. Sistematika pendidikan Islam dapat diketahui dengan adanya penggolongan-penggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah demi masalah di dalam pendidikan Islam.







DAFTAR PUSTAKA
1.      Badaruddin, Kemas. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2.      Fatah Yasin, 2008, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang Press
3.      Prof.Dr. H. Ramayulis,2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia

[1] Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 36
[2] Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm 6
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Prof.Dr. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia 2010), hlm 17
[6] Fatah Yasin, Loc.cit, hlm 8-14














PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber utama pendidikan Islam adalah kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Serta pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuan muslim sebagai tambahan. Pendidikan Islam sebagai sebauah disiplim ilmu harus membuka mata bahwa keadaan pendidikan yang terjadi saat ini jauh dari apa yang kita harapkan. Kita mengaharapkan bahwa pendidika Islam memberika kontribusi terhadap pendidikan yang terdapat di Indonesia, namun hal tersebut belum terealisaikan dengan maksimal. Salah satu faktor yang menjadi penyebab hal tersebut adalah tidak diterpakanny sebuah prinsip sebagai dasar dalam pendidikan.
Seringkali sebuah prinsip hanya dijadikan sebagai sebuah formalitas saja. Prinsip tidak dijadikan sebagai dasar atau pondasi bagai pencapaian sebuah tujuan. Padahal dalam pencapaian tujuan yang digarapkan dalam pendidikan Islam, keberadaan prinsip-prinsip sangatlah penting dan urgent.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan mencoba sedikit memaparkan tentanng bagaimana sebuah prisnip-prinsip pendidikan islam sebagai displin ilmu dan bagaiman kontribusinya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Apa pengertian prinsip pendidikan Islam
2. Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam
3. Bagaiman bentuk prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian prinsip pendidikan Islam
2. Mengetahui prinsip-prinsip dalam Pendidikan Islam
3. Menegetahui bentuk prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri atas tiga bab yaitu:
1. Bab I Pendahuluan yaitu membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah. Tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab II Pembahasan, yaitu membahas tentang pengertian prinsip pendidikan Islam, prinsip-prinsip pendidikan Islam, dan prinsip-prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu.
3. Bab III Penutup, yaitu memberikan kesimpulan atas apa yang telah dipaparkan dalam penjelasan makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU
A. Pengertian Prinsip Pendidikan Islam
Prinsip bebrati asas atau kebenaran yang jadi pokok dasar orang berfikir, bertindak dan sebagainya. Menurut Dagobert D. Runes yang di kutip oleh Syamsul Nizar, mengartikan prinsip sebagai kebenaran yang bersifat universal (universal trith) yang menjadi sifat dari sesuatu.
Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan, maka prinsip pendidikan dapat sebagai kebenaran yang universal sifatnya dan menajdi dasar dalam merumuskan perangkat pendidikan. Prinsip pendidikan diambil dari dasar pendidikan, baik berupa agama atau ideologi negara yang dianut.
Prinsip pendidikan Islam juga ditegakan di atas dasar yang sama dan berpangkal dari pandangan Islam secara filosofis terhadap jagad raya, manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan dan akhlak. Pandangan Islam terhadap masalah-masalah tersebut, melahirkan berbagai prinsip dalam pendidikan Islam.
B. Pengertian Disiplin Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, yakni “ilm” yang diartikan pengetahuan. Dalam filsafat, ilmu dan pengetahuan itu berbeda, pengetahuan bukan berarti ilmu, tetapi ilmu merupakan akmumulasi pengetahuan, sebagimana berbedanya anatar science dan knowledge dalam bahasa Ingris.
Kata “ilm” dalam bahasa Arab menggunakan tiga huruf, yaitu huruf ‘ain, lam, dan miem. Menurut Muhammad yang dikutip oleh Boedi Abdullah dalam buku filsafat ilmu menjelaskan, bahwa tiga huruf itu mempunyai makna tersendiri, yakni:
1. Huruf ‘ain bentuknya didepan ibarat mulut yang posisinya selalu terbuka, menandakan bahwa mencari ilmu pengetahuan itu tidak pernah kenyang.
2. Huruf lam sesudah ‘ain, panjangnya tidak terbatas. Boleh menjjulang kelangit dan menjangkau cakrawala. Itu pertanda bahwa mencari ilmu tidak mengenal batas usia.
3. Huruf terakhir adalah huruf miem, yang meletakan diri di dasar, menunduk pertanda kefakiran ilmunya. Artinya, meskipun ilmu pengetahuan telah menjulang tinggi, seorang yang alim harus rendah hati bagaikan ilmu padi.
C. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Pandangan Islam yang bersifat filosofi terhadap alam jagat, manusia, masyarakat, pengetahuan, dan akhlak, secra jelas tercermin dalam prinsip-prinsip pendidikan Islam. Dalam pembelajaran, pendidik merupakan fasilitator. Ia harus mampu memberdayagunakan beraneka ragam sumber belajar. Dalam memimpin proses pembelajaran, pendidik perlu perlu memperhatikan prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam dan senantiasa mempedomaninya, bahkan sejauh mungkin merealisasikannya bersama-sama dengan peserta didik. Adapun yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Integral dan Seimbang
a. Prinsip Integral
Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama. Keduanya harus terintegrasi secara harmonis. Dalam ajaran Islam, Allah adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Allah pula yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya. Hukum-hukum mengenai alam fisik disebut sunatullah, sedangkan pedoman hidup dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia telah ditentukan pula dalam ajaran agama yang disebut dinullah yang mencakup akidah dan syariah.
Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, Allah memerintahkan agar mansuia untuk membaca yaitu dalam QS Al-‘Alaq ayat-1-5. Dan ditempat lain ditemukan ayat yang menafsirkan perintah membaca tersebut, seperti dalam Firman Allah QS Al-Ankabut:
#$9ø3ÅGt»=É BÏÆš )Î9sø7y &érrÇÓz Bt$! #$?ø@
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) (QS. Al-Ankabut : 45)
Di sini, Allah memberikan penjelasan bahwa Al-Qur’an yang harus dibaca. Ia merupakan ayat yang diturunkan Allah (ayat tanziliyah, qur’aniyah)
Selain itu, Allah memerintahkan agar manusia membaca ayat Allah yang berwujud fenomena-fenomena alam (ayat kauniyah, sunatullah), anatara lain, “Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada dilangit dan dibumi”(QS. Yunus : 101)
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan agar manusia membaca Al-Qur’an (ayat-ayat quraniyah) dan fenomena alam (ayat kauniyah) tanpa memberikan tekanan terhadap slah satu jenis ayat yang dimaksud. Hal itu berarti bahwa pendidikan Islam harus dilaksanakan secara terpadu (integral)
b. Prinsip Seimbang
Pendidikan Islam selalu memperhatikan keseimbangan di antara berbagai aspek yang meliputi keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara ilmu dan amal, urusan hubungan dengan Allah dan sesama manusia, hak dan kewajiban.
Keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat dalam ajaran Islam harus menjadi perhatian. Rasul diutus Allah untuk mengajar dan mendidik manusia agar mereka dapat meraih kebahagiaan kedua alam itu. implikasinya pendidikan harus senantiasa diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. hal ini senada dengan FirmanAllah SWT:
( #$9R÷u$ BÏÆš RtÁÅŠ7t7y ?sY[š ruwŸ ( #$yFzōton #$!$¤#u #$!ª äu#?t9š ùÏJy$! ru#$/öGt÷Æ
“dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (Al-Qashas : 77)
Dalam dunia pendidikan, khususunya dalam pembelajaran, pendidik harus memperhatikan keseimbangan dengan menggunakan pendekatan yang relevan. selain mentrasfer ilmu pengetahuan, pendidik perlu mengkondisikan secara bijak dan profesional agar peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di dalam maupun di luar kelas.
2. Prinsip Bagian dari Proses Rububiyah
Al-Qur’an menggambarkan bahwa Allah adalah Al-Khaliq, dan Rabb Al-Amin (pemelihara semesta alam). Dalam proses penciptaan alam semesta termasuk manusia. Allah menampakan proses yang memperlihatkan konsistensi dan keteraturan. Hal demikian kemudian dikenal sebagai aturan-aturan yang diterpakan Allah atau disebut Sunnatullah.
Sebagaiman Al-Kailani yang dikutip oleh Bukhari Umar dalam bukunya menjelaskan, bahwa peranan manusia dalam pendidikan secara teologis dimungkinkan karena posisinya sebagai makhluk, ciptaan Allah, yang paling sempurna dan dijadikan sebagai khalifatullah fi al-ardh.
Sebagai khalifah, manusia juga mengemban fungsi rubbubiyah Allah terhadap alam semesta termasuk diri manusia sendiri. Dengan perimbangan tersebut dapat dikatakan bahwa karakter hakiki pendidikan Isam pada intinya terletak pada fungsi rubbubiyah Allah secara praktis dikuasakan atau diwakilkan kepada manusia. Dengakn kata lain, pendidikan Islam tidak lain adalah keseluruhan proses dan fungsi rubbubiyah Allah terhadap manusia, sejak dari proses penciptaan samspai dewasa dan sempurna.
3. Prinsip Membentuk Manusia yang Seutuhnya
Manusia yang menjadi objek pendidikan Islam ialah manusia yang telah tergambar dan terangkum dalam Al-Qur’an dan hadist. Potret manusia dalam pendidikan sekuler diserhakan pada orang-orang tertentu dalam msyarakat atau pada seorang individu karena kekuasaanya, yang berarti diserahkan kepada angan-angan seseorang atau sekelompok orang semata.
Pendidikan Islam dalam hal ini merupakan usaha untuk mengubah kesempurnaan potensi yang dimiliki oleh peserta didik menjadi kesempurnaan aktual, melalui setiap tahapan hidupnya. Dengan demikian fungsi pendidikan Islam adalah menjaga keutuhan unsur-unsur individual peserta didik dan mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan Allah.
Prinsip ini harus direalisasikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik harus mengembangkan baik kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual secara simultan.
4. Prinsip Selalu Berkaitan dengan Agama
Pendidikan Islam sejak awal merupakan salah satu usaha untuk menumbuhkan dan memantapkan kecendrungan tauhid yang telah menjadi fitrah manusia. Agama menjadi petunjuk dan penuntun ke arah itu. Oleh karena itu, pendidikan Islam selalu menyelenggrakan pendidikan agama. Namun, agama di sini lebih kepada fungsinya sebagai sumebr moral nilai.
Sesuai dengan ajaran Islam pula, pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu sebagai materi, atau keterampilan sebagai kegiatan jasmani semata, melainkan selalu mengaitkan semuanya itu dengan kerangka praktik (‘amaliyyah) yang bermuatan nilai dan moral. Jadi, pengajaran agama dalam Islam tidak selalu dalam pengertian (ilmu agama) formal, tetapi dalam pengertian esensinya yang bisa saja berada dalam ilmu-ilmu lain yang sering dikategorikan secara tidak proporsional sebagai ilmu sekuler.
5. Prinsip Terbuka
Dalam Islam diakui adanya perbedaam manusia. Akan tetapi, perbedaan hakiki ditentukan oleh amal perbuatan manusia (QS, Al-Mulk : 2), atau ketakwaan (QS, Al-Hujrat : 13). oleh karena itu, pendidikan Islam pada dasarnya bersifat terbuka, demokratis, dan universal. menurut Jalaludin yang dikutip oleh Bukhari Umar menjelaskan bahwa keterbukaan pendidikan Islam ditandai dengan kelenturan untuk mengadopsi unsur-unsur positif dar luar, sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya, dengan tetap menjaga dasar-dasarnya yang original (shalih), yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.
6. Menjaga Perbedaan Individual
Perbedaan individual antara seorang manusia dengan orang lain dikemukakan oleh Al-Qur’an dan hadist. Sebagai contoh:
ÈËËÇ 9jÏ=ùèy»=ÎJÏüût yUƒt»M; Œsº9Ï7y ûÎ )Îb4 ru&r9øquºRÏ3ä/ö &r9ø¡ÅYoGÏ6àNö ru#$z÷GÏ=n»#ß ru#${FöÚÇ #$9¡¡Jy»quºNÏ zy=ù,ß äu#ƒt»GÏmϾ ruBÏ`ô
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”. (QS. Ar-Rum : 22)
Perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia melahirkan perbedaan tingkah laku karena setiap orang akan berbuat sesuai dengan keadaanya masing-masing. Menurut Asy-Syaibani yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Ramayulis menjelaskan bahwa pendidikan Islam sepanjangs sejarahnya telah memlihara perbedaan individual yang dimilki oleh peserta didik.
7. Prinsip Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat
Islam tidak mengenal batas akhir dalam menempuh pendidikan. Hal tersebut mengingat tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam adalah terbentuknya akhlak al-karinah. Pembentukan itu membutuhkan waktu yang panjang, yaitu sepanjang hayat manusia.
Pendidikan Islam yang bersumber dari wahyu dan diterapkan oleh Rasulullah SAW telah sejak lama mengenal konsep pendidikan seumur hidup. Konsep ini pula yang diterapakan dalam sistem pendidikan Islam, konsep pendidikan tanpa batas usia.
Selain itu dalam buku Ilmu Pendidikan Islam yang ditulis Prof. Dr. H. Ramayulis menjelaskan bahwa yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan Islam itu diantaranya adalah.
1. Prinsip pendidikan Islam merupakan implikasi dari karakteristik manusia.
2. Prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan integralsi
3. Prinsip pendidikan Islam adalam pendidikan yang seimbang
4. Prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan universal
5. Prinsip pendidikan Islam adalah dinamis.
Tidak hanya itu, Prinsip pendidikan islam paling tidak mengacu kepada lima Aspek:
1. selalu mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadist
Al-Qur’an dan Hadist merupakan sumber utama dalam pendidikan islam, mungkin lebih baiknya pendidikan islam ini supya mempunyai wacana guna mencetak insan kamil, sangat perlu ditambah dengan Istimbath dan Ijtihad para ulama yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan Hadist. Maka dari itu pendidik dan peserta didik harus paham kepada kandungan Al-Qur’an dan Hadist. Ketika ada pendapat dan bertentangan dengan keduanya, bila suatu ajaran itu tidak sesuai dengan isi Al-qur’an dan hadist, seharusnya pendidikan tidak boleh menerimanya sebagai acuan.
2. Selalu mengarah kepada dunia dan akhirat
Baik dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak ada yang menganjurkan menjauhi kehidupan dunia, karena al-Qur’an sendiri menuntut kita untuk berzakat dan bersedekah, bagaimana hal tersebut bisa tercapai kalau kita tidak berharta. Memang hidup di dunia hanyalah sementara, semuanya akan musnah tapi perlu diingat, Justru dengan kehidupan sekejap itulah kita dianjurkan mengejar kesuksesan dunia, untuk berlomba-lomba didalam menggapai amal shaleh sebagai bekal untuk keakhirat nanti, bukan menjauh dari dunia seperti layaknya orang-orang yang mengasingkan diri dari kahidupan sosial.
3. Bersifat teoritis dan praktis
Pendidikan isalm tidak cukup hanya menyampaikan teori, karena tujuan materi itu tidak lain untuk dilaksanakan guna mencapai amal yang tinggi disisi Allah. Maka dari itu untuk mencapai pengamalan yang sempurna hendaklah para peserta didik melaksanakan apa yang diajarkan kepada peserta didik. Dan Uswatun Hasanah harus menjadi pedoman yang utama di dalam hidupnya. Tidak ada satupun didalam pendidikan yang hanya berorientasi kepada materi saja.
4. Sesuai dengan potensi yang dimiliki manusia
Pendidikan islam bersifat fleksibel, maka dari itu pendidikan islam harus sesuai dengan potensi manusia karena setiap manusia mempunyai potensi yang berbeda.
potensi manusia mempunyai beberapa hal. Yaitu Homo rasional ( manusia sebagai pemikir), dengan potensi inilah pendidikan islam harus menganjurkan kepada manusia untuk selalu berpikir secara mendalam dan kritis, dengan pengertian manusia harus menggunakan akalnya dengan seoptimal mungkin. Sehingga dapat menghasilkan karya-karya yang dapat diambil manfaat oleh umat muslim yang lain.
Disamping itu manusia sebagai Homo religius ( manusia sebagai makhluk beragama), hal ini merupakan yang terpenting dalam kehidupan. pendidikan islam harus memotivasi umatnya untuk selalu memperkuat imannya.
5. Berorientasi pada hamlum Minallah Wa Hamlum Minannas
D. Prinsip Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu
Sebagai disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/ilmuwan muslim.
Dunia ilmu pengetahuan yang akademik telah menetapkan norma-norma, syarat-syarat dan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu ilmu yang ilmiah. Persyaratan keilmuwan yang ditetapkan itu nampak terlihat sekuler, dalam arti bahwa mengilmiahkan suatu pandangan/konsep dalam banyak seginya, yang melibatkan nilai-nilai ke-Tuhanan dipandang tidak rasional, tapi metafisik dan tidak dapat dijadikan dasar pemikiran sistematis dan logis. Nilai-nilai ke-Tuhanan berada di atas nilai keilmiahan dari ilmu pengetahuan. Agama adalah bukan ilmu pengetahuan.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan. Jadi mengalami dan mengetahui merupakan pengokoh awal dari konseptualisasi itu. Untuk itu Adam diajar nama-nama benda terlebih dahulu sebagai dasar konseptual bagi pembentukan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian maka ilmu pendidikan islam dapat dibedakan antara ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan praktis.
Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu ialah:
1. Tujuan pendidikan islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi seluruh umat islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan islam adalah azasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi pendidikan islam. Tujuan pendidikan islam yang universal itu telah dirumuskan dalam Seminar pendidikan Islam se-Dunia di Islamabad pada tahun 1980 yang disepakati oleh seluruh ulama ahli pendidikan islam dari Negara-negara islam.
2. Metode pendidikan islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan islam itu.
3. Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila tanpa kehadiran nilai atau idea.
Konsepsi Al-Quran tentang ilmu pengetahuan, tidak membeda-bedakan antara ilmu pengetahuan agama dan umum. Kedua jenis ilmu pengetahuan itu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena semua itu adalah merupakan manifestasi dari ilmu pengetahuan yang satu yaitu ilmu pengetahuan Allah. Oleh karena itu dalam islam tidak dikenal adanya ilmu pengetahuan yang religious dan non-religius (sekuler).
Pendidikan islam sebagai disiplin ilmu telah mempunyai modal dasar yang potensial untuk dikembangkan sehingga mampu berperan dijantung masyarakat dinamis masa kini dan mendatang. Pendidikan islam saat ini masih berada pada garis marjinal masyarakat, belum memegang peran sentral dalam proses pembudayaan umat manusia dalam arti sepenuhnya. Untuk itu ilmu pendidikan islam yang menjadi pedoman opersionalisasi pendidikan islam perlu dikembangkan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam dunia akademik yaitu:
1. Memiliki objek pembahasan yang jelas dan khas pendidikan islami meskipun memerlukan ilmu penunjang dari yang non-Islami.
2. Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi, hipotesa, serta teori dalam lingkup kependidikan islami yang bersumberkan ajaran islam.
3. Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pendidikan yang berdasarkan islam, beserta sistem pendekatan yang seirama dengan cocok keislaman sebagai kultur dan revilasi.
4. Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung totalitas yang tersusun dari komponen-komponen yang saling mengembangkan satu sama lain yang menunjukkan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
Oleh karena suatu ilmu yang ilmiah harus bertumpu pada adanya teori-teori, maka teori-teori pendidikan islam juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Teori harus menetapkan adanya hubungan antara fakta yang ada.
2. Teori harus mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep.
3. Teori harus dapat mengikhtisarkan berbagai fakta.
4. Teori harus dapat meramalkan fakta atau kejadian-kejadian
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan dia atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa ilmu pendidikan islam sebagai sebuah disiplin ilmu harus senantiasa berpegang kepada prinsip-prinsip pendidikan islam yang bersumber dari al-Qur’an, hadist, ijma dan qiyas. Hal itu disebabkan, karean apabila sebuah disiplin ilmu tidak memilki prinsip khsusuya prinsip pendidikan Islam tersebut, maka dikahawatirkan akan terjadinya sekularisasi dan liberalisasi pendidikan.
Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu juga harus senantiasa mampu mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/ilmuwan muslim. Oleh karenanya kita sebagai insan akademika yang terdapat dalam sebuah lembaga pendidikan harus lebih mengoptimalkan daya fikir dan mental untuk menatap pendidikan ke depan yang lebih maju.
Daftar Pustaka
Arifin, H.M, 2000 . Kapita Selekta Pendidikan (Islam & Umum), Jakarta: Bumi Aksara
Ramayulis & Syamsul Nizar. 2010, Filsafat Pendidikan Islam (Telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya), Jakarta: Kalam Mulia
Bukhari Umar, 2010. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : AMZAH
Abdullah, Boedi, 2009. Filsafat Ilmu (Kontempalsi Filosofis tentang Seluk-Beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan), Bandung: CV Pustaka
Poerwadinta, W.J.S, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Badaruddin, Kemas, 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://www.rokhim.net/2011/11/prinsip-prinsip-pendidikan-islam.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar