DISIPLIN
SEBAGAI ALAT PENDIDIKAN ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Disiplin sangat penting untuk
pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat
mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun
kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan
menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat
menghasilkan kinerja yang baik.
Untuk mencapai sebuah keberhasilan
manusia membutuhkan sebuah proses yang mungkin berulang ulang, dan hal itu
memerlukan kedisiplanan dalam pelaksanaanya. dalam proses pendidikan dan
pengajaran di sekolah sikap disiplin haruslah di tanamkan sejak dini kepada
anak didik di sekolahan agar membentuk pribadi siswa yang memiliki sikap
disiplin dan bertanggung jawab.
Kurang pengetahuan tentang
peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak
tindakan indisipliner. Tindakan disipliner sebaiknya dilakukan, apabila upaya
pendidikan yang diberikan telah gagal, karena tidak ada orang yang sempurna.
Oleh sebab itu, setiap individu diizinkan untuk melakukan kesalahan dan harus
belajar dari kesalahan tersebut. Tindakan indisipliner sebaiknya dilaksanakan
dengan cara yang bijaksana sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku
menurut tingkat pelanggaran dan klasifikasinya.
B. Rumusan
Masalah
Dalam makalah
ini penulis akan membahas mengenai pengertian disiplin, factor-faktor yang
mempengaruhi disiplin, disiplin menurut islam dan disiplin dalam pendidikan
islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
disiplin
Disiplin merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan agar tidak terjadi suatu pelanggaran terhadap suatu peraturan
yang berlaku demi terciptanya suatu tujuan. Disiplin adalah proses atau hasil
pengarahan untuk mencapai tindakan yang lebih efektif.
Konsep disiplin berkaitan dengan
tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan bersama (yang melibatkan orang
banyak). Menurut Moeliono Disiplin artinya adalah ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain sebagainya . Sedangkan
pengertian siswa adalah pelajar atau anak (orang) yang melakukan aktifitas
belajar . Dengan demikian disiplin siswa adalah ketaatan (kepatuhan) dari siswa
kepada aturan, tata tertib atau norma di sekolah yang berkaitan dengan kegiatan
belajar mengajar.
Dari pengertian tersebut,
kedisiplinan siswa dapat dilihat dari ketaatan (kepatuhan) siswa terhadap
aturan (tata tertib) yang berkaitan dengan jam belajar di sekolah, yang
meliputi jam masuk sekolah dan keluar sekolah, kepatuhan siswa dalam
berpakaian, kepatuhan siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah, dan lain
sebagainya. Semua aktifitas siswa yang dilihat kepatuhannya adalah berkaitan
dengan aktifitas pendidikan di sekolah, yang juga dikaitkan dengan kehidupan di
lingkungan luar sekolah.
Menurut Oteng Sutisna bahwa dalam
menciptakan disiplin yang efektif diperlukan kegiatan-kegiatan diantaranya
sebagai berikut :
1.
Guru
maupun murid hendaknya memiliki sifat-sifat perilaku warga sekolah yang baik
seperti sopan santun, bahasa yang baik dan benar.
2.
Murid
hendaknya bisa menerima teguran atau hukuman yang adil.
3.
Guru
dan murid hendaknya bekerjasama dalam membangun, memelihara dan memperbaiki
aturan-aturan dan norma-norma.
Dalam konsep disiplin terdapat
berbagai teori yang mendukungnya, teori tersebut yang dapat penulis simpulkan
antara lain :
1. Teori
perbaikan
Menurut teori ini, disiplin itu
adalah untuk memperbaiki si pelanggar agar jangan berbuat kesalahan lagi. Teori
ini lebih bersifat pedagogis, karena bermaksud memperbaiki si pelanggar baik
lahiriah maupun batiniah.
2. Teori
perlindungan
Menurut teori ini disiplin diadakan
untuk melindungi dirinya sendiri dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar.
Dengan adanya disiplin ini dapat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah
dilakukan oleh si pelanggar.
3. Teori
menakut-nakuti
Menurut teori ini, disiplin diadakan
untuk menimbulkan rasa takut kepada pelanggar akan akibat perbuatannya yang
melanggar itu, sehingga ia akan selalu takut melakukan perbuatan itu dan mau
meninggalkannya. Teori ini masih memerlukan, sebab dengan teori ini besar
kemungkinan orang meninggalkan suatu perbuatan itu hanya karena takut bukan
karena keinsyafan bahwa perbuatannya itu memang salah dan buruk.
Jelaslah bahwa tiap teori itu belum
lengkap, karena masing-masing hanya mencakup satu aspek saja. Sedangkan
tiap-tiap teori itu saling membutuhkan kelengkapan teori yang lainnya.
Dengan singkat
penulis dapat mengatakan bahwa tujuan pedagogis dari disiplin adalah untuk
memperbaiki tabiat atau tingkah laku siswa kearah kebaikan.
B.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Disiplin
Karena sikap kedisiplinan bukan
sikap yang muncul dengan sikap sendirinya, maka agar seorang anak dapat
bersikap disiplin maka perlu adanya pengarahan dan bimbingan.
Adapun faktor
yang mempengaruhi kedisiplinan adalah :
1. Faktor dari
dalam (Intern)
Faktor dari dalam ini berupa
kesadaran diri yang mendorong seseorang untuk menerapkan disiplin pada dirinya.
2. Faktor dari
luar (Ekstern)
Faktor dari luar ini berasal dari
pengaruh lingkungan, yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat.
a. Lingkungan
Keluarga
Faktor keluarga ini sangat penting
terhadap perilaku seseorang termasuk tingkat kedisiplinannya. Karena keluarga
di sini merupakan lingkungan yang paling dekat pada diri seseorang dan tempat
pertama kali seseorang berinteraksi.
Keluarga sebagai lingkungan pertama
kali sebelum anak mengenal dunia yang lebih luas, maka sikap dan perilaku seisi
keluarga terutama kedua orang tua sangat mempengaruhi pembentukan kedisiplinan
pada anak dan juga serta tingkah laku orang tua dan anggota keluarga lainnya
akan lebih mudah dimengerti anak apabila perilaku tersebut berupa pengalaman
langsung yang bisa dicontoh oleh anak.
b. Lingkungan
Sekolah
Selain lingkungan keluarga, maka
lingkungan sekolah merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku siswa
termasuk kedisiplinannya, di sekolah seorang siswa berinteraksi dengan siswa
lain, dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya serta pegawai yang berada
di lingkungan sekolah, sikap, perbuatan dan perkataan guru yang dilihat dan
didengar serta dianggap baik oleh siswa akan masuk dan meresap ke dalam hatinya.
c. Lingkungan
Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan yang
mempengaruhi perilaku anak setelah anak mendapatkan pendidikan dari keluarga
dan sekolah. Pada awalnya seorang anak bermain sendiri, setelah itu seorang
anak berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
Karena masyarakat merupakan faktor
penting yang mempengaruhi disiplin anak, terutama pada pergaulan dengan teman
sebaya, maka orang tua harus senantiasa mengawasi pergaulan anak-anaknya agar
senantiasa tidak bergaul dengan orang yang kurang baik.
C. Disiplin
Menurut Islam
Dalam kehidupan sehari-hari manusia
memerlukan aturan-aturan atau tata tertib agar segala tingkah laku berjalan
sesuai dengan aturan yang ada, pendidikan tepat waktu atau lainya dapat diambil
dari sahabat Umar bin Khattab r.a: yang Artinya : “Waktu bagaikan pedang,
apabila tidak digunakan maka pedang itu akan memotong pemiliknya
Berdasarkan hal di atas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa betapa pentingnya bagi kita sehingga apabila kita
tidak dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya, maka waktu itu akan membuat kita
sendiri sengsara. Oleh karena itu kita hendaknya menggunakan waktu seefesien
mungkin. Kita diperintahkan untuk tepat waktu termasuk tepat waktu dalam
belajar yang sangat penting bagi siswa.
Islam juga memerintahkan umatnya
untuk selalu konsisten terhadap peraturan Allah yang telah di tetapkan. Hal ini
sesuai dengan firman Allah Surat Huud ayat 112 :
öNÉ)tGó™$$sù !$yJx. |NöÏBé& `tBur z>$s? y7yètB Ÿwur (#öqtóôÜs? 4 ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÊÊËÈ
Artinya: “Maka
tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan
(juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (Q.S: Hud: 112).
Dalam ayat tersebut menunjukkan
disiplin bukan hanya tepat waktu saja,tetapi juga patuh pada
peraturan-peraturan yang ada, melaksanakan yang diperintahkan dan meninggalkan
segala yang dilarang-Nya. Disamping itu juga melakukan perbuatan tersebut
secara teratur dan terus menerus walaupun hanya sedikit, karena selain
bermanfaat pada diri kita sendiri juga perbuatan yang dikerjakan secara teratur
dicintai Allah SWT. walaupun hanya sedikit sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW
yang Artinya : Dari Aisyah r.a Nabi bersabda : amal perbuatan yang paling
dicintai Allah adalah kekekalannya walaupun amal itu hanya sedikit.
Apabila seseorang atau segolongan
tidak mempunyai sikap disiplin maka akan merugikan dirinya sendiri atau
kelompoknya. Disiplin pribadi dibutuhkan sebagai sifat dan sikap terpuji yang
menyertai kesabaran, ketekunan, kesetiaan dan sebagainya.
Orang yang tidak punya disiplin
pribadi sangat sulit untuk mencapai tujuan, maka sikap disiplin mempunyai
kewajiban untuk membina melalui latihan mawas diri dan pengendalian diri. Maka
dalam hal ini seorang siswa harus memiliki sikap disiplin pribadi dalam
belajarnya supaya dapat berhasil.
Sikap disiplin pribadi seorang siswa
didalam belajarnya baik teratur waktu belajarnya maupun mengerjakan tugas serta
mentaati peraturan-peraturan sekolah. Dalam hal ini seorang siswa hendaknya
memiliki self-discipline apabila seorang anak berhasil memindahkan nilai-nilai
moral yang bagi orang Islam terkandung dalam rukun iman. Iman itu berfungsi
bukan hanya sebagai penggalak tingkah laku kalau berhadapan dengan nilai-nilai
positif yang membawa kepada nilai keharmonisan dan kebahagiaan.
D. Usaha-usaha
untuk Meningkatkan Kedisiplinan
Pada pembahasan sebelumnya telah
dijelaskan bahwa kedisiplinan bukanlah sikap yang muncul dengan sendirinya,
tetapi disiplin terbentuk melalui sebuah proses. Adapun usaha-usaha yang
merupakan proses dalam meningkatkan kedisiplinan adalah sebagai berikut :
1.
Kesadaran
diri sebagai pemahaman bahwa disiplin dipandangnya penting bagi kebaikan dan
keberhasilan dirinya. Kesadaran diri akan menjadi motif yang kuat bagi
terwujudnya kedisiplinan.
2.
Pengikutan
dan ketaatan sebagai langkah penerapan atas peraturan-peraturan yang mengatur
perilaku seseorang. Hal ini sebagai lanjutan diri adanya kesadaran diri.
Tekanan dari luar dirinya sebagai usaha untuk mendorong dan menekan agar
disiplin dilaksanakan pada diri seseorang, sehingga peraturan-peraturan yang
ada dapat diikuti dan dipraktekkan.
3.
Teladan;
Perbuatan dan tindakan lebih besar pengaruhnya dibandingkan hanya sekedar dengan
kata-kata. Oleh karena itu contoh dan teladan disiplin kepala sekolah dan para
guru sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan pada siswa. Mereka lebih mudah
meniru dari apa yang mereka lihat, dibandingkan hanya sekedar mendengar. Lagi
pula hidup banyak dipengaruhi oleh peniruan-peniruan terhadap apa yang
dianggapnya baik dan patut ditiru.
4.
Hukum;
Hukuman sebagai usaha untuk menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan perilaku
yang salah sehingga anak kembali pada perilaku yang sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku.
5.
Lingkungan
Berdisiplin; Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang. Bila seorang anak berada pada lingkungan yang berisiplin,
kemungkinan besar ia akan tumbuh menjadi anak yang disiplin.
6.
Latihan
Berdisiplin; Disiplin dapat juga dibentuk melalui proses latihan dan kebiasaan.
Artinya, mempraltikkan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakan dalam
prilakunya sehari-hari. Dengan latihan dan membiasakan diri, maka disiplin akan
terbentuk pada diri siswa.
E. Disiplin
Sebagai Alat Pendidikan
Anak merupakan amanat dari Allah SWT
bagi kedua orang tua. Ia mempunyai jiwa yang suci dan cemerlang. Apabila ia
dibiasakan baik, dididik dan dilatih dengan kontinyu, maka ia akan tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang baik pula.
Sebagai pendidikan yang pertama dan
utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadian, yang
kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga pendidikan, dan
lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan mengubah apa yang dimilikinya,
tatapi cukup dengan mengkombinasikan antara pendidikan yang diperoleh dari
keluarga dengan lembaga pendidikan tersebut, sehingga masjid, pondok pesantren
dan sekolah merupakan peralihan dari pendidikan keluarga.
Dasar-dasar
pendidikan yang diberikan kepada anak didik adalah :
1.
Dasar
pendidikan budi pekerti yaitu memberi norma pandangan hidup tertentu walaupun
masih dalam bentuk sederhana kepada anak didik.
2.
Dasar
pendidikan sosial yaitu melatih anak dalam tata cara bergaul yang baik terhadap
lingkungan sekitarnya.
3.
Dasar
pendidikan intelek.
4.
Dasar
pembentukan kebiasaan.
5.
Dasar
pendidikan kewarganegaraan.
6.
Dasar
pendidikan agama.
Maka setiap institusi pendidikan
niscaya mendambakan dan ikut serta berupaya melahirkan generasi penerus (out
put) yang selain memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage) untuk
menjadi subjek dalam percaturan di dunia kerja, juga memiliki kepribadian yang
utuh (integrated personality, sehingga dapat memakmurkan dan memuliakan
kehidupan material dan spiritual diri, keluarga dan masyarakatnya berdasarkan
nilai-nilai Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
dalam proses pendidikan alat-alat pendidikan (segala sesuatu yang dipergunakan
dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan) adalah sangat penting
keberadaannya. Alat-alat tersebut ada yang bersifat lahiriyah, seperti kelas,
meja, bangku dan sebagainya. Dan juga bersifat bathiniyah seperti kurikulum,
metode pengajaran, disiplin seperti suruhan, larangan, ganjaran, hukuman dan
anjuran.
Disiplin sebagai alat pendidikan
berarti segala peraturan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Maksudnya tiada
lain kecuali untuk perbaikan anak didik itu sendiri.
1. Tujuan
Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah larangan
yang diajukan untuk menjaga anak agar mematuhi peraturan dan menjaganya dari
pelanggaran. Pada saat-saat tertentu bisa melalui paksaan, khususnya anak-anak
kecil yang masih lemahkepribadiannya dan anak dewasa yang lemah pemikirannya
untuk memahami pentingnya peraturan yang ada.
Adapun jiwa yang santun, kasih
sayang nyata sekali dalam siasat pendidikan Islam. Mengenai masalah hukuman
terhadap anak untuk dijatuhi hukuman jasmaniyah disyaratkan sebagai berikut :
a.
Sebelum
berumur 10 tahun, anak tidak boleh dipukul.
b.
Pukulan
tidak boleh lebih dari tiga kali.
c.
Diberikan
kesempatan kepada anak-anak untuk menyesali kesalahannya dan memperbaiki
kesalahan tanpa menggunakan pukulan atau mencoret nama baiknya.
Ibnu Sina berpendapat bahwa
pendidikan anak-anak dan membiasakannya dengan tingkah laku yang terpuji
haruslah dimulai sejak dini, sebelum tertanam padanya sifat-sifat yang buruk,
karena akan sukarlah bagi sikap anak melepaskan kebiasaan-kebiasaan tersebut
bila sudah menjadi kebiasaan dan telah tertanam dalam jiwanya. Sekiranya
pendidik terpaksa menggunakan hukuman, haruslah mempertimbangkan dari segala
segi dan mengambil kebijaksanaan dalam penentuan batasan-batasan hukuman
tersebut. Apabila pendidik terpaksa harus menghukum anak-anak, Ibnu Sina
berpendapat bahwa hukuman itu dilakukan bila keadaan memaksa. Pukulan tidak
digunakan kecuali sudah diberi peringatan ancaman untuk memberi nasihat, dengan
maksud merangsang pengaruh yang diharapkan dalam jiwa anak-anak itu.
2. Tujuan
Disiplin Kuratif
Adapun disiplin kuratif dalam bentuk
pemberian ganjaran pada anak yang berprestasi, juga dipandang terpuji untuk
memotivasi dirinya dan teman-temannya untuk lebih bersemangat berkompetisi
dalam kebaikan dan berakhlak mulia. Ganjaran yang dipandang baik dalam
pendidikan seperti pujian guru terhadap prestasi anak yang baik.
Sedangkan disiplin kuratif dalam
bentuk hukuman tentunya diberikan kepada yang melanggar peraturan yang ada
dengan tujuan perbaikan baginya, bukan atas dasar menyakiti atau balas dendam
dari seorang guru. Jadi, keberadaan disiplin atau segala peraturan tata tertib
sekolah itu selalu mengatur kehidupan aktivitas sekolah sehari-hari. Dan bagi
siapa yang melakukan pelanggaran tentunya dikenakan sanksi atau hukuman sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di sekolah bersangkutan. Disiplin atau tata
tertib sekolah pada umumnya memuat dan mengatur hal-hal tentang hak dan
kewajiban, larangan dan sanksi.
Keterkaitannya dengan mentaati
kewajiban, meninggalkan larangan-larangan dan pemberian ganjaran dan sanksi,
dalam firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat An Naml ayat 89-90 dijelaskan :
`tB uä!%y` ÏpoY|¡ysø9$$Î/ ¼ã&s#sù ׎öyz $pk÷]ÏiB Nèdur `ÏiB 8ít“sù >‹Í´tBöqtƒ tbqãZÏB#uä ÇÑÒÈ `tBur uä!%y` Ïpy¥ÍhŠ¡¡9$$Î/ ôM¬7ä3sù öNßgèdqã_ãr ’Îû Í‘$¨Z9$# ö@yd šc÷rt“øgéB žwÎ) $tB óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÒÉÈ
Artinya : “Barangsiapa
yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik dari
padanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang aman tentram dari pada
kejutan yang dahsyat pada hari itu.” “Dan barangsiapa membawa kejahatan, maka
disungkurkanlah wajah/ muka mereka ke dalam neraka. Tiadalah kamu dibalasi
melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kamu kerjakan.”(Q.S: An-namal:
89-90).
Dari uraian ayat tersebut, maka
sudah sepantasnya bagi siswa yang mentaati kewajiban, maka akan mendapatkan
ganjaran, sedangkan bagi mereka yang melanggar akan disiplin atau tata tertib
tersebut, akan mendapatkan hukuman atau sanksi sesuai dengan besar kecilnya
pelanggaran. Pemberian ganjaran dan hukuman dalam proses pendidikan khususnya
pendidikan Islam adalah relevan demi terlaksananya proses pendidikan yang
efektif dan efisien.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian, telah kita
simpulkan bahwa disiplin di sekolah itu sangat diperlukan. Karena dalam
aplikasinya, kedisiplinan sangat berguna sebagai tolak ukur mampu atau tidaknya
seseorang dalam mentaati aturan yang sangat penting bagi stabilitas kegiatan
belajar mengajar. Selain itu sikap disiplin sangat diperlukan untuk di masa
depan bagi pengembangan watak dan pribadi seseorang, sehingga menjadi tangguh
dan dapat diandalkan bagi seluruh pihak.
Oleh karena itu, marilah kita hidup
berdisiplin. Agar kelak, kita dapat menjadi panutan setiap orang dan bisa
diandalkan. maka sudah sepantasnya bagi siswa yang mentaati kewajiban, maka
akan mendapatkan ganjaran, sedangkan bagi mereka yang melanggar akan disiplin
atau tata tertib tersebut, akan mendapatkan hukuman atau sanksi sesuai dengan
besar kecilnya pelanggaran. Pemberian ganjaran dan hukuman dalam proses
pendidikan khususnya pendidikan Islam adalah relevan demi terlaksananya proses
pendidikan yang efektif dan efisien.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Abrasyi,
Muhammad Atiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Anton, M
Moeliono. Tata Bahasa Indonesia Baku Indonesia. Jakarta Perum Balai pustaka,
1993.
Basuki Dan
Ulum, Miftahul.Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo : STAIN Ponorogo
Press, 2007.
Departemen
Agama RI, Al Quran dan terjemahan, PT Karya Toha Putra,Semarang.
Hamka, Istika
Islam, Diponegoro, Bandung, 1999
Mujib, Abdul
Dan Mudzakir, Jusuf. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media,
2006.
Oteng Sutisna,
Administrasi Pendidikan, Amgkasa, Bandung 1989.
Soelaeman,
Menjadi guru, Diponegoro, Bandung 1985
Tulus Tu’u,
Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Belajar, Gramedia, Wiasarana
Indonesia, Jakarta, 2004.
Disiplin adalah
kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan
orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku.
Dengan kata lain, disiplin adalah sikap menaati peraturan dan ketentuan yang
telah ditetapkan tanpa pamrih.
Dalam ajaran
Islam, banyak ayat al-Qur`an dan hadist, yang memerintahkan disiplin dalam arti
ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan. Antara lain disebutkan dalam
surah an-Nisâ` ayat 59, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. an-Nisâ` [4]:
59)
Dari ayat di
atas terungkap pesan untuk patuh dan taat kepada para pemimpin, dan jika
terjadi perselisihan di antara mereka, maka urusannya harus dikembalikan kepada
aturan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Namun, tingkat
kepatuhan manusia kepada pemimpinnya tidak bersifat mutlak. Jika perintah yang
diberikan pemimpin bertentangan dengan aturan atau perintah Allah dan
Rasul-Nya, maka perintah tersebut harus tegas ditolak dan diselesaikan dengan
musyawarah. Namun jika aturan dan perintah pemimpin tidak bertentangan dengan
Syariat Allah dan Rasul-Nya, maka Allah menyatakan ketidak-sukaannya terhadap
orang-orang yang melewati batas.
Di samping
mengandung arti taat dan patuh pada peraturan, disiplin juga mengandung arti
kepatuhan kepada perintah pemimpin, perhatian dan kontrol yang kuat terhadap
penggunaan waktu, tanggungjawab atas tugas yang diamanahkan, serta kesungguhan
terhadap bidang keahlian yang ditekuni.
Islam
mengajarkan kita agar benar-benar memperhatikan dan mengaplikasikan nilai-nilai
kedisplinan dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun kualitas kehidupan
masyarakat yang lebih baik.
Seperti
perintah untuk memperhatikan dan menggunakan waktu sebaik-baiknya. Dalam
al-Qur`an misalnya disebutkan: Wal-fajri (demi waktu Subuh), wadh-dhuhâ (demi
waktu pagi), wan-nahar (demi waktu siang), wal-‘ashr (demi waktu sore), atau
wal-lail (demi waktu malam).
Ketika
al-Qur`an mengingatkan demi waktu sore, kata yang dipakai adalah “al-‘ashr”
yang memiliki kesamaan dengan kata “al-‘ashîr” yang artinya “perasan sari
buah”. Seolah-olah Allah mengingatkan segala potensi yang kita miliki sudahkah
diperas untuk kebaikan? Ataukah potensi itu kita sia-siakan dari pagi hingga
sore? Jika demikian, pasti kita akan merugi. “Demi masa, sesungghnya manusia
itu benar benar dalam kerugian.“ (Qs. al-‘Ashr [103]: 2)
Maka, kita
harus pandai-pandai menggunakan waktu sebaik-baiknya. Tapi, jangan pula kita
gunakan waktu untuk kepentingan akhirat namun mengorbankan kepentingan duniawi,
atau sebaliknya. Menggunakan waktu dalam usaha mencari karunia dan ridha Allah,
hendaknya seimbang dan proporsional.
Ada juga
perintah untuk menekuni bidang tertentu hingga menghasilkan karya atau keahlian
tertentu sesuai potensi yang dimiliki. Masing-masing orang dengan keahliannya,
diharap dapat saling bekerjasama dan bahu-membahu menghasilkan buah karya yang
bermanfaat bagi banyak orang. “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya
masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”
(Qs. al-Isrâ` [17]: 84)
Pesan-pesan
moral yang terkandung dalam ajaran Islam, memberi interpretasi yang lebih luas
dan jelas kepada umatnya untuk berlaku dan bertindak disiplin. Bahkan dari
beberapa rangkaian ibadah, seperti shalat, puasa, zakat maupun haji, terkandung
perintah untuk berlaku disiplin.
Dengan
demikian, nilai-nilai moral ajaran Islam diharapkan mampu menjadi energi
pendorong pelaksanaan kedisplinan. Dalam skala lebih luas, untuk meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat.
Semoga bangsa
Indonesia termasuk dalam golongan bangsa yang pandai mengamalkan makna
disiplin. Bukan bangsa yang malah pandai menyelewengkan makna disiplin. Semoga
pula rakyat Indonesia dan para pemimpinnya dapat berperilaku disiplin agar
bangsa ini dapat segera bangkit dari keterpurukan, dan menjelma menjadi negara
yang makmur, rakyatnya teratur dan diridhai Allah (baldatun thayibatun
warrabbun ghafûr). Âmîn. Wallâhu a’lam bish-shawâb.
A. Latar
Belakang
Pergaulan antar
manusia tentunya pasti menimbulkan sebuah masalah. Ibarat kata lidah saja
tergigit apatah lagi suami istri. Begitu juga suami istri saja ada masalah,
apatah lagi antar masyarakat yang tidak ada hubungan tali kasih, tentunya
dengan mudah wujudnya sebuah permasalahan.
Fenomena ini
sejak dulu memiliki jalan keluar, yaitu penyelesaian secara hukum. Dalam
sejarah, penetapan sebuah ketentuan hukum adalah melalui peradilan, sama ada
bentuknya itu secara formal seperti di peradilan yang diiktiraf negara, maupun
peradilan non formal seperti mediasi maupun abritase.
Penyelesaian
secara hukum ini tentunya harus berdasarkan keadilan. Lebih-lebih lagi adil
merupakan hak azazi manusia. Bukan hanya filsafat modern yang menetapkan itu,
akan tetapi banyak sekali ayat dalam Alquran – sebagai sumber utama muslim –
mewajibkan menghukumi sesuatu perkara harus dengan adil.
Pemahaman adil
dalam menghukumi ini tentunya memerlukan pentafsiran yang valid, karena batasan
adil sendiri masih sangat umum dan terdapat banyak versi. Hanya dengan meneliti
tafsir ahkam bagi ayat-ayat tentang adil sahaja yang dapat menghasilkan konsep
menghukumi dengan adil dalam Islam.
B. Fokus
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, terdapat banyak ayat tentang adil yang ditemukan oleh
penulis dalam Alquran. Setelah dibaca setiap satunya, maka penulis memfokus
masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Tafsir surat
fushilat, 41: 9-12
2. Tafsir surat
Luqman, 31: 32
BAB II
DISIPLIN DAN
MENEGAKKAN KEADILAN
A. Tafsir surat
fushilat, 41: 9-12 Tafsir surat Luqman, 31: 32
Disiplin dan
menegakan keadilan adalah dua macam nilai universal yang sering di tambahkan
keberadaanya dalam mengelola dan memecahkan setiap permasalahan dalam
kehidupan. Sering terjadi suasana kacau seperti pembrontakan, demontrasi, unjuk
rasa, bahkan peperangan yang disebabkan karenan tidak ditegakkanya disiplin dan
keadilan.sebaliknya kita sering iri melihat masyarakat yang tertip, dan taat
hukum, rukun, damai, dan tenang karena didalam masyarakat tersebut di tegakkan
disiplin dan keadilan.
Setiap hari kita
bias mencatat berapa jumlahg kecelakaan lalulintas, kemacetan yang menghabiskan
waktu, energy dan dana yang disababkan karena pengemudinya yang tidak
disiplin.demikian pula kita mencatat terjadinya unjuk, rasa, iri, dan
dendam,dan sebagainya disebabkan karena tidak ditegakkan keadilan.
Berkenaan
tersebut kita akan membahas disiplin dan menegakkan keadilan dengan berbagai
aspek yang terkait denganya yang berdasarkan Alqur’an pembahasan akan
mengemukakan dua istilah tersebut dilanjutkan dengan contoh-contohpenerapan
dalam kehidupan serta hikmah yang terkandung didalamnya.
Kata disiplin
berasal dari kamus besar bahasa indonisia diartikan latihan batin dan watak,
dengan maksud segala perbuatanya selalu menaati tata tertip(disekolah atau di
militeran) dan dapat pula berate ketaatan pada aurat dan tata tertip, dalam
praktek sehari-hari disiplin biasanya di jumpai pada anggota militer, para
siswa sekolah, para karyawan intansi pemerintah dan suwasta.
Hati menjadi
senang dan gembira bila segala sesuatunya dilaksanakan dengan disiplin dan
tertib, keinginan ingin menegakkan disiplin sejalan denga fitrah manusia.
Didalam
Alqur’an kata banyak dihubungkan dengan ketertiban hukum yang diciptakan oleh
TUHAN sebagai mana terlihat pada jagat raya, dalam surat fushilat, 41 ayat 9-12
Surat
Fushshilat ayat 9-12
قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي
خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ
(٩) وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا
فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ (١٠) ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ
وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا
أَتَيْنَا طَائِعِينَ (١١) فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى
فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا
ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ(١٢)
Artinya:
“Katakanlah. “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi
dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (yang bersifat demikian
itulah tuhan semesta alam).
Intisari Surat
Fushshilat ayat 9-12
Tidak ada
karena Surat Fushilat menjelaskan tentang penciptaan langit, bumi dan semesta
lainnya selain itu juga menciptakan bumi. Jadi menurut penulis surat Fushilat
menunjukkan kekuasaan Allah.
Tafsir ayat
diatas
41:9
Katakanlah, “Apakah Anda benar-benar kafir Dia yang menciptakan bumi dalam dua
hari dan atribut kepada-Nya sama? Itu adalah Tuhan semesta alam.”
41:10 Dan Dia
ditempatkan di bumi tegas mengatur pegunungan di permukaannya, dan Dia
memberkati dan ditentukan di dalamnya nya [makhluk ‘] rezeki dalam empat hari
tanpa pembedaan – untuk [informasi] dari orang-orang yang bertanya.
41:11 Kemudian
Dia mengarahkan diri-Nya ke surga sementara itu asap dan berkata kepadanya dan
kepada bumi, “Datanglah [menjadi ada], rela atau dengan paksaan.” Mereka
berkata, “Kami datang dengan sukarela.”
41:12 Dan Ia
menyelesaikan mereka sebagai tujuh langit dalam dua hari dan terinspirasi di
setiap surga perintahnya. Dan Kami menghiasi langit yang terdekat dengan lampu
dan sebagai perlindungan. Itu adalah penentuan Maha Perkasa, Maha Mengetahui
Penjelasan Ayat
Di Atas
1. Surat
Al-Hasyr ayat 22-24
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا
هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ (٢٢) هُوَ اللَّهُ
الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ
الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ (٢٣)
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٢٤)
Artinya:
“Dialah Allah, yang tiada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha Mengetahui
yang ghaib dan yang nyata. Dia adalah Maha Murah, Maha Penyayang. Dialah Allah
yang tiada Tuhan melainkan Dia. Maha Raja, Maha Suci, maha Sejahtera, Yang
mengurniakan keamanan, maha Memelihara, Maha Perkasa, maha Gagah, Yang
Membesarkan diri, Maha Sucilah Allah dari apapun yang mereka persekutukan.
Dialah Allah, Maha Pencipta, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa, bagiNyalah
nama yang baik, bertasbih kepadaNya apapun yang ada pada kalian langit dan
bumu, dan Dia adalah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.
Intisari Surat
Al-Hasyr ayat 22-24
عَالِمُ = Maha Mengetahui
الرَّحْمَنُ = Maha Murah
الرَّحِيمُ = Maha Penyayang
الْقُدُّوسُ = Maha Suci
السَّلامُ = Maha Sejahtera
الْمُهَيْمِنُ = Maha Memelihara
الْعَزِيزُ = Maha Perkasa
الْجَبَّارُ = Maha Gagah
الْخَالِقُ = Maha Pencipta
الْحَكِيمُ = Maha Bijaksana
Penjelasan
Allah itu sesungguhnya
Maha Sempurna. Ada banyak sekali nama-nama Allah yang Indah dan patut untuk di
jadikan tasbih bagi umatnya. Sungguh sempurna sekali Allah dengan
sifat-sifat-Nya tersebut. Allah Maha Mengetahui apa yang dilakukan makhluk nya
tersebut sekecil-kecil dan sedetail-detailnya apa yang dilakukan makhluk-Nya.
Selain itu Allah Maha Pemurah maka tidaklah pantas jika ada umatnya sangat
bakhil dan kikir kepada sesama makhluk-Nya. Begitulah sekilas sifat-sifat
Allah. Allah is perfect dan no body is perfect jadi hanya Allah lah yang
sempurna dan manusia tidaklah sempurna maka kita tidak bolehlah sombong karena
perbuatan tersebut tidak di sukai Allah.
Berdasarkan
ayat tersebut bahwa alam jagat raya dan yang ada didalamnya, langin, bumi,
gunung, awan, tumbuh-tumbuhan, dan binatang dan lain sebaginya semua itu
terikat pada hukum tuhan, dan semuanya itu tunduk dan patuh dan bergerak
mengikuti hukum Tuhan, dari ayat ini terlihat bahwa dibalik ajaran tentang
disiplin sebagai ciptaan Tuhan tersebut , akan tetapi yang penting adalah
memperhatikan ketertiban dan patuh kepada Alam tersebut dan diarahkan keagungan
terhadadap Tuhan yang menciptakanya.
Ketaatan dalam
menjalani kehidupan kita harus sesuai dengan aturan Tuhan terlihat memberatkan,
tetapi di balik kepatuhan tersebut, sebenarnya manfaatnya adalah untuk manusia
itu sendiri, dengan tetap menjaga disiplin akan tercipta ketertiban dan
kelancaran dalam segala urusan. Dengan didiplin orang akan menjadi tenang,
karena tidak mungkin kesempatan di ambil oranglain, untuk itulah surat Hud (11)
ayat 111-113 menjelaskan.
وَإِنَّ كُلا لَمَّا لَيُوَفِّيَنَّهُمْ
رَبُّكَ أَعْمَالَهُمْ إِنَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Dan
sesungguhnya, kepada masing-masing (mereka yang berselisih itu), pasti Rabb-mu
akan menyempurnakan dengan cukup, (balasan) pekerjaan mereka. Sesungguhnya Dia
Maha Mengetahui, apa yang mereka kerjakan.” – (QS.11:111
أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا
إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ فَاسْتَقِمْ كَمَا
” orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” – (QS.11:112)
ا تُنْصَرُونَ ثُمَّ لا أَوْلِيَاءَ اللَّهِ
مِنْ دُونِ لَكُمْ مِنْ لنَّارُ وَمَا فَتَمَسَّكُمُ ظَلَمُوا الَّذِينَ إِلَى تَرْكَنُوا
وَلا
“Dan janganlah kamu cenderung (ikut) kepada orang-orang yang zalim,
yang menyebabkanmu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai
seorang penolongpun, selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan.” – (QS.11:113)
¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬1w.j.s
poerwadarmita, kamus umum bahasa indonisia,(jakarta : balai
pustaka,1991),cet.xii,hal 254
Sikap disiplin
berarti berpegang teguh kepada aturan dan komitmen kepada ketentuan Allah Swt
dalam berbagai keadaan dicontohkan dalam surat luqman, 31 :32
وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ
دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ
بِآيَاتِنَا إِلَّا كُلُّ خَتَّارٍ كَفُورٍ.
يَجْحَدُ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمَا
Artunya “Dan
apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai di daratan, lalu (hanya) sebagian (dari) mereka (yang) tetap menempuh
jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami, selain orang-orang
yang tidak setia, lagi ingkar.” – (QS.31:32)
Ayat ini
menerangkan sifat-sifat orang-orang musyrik dengan melukiskan mereka: “Apabila
orang-orang musyrik penyembah patung dan pemuji dewa itu berlayar ke tengah
lautan, kemudian tiba-tiba datang gelombang besar dan menghempaskan bahtera
mereka ke kiri dan ke kanan, dan mereka merasa bahwa mereka tidak akan selamat,
bahkan akan mati ditelan gelombang, maka di saat itulah mereka kembali kepada
fitrahnya, dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan setulus-tulusnya.
Pada saat serupa itu mereka berkeyakinan bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat
menyelamatkan mereka kecuali Allah semata, seperti yang pernah dilakukan Firaun
di saat-saat ia akan tenggelam ke dasar laut
Setelah Allah
SWT menerima doa mereka, menyelamatkan mereka dari amukan gelombang itu dan
mereka telah selamat sampai ke darat, maka di antara mereka hanya sebagian saja
yang tetap mengakui keesaan Allah, adapun yang lain mereka kembali
memperserikatkan Tuhan.
Pada akhir ayat
ini Allah SWT menegaskan bahwa yang mengingkari ayat-ayat Kami itu dan kembali
mempersekutukan Tuhan ialah orang-orang yang dalam hidupnya penuh dengan tipu
daya dan kebusukan, lagi mengingkari nikmat Allah.
Adapun kata
adil berasal dari kata adil berasal dari bahasa arab yang sudah masuk dalam
pembendaharaan kosa kata bahasa indonisia dalam mu,jam mufradat Alfadz
alqur’an, dijumpai sebagai pengertian kata adil kata adil terkadang dapat
diartikan al musawah yang berarti persamaan, dan kadang di artikan sesuai dengan
kata tersebutdengan kata lain. Adil terkadang di gunakan untuk suatu hal yang
dalam pelaksanaanya memerlukan pertimbangan yang matang (albasbirab) seperti
menegakkan hukum dan terkadang pula digunakan untuk sesuatu yang dapat di
pertimbangkan,dihitung dan di ukur, kata adil berati pula member perlakuan
secara seimbang tidak berat sebelah, dalam bahasa indonisia adil adalah tidak
berat sebelah atau tidak memihak dan brati pula sepatutnya tidak sewenang
wenang.
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS
Al-Maidah : 8)
Keadilan (a’dl)
menurut Islam tidak hanya merupakan dasar dari masyarakat Muslim yang sejati,
sebagaimana di masa lampau dan seharusnya di masa mendatang. Dalam Islam,
antara keimanan dan keadilan tidak terpisah. Orang yang imannya benar dan
berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Hal ini
tergambar dengan sangat jelas dalam surat di atas. Keadilan adalah perbuatan
yang paling takwa atau keinsyafan ketuhanan dalam diri manusia.
Dalam Alquran,
keadilan dinyatakan dengan istilah “‘adl” dan “qist”. Pengertian adil dalam
Alquran sering terkait dengan sikap seimbang dan menengahi. Dalam semangat
moderasi dan toleransi, juga dinyatakan dengan istilah “wasath” (pertengahan).
“Wasath” adalah sikap berkeseimbangan antara dua ektrimitas serta realitas
dalam memahami tabiat manusia, baik dengan menolak kemewahan maupun aksetisme
yang berlebihan. Sikap seimbang langsung memancar dari sikap tauhid atau
keinsyafan mendalam akan hadirnya Tuhan Yang Maha Esa dalam hidup, yang berarti
kesadaran akan kesatuan tujuan dan makna hidup seluruh alam ciptaan-Nya.
Mendalamnya
makna keadilan berdasarkan iman bisa dilihat dari kaitannya dengan amanat
(amanah, titipan suci dari tuhan) kepada manusia untuk sesamanya. Khususnya
amanat yang berkenaan dengan kekuasaan memerintah. Kekuasaan pemerintahan
adalah sebuah keniscayaan demi ketertiban tatanan hidup kita. Sendi setiap
bentuk kekuasaan adalah sikap patuh dari banyak orang kepada penguasa.
Kekuasaan dan ketaatan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Namun,
kekuasaan yang patut dan harus ditaati hanyalah yang mencerminkan rasa keadilan
karena menjalankan amanat Tuhan.
Ayat di atas
juga mencerminkan beberapa prinsip berikut; Pertama, berlaku amanat. Setiap
orang mampu menjaga kehidupan materinya dan bekerja untuk menghidupi keluarga.
Seorang mukmin tidak diperkenankan untuk berlaku curang, bohong dan khianat.
Kedua, berlaku adil dalam menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.
Ibnu Taimiyah
dalam komentarnya mengenai ayat di atas menyebutkan, “Wahai para pemimpin
Muslim, Allah memerintahkan kepada kalian untuk berlaku amanat dalam
kepemimpinan kalian, tempatkanlah sesuatu pada tempat dan tuannya, jangan
pernah mengambil sesuatu kecuali Allah mengizinkannya, jangan berbuat zalim,
berlaku adil adalah keharusan dalam menetapkan keputusan hukum di antara
manusia. Semua ini adalah perintah Allah yang ditetapkan dalam Alquran dan
Sunnah. Jangan pernah melanggarnya, karena itu perbuatan dosa.”
¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬2al
–raghib al-asfahaniy, mu;jam mufradat alfadz al-qur’an , (bairul uba non :dar
al-Fikri,tp,th), hal 336
w.j.s.
poermadarminta,op.cit, hal 16
Rasyid Ridha,
seorang ulama besar dan pembaru Islam asal Mesir, sangat menekankan keadilan
dalam pemikirannya. Ridha berkata, “Tak ada kebenaran yang lebih besar daripada
keadilan dan tak ada kesalahan yang lebih buruk daripada tirani.” Berlaku adil
adalah perintah Allah. Maka, pelanggaran terhadapnya akan dikenai sanksi oleh
Allah sebagaimana sanksi yang diberikan Allah kepada orang yang melalaikan
shalat.
Islam bukan
cuma ritual-ritual bagaimana individu berhubungan dengan sang Pencipta. Tapi,
Islam juga menginginkan tegaknya suatu masyarakat yang adil dan makmur di mana
setiap orang diperlakukan dengan layak dan dihargai sebagai manusia. Tanpa itu,
ungkapan yang sering kita dengar dan kalimat bahwa Islam adalah rahmatan lil
‘alamin, akan kehilangan taringnya dan mengawang-awang di angkasa serta tidak
akan pernah menginjakkan kakinya di bumi. Hal ini tentunya sangat tidak
diinginkan oleh Islam.
Kaum Muslim
awal (Nabi Muhammad dan para sahabatnya) telah berhasil membumikan pesan
keadilan Alquran dalam suatu tatanan masyarakat yang mereka bentuk di Madinah. Hal
ini tidak hanya diakui oleh umat Islam saja. Robert N. Bellah-pensiunan Guru
Besar sosiologi (Elliot Profesor) pada Universitas California, Berkeley,
Amerika Serikat-dalam bukunya On Religion Beyond Belief. Essays in a
Post-Traditionalist World (Melampaui Kepercayaan: Esei-esei Agama di Dunia
Pos-Tradisionalis), mengakui bahwa masyarakat yang dibangun Nabi di Madinah
adalah masyarakat yang menegakkan keadilan dan menjadi masyarakat yang sangat
demokratis untuk masa dan zamannya.
Mengenai
penegakan keadilan, Ibnu Taimiyah memperingatkan bahwa seorang pemimpin yang
adil akan mampu menegakkan negara walaupun ia kafir. Namun, seorang pemimpin
yang zalim malah akan menghancurkan negara walaupun ia Muslim sekalipun. Hal
senada disampaikan penulis buku “Al-Hasabah”, “Negara akan tetap tegak berdiri
dengan keadilan dan kekufuran, namun negara akan segera hancur dengan kezaliman
dan Islam.” Untuk itu, sudah merupakan kepentingan negara Islam berlaku adil
untuk warga Muslim ataupun pihak lain yang menjadi lawan komunikasinya, tak
terkecuali walau bukan dari golongan Muslim sekalipun. Ketetapan hukum inilah
yang kemudian dipakai dalam memperlakukan kelompok minoritas agama, baik itu
warga negara ataupun penduduk asing.
D. Konsep
Keadilan dan Redefenisi Keadilan.
Tidak dapat
dipungkiri, al-Qur’an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan manusia, baik
secara kolektif maupun individual. Karenanya, dengan mudah kita lalu dihinggapi
semacam rasa cepat puas diri sebagai pribadi-pribadi Muslim dengan temuan yang
mudah diperoleh secara gamblang itu. Sebagai hasil lanjutan dari rasa puas diri
itu, lalu muncul idealisme atas al-Qur’an sebagai sumber pemikiran paling baik
tentang keadilan Kebetulan persepsi semacam itu sejalan dengan doktrin keimanan
Islam sendiri tentang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Adil. Bukankah kalau Allah
sebagai sumber keadilan itu sendiri, lalu sudah sepantasnya al-Qur’an yang
menjadi firmanNya (kalamu Allah) juga menjadi sumber pemikiran tentang
keadilan?
Cara berfikir
induktif seperti itu memang memuaskan bagi mereka yang biasa berpikir sederhana
tentang kehidupan, dan cenderung menilai refleksi filosofis yang sangat
kompleks dan rumit.
Mengapakah kita
harus sulit-sulit mencari pemikiran dengan kompleksitas sangat tinggi tentang
keadilan? Bukankah lebih baik apa yang ada itu saja segera diwujudkan dalam
kenyataan hidup kaum Muslimin secara tuntas? Bukankah refleksi yang lebih jauh
hanya akan menimbulkan kesulitan belaka? “Kecenderungan praktis” tersebut,
memang sudah kuat terasa dalam wawasan teologis kaum skolastik (mutakallimin)
Muslim sejak delapan abad terakhir ini. Argumentasi seperti itu memang tampak
menarik sepintas lalu. Dalam kecenderungan segera melihat hasil penerapan
wawasan Islam tentang keadilan dalam hidup nyata. Apalagi dewasa ini justru
bangsa-bangsa Muslim sedang dilanda masalah ketidakadilan dalam ukuran sangat
massif. Demikian juga, persaingan ketat antara Islam sebagai sebuah paham
tentang kehidupan, terlepas dari hakikatnya sebagai ideologi atau bukan, dan
paham-paham besar lain di dunia ini, terutama ideologi-ideologi besar seperti
Sosialisme, Komunisme, Nasionalisme dan Liberalisme. Namun, sebenarnya
kecenderungan serba praktis seperti itu adalah sebuah pelarian yang tidak akan
menyelesaikan masalah. Reduksi sebuah kerumitan menjadi masalah yang
disederhanakan, justru akan menambah parah keadaan.
Kaum Muslim
akan semakin menjauhi keharusan mencari pemecahan yang hakiki dan berdayaguna
penuh untuk jangka panjang, dan merasa puas dengan “pemecahan” sementara yang
tidak akan berdayaguna efektif dalam jangka panjang. Ketika Marxisme dihadapkan
kepada masalah penjagaan hak-hak perolehan warga masyarakat, dan dihadapkan
demikian kuatnya wewenang masyarakat untuk memiliki alat-alat produksi,
pembahasan masalah itu oleh pemikir Komunis diabaikan, dengan menekankan slogan
“demokrasi sosial” sebagai pemecahan praktis yang menyederhanakan masalah.
Memang berdayaguna besar dalam jangka pendek, terbukti dengan kemauan
mendirikan negara-negara Komunis dalam kurun waktu enam dasawarsa terakhir ini.
Namun, “pemecahan masalah” seperti itu ternyata membawa hasil buruk, terbukti
dengan “di bongkar pasangnya”
Komunisme
dewasa ini oleh para pemimpin mereka sendiri di mana-mana. Rendahnya
produktivitas individual sebagai akibat langsung dari hilangnya kebebasan
individual warga masyarakat yang sudah berwatak kronis, akhirnya memaksa
parta-partai Komunis untuk melakukan perombakan total seperti diakibatkan oleh
perestroika dan glasnost di Uni Soviet beberapa waktu lalu. Tilikan atas
pengalaman orang lain itu mengharuskan kita untuk juga meninjau masalah
keadilan dalam pandangan Islam secara lebih cermat dan mendasar. Kalaupun ada
persoalan, bahkan yang paling rumit sekalipun, haruslah diangkat ke permukaan
dan selanjutnya dijadikan bahan kajian mendalam untuk pengembangan wawasan
kemasyarakatan Islam yang lebih relevan dengan perkembangan kehidupan umat
manusia di masa-masa mendatang. Berbagai masalah dasar yang sama akan dihadapi
juga oleh paham yang dikembangkan Islam, juga akan dihadapkan kepada nasib yang
sama dengan yang menentang Komunisme, jika tidak dari sekarang dirumuskan
pengembangannya secara baik dan tuntas, bukankah hanya melalui jalan pintas
belaka. Pembahasan berikut akan mencoba mengenal (itemize) beberapa aspek yang
harus dijawab oleh Islam tentang wawasan keadilan sebagaimana tertuang dalam
al-Qur’an. Pertama-tama akan dicoba untuk mengenal wawasan yang ada, kemudian
dicoba pula untuk menghadapkannya kepada keadaan dan kebutuhan nyata yang
sedang dihadapi umat manusia. Jika dengan cara ini lalu menjadi jelas hal-hal
pokok dan sosok kasar dari apa yang harus dilakukan selanjutnya, tercapailah
sudah apa yang dikandung dalam hati.
Al-Qur’an
menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang
bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan
sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata ‘adl.
Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh al-Qur’an
dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata ‘adl dalam berbagai bentuk
konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan
itu (ta’dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan).
Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan
dalam al-Qur’an dari akar kata ‘adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang
tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil
keputusan (“Hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar
keadilan “). Secara keseluruhan, pengertian-pengertian di atas terkait langsung
dengan sisi keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam
kehidupan.
Dari terkaitnya
beberapa pengertian kata ‘adl dengan wawasan atau sisi keadilan secara langsung
itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi “warna keadilan ” mendapat
tempat dalam al-Qur’an, sehingga dapat dimengerti sikap kelompok Mu’tazilah dan
Syi’ah untuk menempatkan keadilan (‘adalah) sebagai salah satu dari lima
prinsip utama al-Mabdi al-Khamsah.) dalam keyakinan atau akidah mereka.
Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan al-Qur’an agar
manusia memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang
menderita, lemah dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan
sesama warga masyarakat, jujur dalam bersikap, dan seterusnya. Hal-hal yang ditentukan
sebagai capaian yang harus diraih kaum Muslim itu menunjukkan orientasi yang
sangat kuat akar keadilan dalam al-Qur’an. Demikian pula, wawasan keadilan itu
tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro dari kehidupan warga masyarakat
secara perorangan, melainkan juga lingkup makro kehidupan masyarakat itu
sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut bagi kaum Muslim saja tetapi juga
mereka yang beragama lain. Itupun tidak hanya dibatasi sikap adil dalam
urusan-urusan mereka belaka, melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk
mempertahankan keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing.
Yang cukup
menarik adalah dituangkannya kaitan langsung antara wawasan atau sisi keadilan
oleh al-Qur’an dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf
hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemah posisinya
dalam percaturan masyarakat, seperti yatim-piatu, kaum muskin, janda, wanita
hamil atau yang baru saja mengalami perceraian. Juga sanak keluarga (dzawil
qurba) yang memerlukan pertolongan sebagai pengejawantahan keadilan. Orientasi
sekian banyak “wajah keadilan ” dalam wujud konkrit itu ada yang berwatak
karikatif maupun yang mengacu kepada transformasi sosial, dan dengan demikian
sedikit banyak berwatak straktural.
Fase terpenting
dari wawasan keadilan yang dibawakan al-Qur’an itu adalah sifatnya sebagai
perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis atau dorongan moral belaka.
Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama, dan dengan demikian akan
diperhitungkan dalam amal perbuatan seorang Muslim di hari perhitungan (yaum
al-hisab) kelak. Dengan demikian, wawasan keadilan dalam al-Qur’an mudah sekali
diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sebagaimana terbukti dari revolusi
yang dibawakan Ayatullah Khomeini di Iran. Sudah tentu dengan segenap
bahaya-bahaya yang ditimbulkannya.
BAB III
KESIMPULAN
Setelah
membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
1. Allah
memerintahkan untuk melaksanakan amanat kepada yang berhak menerimanya. Dalam hal
ini adalah semisal memberikan perlindungan hukum terdapat yang memintanya.
Dalam menghukum, haruslah dengan keadilan. Adil di sini memiliki banyak arti,
bisa berupa memberikan sesuatu yang hak terhadap yang berhak memilikinya. Bisa
juga berarti seimbang antara dua orang.
2. Dalam
berperadilan, Islam menuntut untuk terjadi keadilan di antara kedua orang yang
berperkara. Keadilan ini adalah bermakna kedua mereka sama ada kaya atau
miskin, kuat atau lemah haruslah tetap diperlakukan sama tanpa melihat siapa
mereka. Ini ditetapkan walaupun terhadap orang yang lemah sekalipun.
3. Dalam Islam,
peradilan bukan hanya diperuntuk bagi orang Islam. Ia juga haruslah diberikan
bagi orang non Islam. Dalam hal cara menghukumi Islam menentukan ia tetap
memakai hukum mereka. Akan tetapi, ini hanya terbatas pada hukum perdata bukan
pidana, menurut mazhab Imam al-Syafi’i.
DAFTAR PUSAKA
‘Athiyyah, ‘Abd al-Haqq bin. al-Muharrir al-Wajîz. Beirut: Dâr `Ibn
Hazm, 2002.
al-Fayûmî,
Ahmad bin Muhammad bin ‘Alî. Al-Mishbâh al-Munîr fî Gharîb al-Syarh al-Kabîr.
Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.t..
al-Jauzî, Ibn
al-Qayyim. Zâd al-Masîr fî ‘Ilm al-Tafsîr. Beirut: Dâr `Ibn Hazm, 2002.
Katsîr,
`Ismâ’îl bin ‘Umar bin `Ibn. Tafsîr al-Qur`ân al-‘Adzîm. Beirut: Dâr `Ibn Hazm,
2000.
al-Râzî,
al-Fakhr. al-Tafsîr al-Kabîr. Beirut: Dâr `Ihyâ` al-Turâts al-‘Arabî, t.t..
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada masa
sekarang, masa dimana globalisasai tidak bisa dihindari, akan tetapi adanya
perkembangan zaman itulah yang harus diterima dengan cara memfilter apa yang
seharusnya dipilih untuk maslahah bersama.
Belakangan ini
banyak ditemukan pendidikan yang bobrok, realita ini banyak ditemukan di
wilayah kota-kota besar. Memang dalam keilmuaama bisa dikatakan unggul, akan
tetapi nilai spiritual yang ada sangatlah tidak cocok bila dikatakan sebagai
seorang muslim.
Pendidikan
Islam adalah salah satu cara untuk merubah pola hidup mereka. Tetapi yang
menjadi pertanyaan adalah pendidikan Islam itu seperti apa. Akankah pendidikan
merupakan jalan keluar dari permasalahan ini.
Melihat
kenyataan bahwa Pendidikan Islam merupakan disiplin ilmu, maka asumsi
bahwa pendidikan Islam dapat merubah hal itu bukanlah hal yang mustahil
dilakukan. Tetapi yang menjadi pertanyaan lagi adalah mengapa pendididkan Islam
sebagai disipin ilmu. Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini akan ddijelaskan dalam
makalah ini.
B. Rumusan
masalah v>
Dari latar
belakang tersebut, maka rumusan masalah yang muncul adalah:
1. Apa definisi
pendidikan Islam?
2. Obyek Studi
Ilmu Pendidikan Islam
3. Mengapa
pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu?
C. Tujuan
Dari rumusan
masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui
definisi pendidikan Islam,
2. Mengetahui Obyek
Studi Ilmu Pendidikan Islam
3. Mengetahui
mengapa penddikan islam sebagai disiplin ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Islam
Dari
berbagai literature terdapat berbagi macam
pengertian pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam
adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia,
mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya
teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis
tutur sapanya.
Sedang Ahmad D.
Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Sedangkan
menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan
sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara
bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan
tersebut.[1]
Ada yang
mendifinisikan bahwa ilmu pendidikan merupakan seperangkat infoemasi atau teori
yang menggunakan sesuatu konsep mengenai pendidikan yang terorganisir dalam
sebuah struktur dan terdiri prinsip-prinsip, sehingga membentuk suatu desain
pendidikan dan dapat diterapkan dalam bentuk nformasi
Ilmu pendidikan
islam suatu ilmu yang yang membicarakan tentang upaya pengembangan secara
sistematis bagaimana proses pendidikan ajaran islam melalui pembinaan
pembimbingan dan pelatihan yang dilakukan oleh orang ke orang lain, agar islam
dapat dijadikan sebagai panutan (way of life) [2]perspektif ini bersipat
pengembangan konsep dan praktis pendidikan, yang selalu ditinjau dan diumuskan
berdasarkan pengembangan kehidupan manusia sehingga islam sebagai rujukan
selalu bermakna dinamis,inilah yang kemudian melahirkan suatu ilmu pendidikan
islam yang bersifat teoritis dan praktis
Ilmu pendidikan
islam teoritis adalah suatu konsep atau paraadigma pendidikan islam yang
didesain secara sistematis berdasarkan teori umum pendidikan islam yaitu
bagaimana konsepnya dasarnya, metodologinya subtansinya dll, sehingga tercapai
tujuan pendidikan islam yang dicita-citakan
Ilmu pendidikan
islam praktis adalah suatu ilmu yang membicarakan langsung mengenai praktek
atau proses bagaimana pendidim itu dapat dipersonalisasikan sesuai dengan
konsep yang sudah dirumuskan[3]
Dari definisi
dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya
proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu "
sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia dan ilmu
pendidikan islam itu merupakan ilmu yang membicarakan tentang paradigma sistem
dan proses pendidikan yang berdasarkan islam atau yang sejalan dengan islam
baik yang dimunculkan dari sumber dasar islam (al-Quran dan al-Hadish) atau pun
produk-produk historis dalam islam ".[4]
Jadi menurut
pemakalah definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempat-tempat
yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing
ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud
dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja.
Kembali kepada
definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntutukan untuk manusia
saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At- ta'dib, karena istilah
ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan itu,
sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena Peserta didik harus dibimbing
untuk mengenali dan mengakui Allah sebagai Tuhannya, pencipta, pemilik,
pengatur, pengawas, pendidik, pemberi ni'mat dan
lain
sebagainya. Pada gilirannya nanti lahirlah manusia-manusia 'abid yang penuh
kesadaran,
memiliki kemampuan intelektual maupun spiritualnya hal ini disandarkan pada
sabda Nabi saw. Sebagai berikut[5]
ادبني ربي فاحسن تادبي
Tuhan telah
mendidikku sehingga menjadi baik pendidikanku
Dengan
demikian, akan lahirlah berbagai pendangan hidup tauhid, baik rububiyyah,
uluhiyyah, maupun ubudiyyah, yang meyakini kesatuan penciptaan (unity of
creation), kesatuan kemanusiaan (unity of mankind), kesatuan tuntunan hidup
(unity of purpose of life), yang semua ini merupakan deriviasi dari kesatuan
ketuhanan (unity of Godhead).
Dengan demikian
dapat dipahami bahwa pengertian pendidikan pendidikan Al-Attas bersifat luas
(global), peserta didik tidak hanya dibebani oleh pengajaran yang hanya
digunakan untuk dirinya di dunia, melainkan ia dididik sebagi seseorang yang
mampu mengamalkannya untuk dunianya dan akhiratnya.
Bila dicermati,
beberapa pengertian pendidikan yang ada memiliki benang merah kesamaan
pengertian dengan pengertian yang lain. Pengertian pendidikan yang dirumuskan
oleh M. Athiyah memiliki titik persamaan dengan apa yang didefinisikan oleh
An-Nahlawi bahwa "pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran manusia dan
penataantingkah laku serta emosinya berdasarkan agama Islam, dengan maksud
merealisasikan tujuan Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat, yakni
dalam seluruh lapangan kehidupan". Namun hanya saja apa yang dirumuskan
oleh Al-Attas tersebut memang abstrak dan mengandung makna yang filosofis
sekali, akan tetapi kesemuanya itu semakin menambah perbendaharaan kekayaan
khazanah pendidikan Islam. Dari definisi-definisi itu jika ditelaah mengandung
tiga unsur, yaitu:
1.
pendidik yang bertanggung jawab dan berwibawa,
2.peserta didik
yang mempunyai kedaulatan, dan tujuan akhir, berupa terciptanya manusia
yang baik (insan kamil).
Dari berbagai
pendapat mengenai pendidikan islam sebagai disiplin ilmu sebagaimana dijelaskan
di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan islam merupakan suatu
disiplin ilmu karena merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-kosep ilmiah dan
intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan.
B. Obyek Studi
Ilmu Pendidikan Islam
Suatu obyek
studi dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuaan
1.
mempunyai obyek atau lapangan tetentu yang jelas dan dapat dipisahkan dengan
obyek ilmu lainnya. Adpun obyek studi dalam ilmu pendidikan islam secara rinci
dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu obyek material dan obyek formal
obyek formal
adalah manusia dengan berbagai potensinya yang dimiliki untuk ditumbuh
kembangkan sebagai subyek –obyek didik menuju ketingkat kemajuan yang baik
sesuai dengan ajaran islam.
Sedangkan obyek
formal adalah upaya normative untuk menjadikan islam sebagai materi yang akan
didikkan melalui aktivitas pendidikan, sehingga dapat mempengaruhi pola
perkembangan dan pertumbuhan manusia sebagai subyek-obyek didik.
2.
mempunyai metode yang dapat digunakan untuk mempelajari atau mengetahui ilmu
yang dimaksud
3.
mempunyai sistematika yang runtut sehingga mudah dipelajari dan difahami
siapapun yang mempelajarinya
4.
mempunyai sudut pandang yang jelas sehingga mudah dibedakan dengan ilmu yang
lain yaitu sudut pandang islam itu sendiri[6]
bagaimanakah
dengan ilmu pendidikan islam, mengacu pada beberapa pendapat di atas pendapat para
ulama tentang pendidikan islam, dapat dikatakan bahwa ilmu pendidikan islam
adalah ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan merupakan ilmu yang ilmiah.
Atrinya ilmu pendidikan islam telah menampilkan diri dan memiliki persyaratan
sebagai disiplin ilmu sebagai mana disebutkan di atas.
BAB IV
KESIMPULAN
Ilmu Pendidikan
Islam adalah suatu uraian yang lengkap dan tersusun tentang suatu obyek.uraian
sistematis dan metodis tentang suatu hal atau masalah.
Suatu ilmu
pengetahuan haruslah memenuhi tiga syarat pokok yaitu:
1.
Suatu ilmu pengetahuan harus mempunyai obyek tertentu (khususnya obyek
formal).
2.
Suatu ilmu pengetahuan harus menggunakan metode-metode tertentu yang
sesuai.
3.
Suatu ilmu pengetahuan harus mengggunakan sistematika tertentu.
Pendidikan
Islam masuk dalam disiplin ilmu dikarenakan telah memenuhi persyaratan
ilmu pengetahuan yaitu:
1.
Pendidikan Islam mempunyai obyek material yaitu manusia sebagai peserta didik,
dan mempunyai obyak formal yaitu kegiatan manusia dalam usahanya membimbing
manusia lain kepada arah kedewasaan berdasarkan nilai-nilai Islam.
2.
Pendidikan Islam mempunyai metode, metode pengembangan yang kiranya digunakan
ilmu pengetahuan Islam adalah metode test, metode interview, metode observasi,
dan lain sebagainya.
3.
Pendidikan Islam mempunyai sistematika, walaupun sistematika tersebut kadang
tidak tersurat. Sistematika pendidikan Islam dapat diketahui dengan adanya
penggolongan-penggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah demi masalah di
dalam pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Badaruddin, Kemas. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
2.
Fatah Yasin, 2008, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang Press
3.
Prof.Dr. H. Ramayulis,2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia
[1] Kemas
Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),
hal. 36
[2] Fatah
Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm
6
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Prof.Dr. H.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia 2010), hlm 17
[6] Fatah
Yasin, Loc.cit, hlm 8-14
PRINSIP-PRINSIP
PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber utama pendidikan Islam adalah kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Serta pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuan muslim sebagai tambahan. Pendidikan Islam sebagai sebauah disiplim ilmu harus membuka mata bahwa keadaan pendidikan yang terjadi saat ini jauh dari apa yang kita harapkan. Kita mengaharapkan bahwa pendidika Islam memberika kontribusi terhadap pendidikan yang terdapat di Indonesia, namun hal tersebut belum terealisaikan dengan maksimal. Salah satu faktor yang menjadi penyebab hal tersebut adalah tidak diterpakanny sebuah prinsip sebagai dasar dalam pendidikan.
Seringkali sebuah prinsip hanya dijadikan sebagai sebuah formalitas saja. Prinsip tidak dijadikan sebagai dasar atau pondasi bagai pencapaian sebuah tujuan. Padahal dalam pencapaian tujuan yang digarapkan dalam pendidikan Islam, keberadaan prinsip-prinsip sangatlah penting dan urgent.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan mencoba sedikit memaparkan tentanng bagaimana sebuah prisnip-prinsip pendidikan islam sebagai displin ilmu dan bagaiman kontribusinya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Apa pengertian prinsip pendidikan Islam
2. Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam
3. Bagaiman bentuk prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian prinsip pendidikan Islam
2. Mengetahui prinsip-prinsip dalam Pendidikan Islam
3. Menegetahui bentuk prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber utama pendidikan Islam adalah kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Serta pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuan muslim sebagai tambahan. Pendidikan Islam sebagai sebauah disiplim ilmu harus membuka mata bahwa keadaan pendidikan yang terjadi saat ini jauh dari apa yang kita harapkan. Kita mengaharapkan bahwa pendidika Islam memberika kontribusi terhadap pendidikan yang terdapat di Indonesia, namun hal tersebut belum terealisaikan dengan maksimal. Salah satu faktor yang menjadi penyebab hal tersebut adalah tidak diterpakanny sebuah prinsip sebagai dasar dalam pendidikan.
Seringkali sebuah prinsip hanya dijadikan sebagai sebuah formalitas saja. Prinsip tidak dijadikan sebagai dasar atau pondasi bagai pencapaian sebuah tujuan. Padahal dalam pencapaian tujuan yang digarapkan dalam pendidikan Islam, keberadaan prinsip-prinsip sangatlah penting dan urgent.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan mencoba sedikit memaparkan tentanng bagaimana sebuah prisnip-prinsip pendidikan islam sebagai displin ilmu dan bagaiman kontribusinya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Apa pengertian prinsip pendidikan Islam
2. Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam
3. Bagaiman bentuk prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian prinsip pendidikan Islam
2. Mengetahui prinsip-prinsip dalam Pendidikan Islam
3. Menegetahui bentuk prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu
D. Sistematika
Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri atas tiga bab yaitu:
1. Bab I Pendahuluan yaitu membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah. Tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab II Pembahasan, yaitu membahas tentang pengertian prinsip pendidikan Islam, prinsip-prinsip pendidikan Islam, dan prinsip-prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu.
3. Bab III Penutup, yaitu memberikan kesimpulan atas apa yang telah dipaparkan dalam penjelasan makalah.
Sistematika penulisan dalam makalah ini terdiri atas tiga bab yaitu:
1. Bab I Pendahuluan yaitu membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah. Tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab II Pembahasan, yaitu membahas tentang pengertian prinsip pendidikan Islam, prinsip-prinsip pendidikan Islam, dan prinsip-prinsip pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu.
3. Bab III Penutup, yaitu memberikan kesimpulan atas apa yang telah dipaparkan dalam penjelasan makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU
A. Pengertian Prinsip Pendidikan Islam
Prinsip bebrati asas atau kebenaran yang jadi pokok dasar orang berfikir, bertindak dan sebagainya. Menurut Dagobert D. Runes yang di kutip oleh Syamsul Nizar, mengartikan prinsip sebagai kebenaran yang bersifat universal (universal trith) yang menjadi sifat dari sesuatu.
Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan, maka prinsip pendidikan dapat sebagai kebenaran yang universal sifatnya dan menajdi dasar dalam merumuskan perangkat pendidikan. Prinsip pendidikan diambil dari dasar pendidikan, baik berupa agama atau ideologi negara yang dianut.
Prinsip pendidikan Islam juga ditegakan di atas dasar yang sama dan berpangkal dari pandangan Islam secara filosofis terhadap jagad raya, manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan dan akhlak. Pandangan Islam terhadap masalah-masalah tersebut, melahirkan berbagai prinsip dalam pendidikan Islam.
B. Pengertian Disiplin Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, yakni “ilm” yang diartikan pengetahuan. Dalam filsafat, ilmu dan pengetahuan itu berbeda, pengetahuan bukan berarti ilmu, tetapi ilmu merupakan akmumulasi pengetahuan, sebagimana berbedanya anatar science dan knowledge dalam bahasa Ingris.
Kata “ilm” dalam bahasa Arab menggunakan tiga huruf, yaitu huruf ‘ain, lam, dan miem. Menurut Muhammad yang dikutip oleh Boedi Abdullah dalam buku filsafat ilmu menjelaskan, bahwa tiga huruf itu mempunyai makna tersendiri, yakni:
1. Huruf ‘ain bentuknya didepan ibarat mulut yang posisinya selalu terbuka, menandakan bahwa mencari ilmu pengetahuan itu tidak pernah kenyang.
2. Huruf lam sesudah ‘ain, panjangnya tidak terbatas. Boleh menjjulang kelangit dan menjangkau cakrawala. Itu pertanda bahwa mencari ilmu tidak mengenal batas usia.
3. Huruf terakhir adalah huruf miem, yang meletakan diri di dasar, menunduk pertanda kefakiran ilmunya. Artinya, meskipun ilmu pengetahuan telah menjulang tinggi, seorang yang alim harus rendah hati bagaikan ilmu padi.
PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU
A. Pengertian Prinsip Pendidikan Islam
Prinsip bebrati asas atau kebenaran yang jadi pokok dasar orang berfikir, bertindak dan sebagainya. Menurut Dagobert D. Runes yang di kutip oleh Syamsul Nizar, mengartikan prinsip sebagai kebenaran yang bersifat universal (universal trith) yang menjadi sifat dari sesuatu.
Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan, maka prinsip pendidikan dapat sebagai kebenaran yang universal sifatnya dan menajdi dasar dalam merumuskan perangkat pendidikan. Prinsip pendidikan diambil dari dasar pendidikan, baik berupa agama atau ideologi negara yang dianut.
Prinsip pendidikan Islam juga ditegakan di atas dasar yang sama dan berpangkal dari pandangan Islam secara filosofis terhadap jagad raya, manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan dan akhlak. Pandangan Islam terhadap masalah-masalah tersebut, melahirkan berbagai prinsip dalam pendidikan Islam.
B. Pengertian Disiplin Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, yakni “ilm” yang diartikan pengetahuan. Dalam filsafat, ilmu dan pengetahuan itu berbeda, pengetahuan bukan berarti ilmu, tetapi ilmu merupakan akmumulasi pengetahuan, sebagimana berbedanya anatar science dan knowledge dalam bahasa Ingris.
Kata “ilm” dalam bahasa Arab menggunakan tiga huruf, yaitu huruf ‘ain, lam, dan miem. Menurut Muhammad yang dikutip oleh Boedi Abdullah dalam buku filsafat ilmu menjelaskan, bahwa tiga huruf itu mempunyai makna tersendiri, yakni:
1. Huruf ‘ain bentuknya didepan ibarat mulut yang posisinya selalu terbuka, menandakan bahwa mencari ilmu pengetahuan itu tidak pernah kenyang.
2. Huruf lam sesudah ‘ain, panjangnya tidak terbatas. Boleh menjjulang kelangit dan menjangkau cakrawala. Itu pertanda bahwa mencari ilmu tidak mengenal batas usia.
3. Huruf terakhir adalah huruf miem, yang meletakan diri di dasar, menunduk pertanda kefakiran ilmunya. Artinya, meskipun ilmu pengetahuan telah menjulang tinggi, seorang yang alim harus rendah hati bagaikan ilmu padi.
C.
Prinsip-prinsip Pendidikan Islam
Pandangan Islam yang bersifat filosofi terhadap alam jagat, manusia, masyarakat, pengetahuan, dan akhlak, secra jelas tercermin dalam prinsip-prinsip pendidikan Islam. Dalam pembelajaran, pendidik merupakan fasilitator. Ia harus mampu memberdayagunakan beraneka ragam sumber belajar. Dalam memimpin proses pembelajaran, pendidik perlu perlu memperhatikan prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam dan senantiasa mempedomaninya, bahkan sejauh mungkin merealisasikannya bersama-sama dengan peserta didik. Adapun yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Integral dan Seimbang
a. Prinsip Integral
Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama. Keduanya harus terintegrasi secara harmonis. Dalam ajaran Islam, Allah adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Allah pula yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya. Hukum-hukum mengenai alam fisik disebut sunatullah, sedangkan pedoman hidup dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia telah ditentukan pula dalam ajaran agama yang disebut dinullah yang mencakup akidah dan syariah.
Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, Allah memerintahkan agar mansuia untuk membaca yaitu dalam QS Al-‘Alaq ayat-1-5. Dan ditempat lain ditemukan ayat yang menafsirkan perintah membaca tersebut, seperti dalam Firman Allah QS Al-Ankabut:
#$9ø3ÅGt»=É BÏÆš )Î9s‹ø7y &érrÇÓz Bt$! #$?ø@
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) (QS. Al-Ankabut : 45)
Di sini, Allah memberikan penjelasan bahwa Al-Qur’an yang harus dibaca. Ia merupakan ayat yang diturunkan Allah (ayat tanziliyah, qur’aniyah)
Selain itu, Allah memerintahkan agar manusia membaca ayat Allah yang berwujud fenomena-fenomena alam (ayat kauniyah, sunatullah), anatara lain, “Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada dilangit dan dibumi”(QS. Yunus : 101)
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan agar manusia membaca Al-Qur’an (ayat-ayat quraniyah) dan fenomena alam (ayat kauniyah) tanpa memberikan tekanan terhadap slah satu jenis ayat yang dimaksud. Hal itu berarti bahwa pendidikan Islam harus dilaksanakan secara terpadu (integral)
b. Prinsip Seimbang
Pendidikan Islam selalu memperhatikan keseimbangan di antara berbagai aspek yang meliputi keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara ilmu dan amal, urusan hubungan dengan Allah dan sesama manusia, hak dan kewajiban.
Keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat dalam ajaran Islam harus menjadi perhatian. Rasul diutus Allah untuk mengajar dan mendidik manusia agar mereka dapat meraih kebahagiaan kedua alam itu. implikasinya pendidikan harus senantiasa diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. hal ini senada dengan FirmanAllah SWT:
( #$9‰‘R÷‹u$ BÏÆš RtÁÅŠ7t7y ?sY[š ruwŸ ( #$yFzÅton #$!$¤#‘u #$!ª äu#?t9š ùÏ‹Jy$! ru#$/öGt÷Æ
“dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (Al-Qashas : 77)
Dalam dunia pendidikan, khususunya dalam pembelajaran, pendidik harus memperhatikan keseimbangan dengan menggunakan pendekatan yang relevan. selain mentrasfer ilmu pengetahuan, pendidik perlu mengkondisikan secara bijak dan profesional agar peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di dalam maupun di luar kelas.
2. Prinsip Bagian dari Proses Rububiyah
Al-Qur’an menggambarkan bahwa Allah adalah Al-Khaliq, dan Rabb Al-Amin (pemelihara semesta alam). Dalam proses penciptaan alam semesta termasuk manusia. Allah menampakan proses yang memperlihatkan konsistensi dan keteraturan. Hal demikian kemudian dikenal sebagai aturan-aturan yang diterpakan Allah atau disebut Sunnatullah.
Sebagaiman Al-Kailani yang dikutip oleh Bukhari Umar dalam bukunya menjelaskan, bahwa peranan manusia dalam pendidikan secara teologis dimungkinkan karena posisinya sebagai makhluk, ciptaan Allah, yang paling sempurna dan dijadikan sebagai khalifatullah fi al-ardh.
Sebagai khalifah, manusia juga mengemban fungsi rubbubiyah Allah terhadap alam semesta termasuk diri manusia sendiri. Dengan perimbangan tersebut dapat dikatakan bahwa karakter hakiki pendidikan Isam pada intinya terletak pada fungsi rubbubiyah Allah secara praktis dikuasakan atau diwakilkan kepada manusia. Dengakn kata lain, pendidikan Islam tidak lain adalah keseluruhan proses dan fungsi rubbubiyah Allah terhadap manusia, sejak dari proses penciptaan samspai dewasa dan sempurna.
3. Prinsip Membentuk Manusia yang Seutuhnya
Manusia yang menjadi objek pendidikan Islam ialah manusia yang telah tergambar dan terangkum dalam Al-Qur’an dan hadist. Potret manusia dalam pendidikan sekuler diserhakan pada orang-orang tertentu dalam msyarakat atau pada seorang individu karena kekuasaanya, yang berarti diserahkan kepada angan-angan seseorang atau sekelompok orang semata.
Pendidikan Islam dalam hal ini merupakan usaha untuk mengubah kesempurnaan potensi yang dimiliki oleh peserta didik menjadi kesempurnaan aktual, melalui setiap tahapan hidupnya. Dengan demikian fungsi pendidikan Islam adalah menjaga keutuhan unsur-unsur individual peserta didik dan mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan Allah.
Prinsip ini harus direalisasikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik harus mengembangkan baik kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual secara simultan.
4. Prinsip Selalu Berkaitan dengan Agama
Pendidikan Islam sejak awal merupakan salah satu usaha untuk menumbuhkan dan memantapkan kecendrungan tauhid yang telah menjadi fitrah manusia. Agama menjadi petunjuk dan penuntun ke arah itu. Oleh karena itu, pendidikan Islam selalu menyelenggrakan pendidikan agama. Namun, agama di sini lebih kepada fungsinya sebagai sumebr moral nilai.
Sesuai dengan ajaran Islam pula, pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu sebagai materi, atau keterampilan sebagai kegiatan jasmani semata, melainkan selalu mengaitkan semuanya itu dengan kerangka praktik (‘amaliyyah) yang bermuatan nilai dan moral. Jadi, pengajaran agama dalam Islam tidak selalu dalam pengertian (ilmu agama) formal, tetapi dalam pengertian esensinya yang bisa saja berada dalam ilmu-ilmu lain yang sering dikategorikan secara tidak proporsional sebagai ilmu sekuler.
Pandangan Islam yang bersifat filosofi terhadap alam jagat, manusia, masyarakat, pengetahuan, dan akhlak, secra jelas tercermin dalam prinsip-prinsip pendidikan Islam. Dalam pembelajaran, pendidik merupakan fasilitator. Ia harus mampu memberdayagunakan beraneka ragam sumber belajar. Dalam memimpin proses pembelajaran, pendidik perlu perlu memperhatikan prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam dan senantiasa mempedomaninya, bahkan sejauh mungkin merealisasikannya bersama-sama dengan peserta didik. Adapun yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Integral dan Seimbang
a. Prinsip Integral
Pendidikan Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama. Keduanya harus terintegrasi secara harmonis. Dalam ajaran Islam, Allah adalah pencipta alam semesta termasuk manusia. Allah pula yang menurunkan hukum-hukum untuk mengelola dan melestarikannya. Hukum-hukum mengenai alam fisik disebut sunatullah, sedangkan pedoman hidup dan hukum-hukum untuk kehidupan manusia telah ditentukan pula dalam ajaran agama yang disebut dinullah yang mencakup akidah dan syariah.
Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan, Allah memerintahkan agar mansuia untuk membaca yaitu dalam QS Al-‘Alaq ayat-1-5. Dan ditempat lain ditemukan ayat yang menafsirkan perintah membaca tersebut, seperti dalam Firman Allah QS Al-Ankabut:
#$9ø3ÅGt»=É BÏÆš )Î9s‹ø7y &érrÇÓz Bt$! #$?ø@
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) (QS. Al-Ankabut : 45)
Di sini, Allah memberikan penjelasan bahwa Al-Qur’an yang harus dibaca. Ia merupakan ayat yang diturunkan Allah (ayat tanziliyah, qur’aniyah)
Selain itu, Allah memerintahkan agar manusia membaca ayat Allah yang berwujud fenomena-fenomena alam (ayat kauniyah, sunatullah), anatara lain, “Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada dilangit dan dibumi”(QS. Yunus : 101)
Dari ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan agar manusia membaca Al-Qur’an (ayat-ayat quraniyah) dan fenomena alam (ayat kauniyah) tanpa memberikan tekanan terhadap slah satu jenis ayat yang dimaksud. Hal itu berarti bahwa pendidikan Islam harus dilaksanakan secara terpadu (integral)
b. Prinsip Seimbang
Pendidikan Islam selalu memperhatikan keseimbangan di antara berbagai aspek yang meliputi keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara ilmu dan amal, urusan hubungan dengan Allah dan sesama manusia, hak dan kewajiban.
Keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat dalam ajaran Islam harus menjadi perhatian. Rasul diutus Allah untuk mengajar dan mendidik manusia agar mereka dapat meraih kebahagiaan kedua alam itu. implikasinya pendidikan harus senantiasa diarahkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. hal ini senada dengan FirmanAllah SWT:
( #$9‰‘R÷‹u$ BÏÆš RtÁÅŠ7t7y ?sY[š ruwŸ ( #$yFzÅton #$!$¤#‘u #$!ª äu#?t9š ùÏ‹Jy$! ru#$/öGt÷Æ
“dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (Al-Qashas : 77)
Dalam dunia pendidikan, khususunya dalam pembelajaran, pendidik harus memperhatikan keseimbangan dengan menggunakan pendekatan yang relevan. selain mentrasfer ilmu pengetahuan, pendidik perlu mengkondisikan secara bijak dan profesional agar peserta didik dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di dalam maupun di luar kelas.
2. Prinsip Bagian dari Proses Rububiyah
Al-Qur’an menggambarkan bahwa Allah adalah Al-Khaliq, dan Rabb Al-Amin (pemelihara semesta alam). Dalam proses penciptaan alam semesta termasuk manusia. Allah menampakan proses yang memperlihatkan konsistensi dan keteraturan. Hal demikian kemudian dikenal sebagai aturan-aturan yang diterpakan Allah atau disebut Sunnatullah.
Sebagaiman Al-Kailani yang dikutip oleh Bukhari Umar dalam bukunya menjelaskan, bahwa peranan manusia dalam pendidikan secara teologis dimungkinkan karena posisinya sebagai makhluk, ciptaan Allah, yang paling sempurna dan dijadikan sebagai khalifatullah fi al-ardh.
Sebagai khalifah, manusia juga mengemban fungsi rubbubiyah Allah terhadap alam semesta termasuk diri manusia sendiri. Dengan perimbangan tersebut dapat dikatakan bahwa karakter hakiki pendidikan Isam pada intinya terletak pada fungsi rubbubiyah Allah secara praktis dikuasakan atau diwakilkan kepada manusia. Dengakn kata lain, pendidikan Islam tidak lain adalah keseluruhan proses dan fungsi rubbubiyah Allah terhadap manusia, sejak dari proses penciptaan samspai dewasa dan sempurna.
3. Prinsip Membentuk Manusia yang Seutuhnya
Manusia yang menjadi objek pendidikan Islam ialah manusia yang telah tergambar dan terangkum dalam Al-Qur’an dan hadist. Potret manusia dalam pendidikan sekuler diserhakan pada orang-orang tertentu dalam msyarakat atau pada seorang individu karena kekuasaanya, yang berarti diserahkan kepada angan-angan seseorang atau sekelompok orang semata.
Pendidikan Islam dalam hal ini merupakan usaha untuk mengubah kesempurnaan potensi yang dimiliki oleh peserta didik menjadi kesempurnaan aktual, melalui setiap tahapan hidupnya. Dengan demikian fungsi pendidikan Islam adalah menjaga keutuhan unsur-unsur individual peserta didik dan mengoptimalkan potensinya dalam garis keridhaan Allah.
Prinsip ini harus direalisasikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran. Pendidik harus mengembangkan baik kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual secara simultan.
4. Prinsip Selalu Berkaitan dengan Agama
Pendidikan Islam sejak awal merupakan salah satu usaha untuk menumbuhkan dan memantapkan kecendrungan tauhid yang telah menjadi fitrah manusia. Agama menjadi petunjuk dan penuntun ke arah itu. Oleh karena itu, pendidikan Islam selalu menyelenggrakan pendidikan agama. Namun, agama di sini lebih kepada fungsinya sebagai sumebr moral nilai.
Sesuai dengan ajaran Islam pula, pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu sebagai materi, atau keterampilan sebagai kegiatan jasmani semata, melainkan selalu mengaitkan semuanya itu dengan kerangka praktik (‘amaliyyah) yang bermuatan nilai dan moral. Jadi, pengajaran agama dalam Islam tidak selalu dalam pengertian (ilmu agama) formal, tetapi dalam pengertian esensinya yang bisa saja berada dalam ilmu-ilmu lain yang sering dikategorikan secara tidak proporsional sebagai ilmu sekuler.
5. Prinsip
Terbuka
Dalam Islam diakui adanya perbedaam manusia. Akan tetapi, perbedaan hakiki ditentukan oleh amal perbuatan manusia (QS, Al-Mulk : 2), atau ketakwaan (QS, Al-Hujrat : 13). oleh karena itu, pendidikan Islam pada dasarnya bersifat terbuka, demokratis, dan universal. menurut Jalaludin yang dikutip oleh Bukhari Umar menjelaskan bahwa keterbukaan pendidikan Islam ditandai dengan kelenturan untuk mengadopsi unsur-unsur positif dar luar, sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya, dengan tetap menjaga dasar-dasarnya yang original (shalih), yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.
6. Menjaga Perbedaan Individual
Perbedaan individual antara seorang manusia dengan orang lain dikemukakan oleh Al-Qur’an dan hadist. Sebagai contoh:
ÈËËÇ 9jÏ=ùèy»=ÎJÏüût yUƒt»M; Œsº9Ï7y ûÎ’ )Îb •4 ru&r9øquºRÏ3ä/ö &r9ø¡ÅYoGÏ6àNö ru#$z÷GÏ=n»#ß ru#${F‘öÚÇ #$9¡¡Jy»quºNÏ zy=ù,ß äu#ƒt»GÏmϾ ruBÏ`ô
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”. (QS. Ar-Rum : 22)
Perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia melahirkan perbedaan tingkah laku karena setiap orang akan berbuat sesuai dengan keadaanya masing-masing. Menurut Asy-Syaibani yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Ramayulis menjelaskan bahwa pendidikan Islam sepanjangs sejarahnya telah memlihara perbedaan individual yang dimilki oleh peserta didik.
7. Prinsip Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat
Islam tidak mengenal batas akhir dalam menempuh pendidikan. Hal tersebut mengingat tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam adalah terbentuknya akhlak al-karinah. Pembentukan itu membutuhkan waktu yang panjang, yaitu sepanjang hayat manusia.
Pendidikan Islam yang bersumber dari wahyu dan diterapkan oleh Rasulullah SAW telah sejak lama mengenal konsep pendidikan seumur hidup. Konsep ini pula yang diterapakan dalam sistem pendidikan Islam, konsep pendidikan tanpa batas usia.
Selain itu dalam buku Ilmu Pendidikan Islam yang ditulis Prof. Dr. H. Ramayulis menjelaskan bahwa yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan Islam itu diantaranya adalah.
1. Prinsip pendidikan Islam merupakan implikasi dari karakteristik manusia.
2. Prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan integralsi
3. Prinsip pendidikan Islam adalam pendidikan yang seimbang
4. Prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan universal
5. Prinsip pendidikan Islam adalah dinamis.
Dalam Islam diakui adanya perbedaam manusia. Akan tetapi, perbedaan hakiki ditentukan oleh amal perbuatan manusia (QS, Al-Mulk : 2), atau ketakwaan (QS, Al-Hujrat : 13). oleh karena itu, pendidikan Islam pada dasarnya bersifat terbuka, demokratis, dan universal. menurut Jalaludin yang dikutip oleh Bukhari Umar menjelaskan bahwa keterbukaan pendidikan Islam ditandai dengan kelenturan untuk mengadopsi unsur-unsur positif dar luar, sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya, dengan tetap menjaga dasar-dasarnya yang original (shalih), yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist.
6. Menjaga Perbedaan Individual
Perbedaan individual antara seorang manusia dengan orang lain dikemukakan oleh Al-Qur’an dan hadist. Sebagai contoh:
ÈËËÇ 9jÏ=ùèy»=ÎJÏüût yUƒt»M; Œsº9Ï7y ûÎ’ )Îb •4 ru&r9øquºRÏ3ä/ö &r9ø¡ÅYoGÏ6àNö ru#$z÷GÏ=n»#ß ru#${F‘öÚÇ #$9¡¡Jy»quºNÏ zy=ù,ß äu#ƒt»GÏmϾ ruBÏ`ô
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”. (QS. Ar-Rum : 22)
Perbedaan-perbedaan yang dimiliki manusia melahirkan perbedaan tingkah laku karena setiap orang akan berbuat sesuai dengan keadaanya masing-masing. Menurut Asy-Syaibani yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Ramayulis menjelaskan bahwa pendidikan Islam sepanjangs sejarahnya telah memlihara perbedaan individual yang dimilki oleh peserta didik.
7. Prinsip Pendidikan Berlangsung Sepanjang Hayat
Islam tidak mengenal batas akhir dalam menempuh pendidikan. Hal tersebut mengingat tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam adalah terbentuknya akhlak al-karinah. Pembentukan itu membutuhkan waktu yang panjang, yaitu sepanjang hayat manusia.
Pendidikan Islam yang bersumber dari wahyu dan diterapkan oleh Rasulullah SAW telah sejak lama mengenal konsep pendidikan seumur hidup. Konsep ini pula yang diterapakan dalam sistem pendidikan Islam, konsep pendidikan tanpa batas usia.
Selain itu dalam buku Ilmu Pendidikan Islam yang ditulis Prof. Dr. H. Ramayulis menjelaskan bahwa yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan Islam itu diantaranya adalah.
1. Prinsip pendidikan Islam merupakan implikasi dari karakteristik manusia.
2. Prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan integralsi
3. Prinsip pendidikan Islam adalam pendidikan yang seimbang
4. Prinsip pendidikan Islam adalah pendidikan universal
5. Prinsip pendidikan Islam adalah dinamis.
Tidak hanya
itu, Prinsip pendidikan islam paling tidak mengacu kepada lima Aspek:
1. selalu mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadist
Al-Qur’an dan Hadist merupakan sumber utama dalam pendidikan islam, mungkin lebih baiknya pendidikan islam ini supya mempunyai wacana guna mencetak insan kamil, sangat perlu ditambah dengan Istimbath dan Ijtihad para ulama yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan Hadist. Maka dari itu pendidik dan peserta didik harus paham kepada kandungan Al-Qur’an dan Hadist. Ketika ada pendapat dan bertentangan dengan keduanya, bila suatu ajaran itu tidak sesuai dengan isi Al-qur’an dan hadist, seharusnya pendidikan tidak boleh menerimanya sebagai acuan.
2. Selalu mengarah kepada dunia dan akhirat
Baik dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak ada yang menganjurkan menjauhi kehidupan dunia, karena al-Qur’an sendiri menuntut kita untuk berzakat dan bersedekah, bagaimana hal tersebut bisa tercapai kalau kita tidak berharta. Memang hidup di dunia hanyalah sementara, semuanya akan musnah tapi perlu diingat, Justru dengan kehidupan sekejap itulah kita dianjurkan mengejar kesuksesan dunia, untuk berlomba-lomba didalam menggapai amal shaleh sebagai bekal untuk keakhirat nanti, bukan menjauh dari dunia seperti layaknya orang-orang yang mengasingkan diri dari kahidupan sosial.
3. Bersifat teoritis dan praktis
Pendidikan isalm tidak cukup hanya menyampaikan teori, karena tujuan materi itu tidak lain untuk dilaksanakan guna mencapai amal yang tinggi disisi Allah. Maka dari itu untuk mencapai pengamalan yang sempurna hendaklah para peserta didik melaksanakan apa yang diajarkan kepada peserta didik. Dan Uswatun Hasanah harus menjadi pedoman yang utama di dalam hidupnya. Tidak ada satupun didalam pendidikan yang hanya berorientasi kepada materi saja.
4. Sesuai dengan potensi yang dimiliki manusia
Pendidikan islam bersifat fleksibel, maka dari itu pendidikan islam harus sesuai dengan potensi manusia karena setiap manusia mempunyai potensi yang berbeda.
potensi manusia mempunyai beberapa hal. Yaitu Homo rasional ( manusia sebagai pemikir), dengan potensi inilah pendidikan islam harus menganjurkan kepada manusia untuk selalu berpikir secara mendalam dan kritis, dengan pengertian manusia harus menggunakan akalnya dengan seoptimal mungkin. Sehingga dapat menghasilkan karya-karya yang dapat diambil manfaat oleh umat muslim yang lain.
Disamping itu manusia sebagai Homo religius ( manusia sebagai makhluk beragama), hal ini merupakan yang terpenting dalam kehidupan. pendidikan islam harus memotivasi umatnya untuk selalu memperkuat imannya.
5. Berorientasi pada hamlum Minallah Wa Hamlum Minannas
1. selalu mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadist
Al-Qur’an dan Hadist merupakan sumber utama dalam pendidikan islam, mungkin lebih baiknya pendidikan islam ini supya mempunyai wacana guna mencetak insan kamil, sangat perlu ditambah dengan Istimbath dan Ijtihad para ulama yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan Hadist. Maka dari itu pendidik dan peserta didik harus paham kepada kandungan Al-Qur’an dan Hadist. Ketika ada pendapat dan bertentangan dengan keduanya, bila suatu ajaran itu tidak sesuai dengan isi Al-qur’an dan hadist, seharusnya pendidikan tidak boleh menerimanya sebagai acuan.
2. Selalu mengarah kepada dunia dan akhirat
Baik dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak ada yang menganjurkan menjauhi kehidupan dunia, karena al-Qur’an sendiri menuntut kita untuk berzakat dan bersedekah, bagaimana hal tersebut bisa tercapai kalau kita tidak berharta. Memang hidup di dunia hanyalah sementara, semuanya akan musnah tapi perlu diingat, Justru dengan kehidupan sekejap itulah kita dianjurkan mengejar kesuksesan dunia, untuk berlomba-lomba didalam menggapai amal shaleh sebagai bekal untuk keakhirat nanti, bukan menjauh dari dunia seperti layaknya orang-orang yang mengasingkan diri dari kahidupan sosial.
3. Bersifat teoritis dan praktis
Pendidikan isalm tidak cukup hanya menyampaikan teori, karena tujuan materi itu tidak lain untuk dilaksanakan guna mencapai amal yang tinggi disisi Allah. Maka dari itu untuk mencapai pengamalan yang sempurna hendaklah para peserta didik melaksanakan apa yang diajarkan kepada peserta didik. Dan Uswatun Hasanah harus menjadi pedoman yang utama di dalam hidupnya. Tidak ada satupun didalam pendidikan yang hanya berorientasi kepada materi saja.
4. Sesuai dengan potensi yang dimiliki manusia
Pendidikan islam bersifat fleksibel, maka dari itu pendidikan islam harus sesuai dengan potensi manusia karena setiap manusia mempunyai potensi yang berbeda.
potensi manusia mempunyai beberapa hal. Yaitu Homo rasional ( manusia sebagai pemikir), dengan potensi inilah pendidikan islam harus menganjurkan kepada manusia untuk selalu berpikir secara mendalam dan kritis, dengan pengertian manusia harus menggunakan akalnya dengan seoptimal mungkin. Sehingga dapat menghasilkan karya-karya yang dapat diambil manfaat oleh umat muslim yang lain.
Disamping itu manusia sebagai Homo religius ( manusia sebagai makhluk beragama), hal ini merupakan yang terpenting dalam kehidupan. pendidikan islam harus memotivasi umatnya untuk selalu memperkuat imannya.
5. Berorientasi pada hamlum Minallah Wa Hamlum Minannas
D. Prinsip
Pendidikan Islam Sebagai Disiplin Ilmu
Sebagai disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/ilmuwan muslim.
Dunia ilmu pengetahuan yang akademik telah menetapkan norma-norma, syarat-syarat dan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu ilmu yang ilmiah. Persyaratan keilmuwan yang ditetapkan itu nampak terlihat sekuler, dalam arti bahwa mengilmiahkan suatu pandangan/konsep dalam banyak seginya, yang melibatkan nilai-nilai ke-Tuhanan dipandang tidak rasional, tapi metafisik dan tidak dapat dijadikan dasar pemikiran sistematis dan logis. Nilai-nilai ke-Tuhanan berada di atas nilai keilmiahan dari ilmu pengetahuan. Agama adalah bukan ilmu pengetahuan.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan. Jadi mengalami dan mengetahui merupakan pengokoh awal dari konseptualisasi itu. Untuk itu Adam diajar nama-nama benda terlebih dahulu sebagai dasar konseptual bagi pembentukan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian maka ilmu pendidikan islam dapat dibedakan antara ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan praktis.
Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu ialah:
1. Tujuan pendidikan islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi seluruh umat islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan islam adalah azasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi pendidikan islam. Tujuan pendidikan islam yang universal itu telah dirumuskan dalam Seminar pendidikan Islam se-Dunia di Islamabad pada tahun 1980 yang disepakati oleh seluruh ulama ahli pendidikan islam dari Negara-negara islam.
2. Metode pendidikan islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan islam itu.
3. Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila tanpa kehadiran nilai atau idea.
Sebagai disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/ilmuwan muslim.
Dunia ilmu pengetahuan yang akademik telah menetapkan norma-norma, syarat-syarat dan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu ilmu yang ilmiah. Persyaratan keilmuwan yang ditetapkan itu nampak terlihat sekuler, dalam arti bahwa mengilmiahkan suatu pandangan/konsep dalam banyak seginya, yang melibatkan nilai-nilai ke-Tuhanan dipandang tidak rasional, tapi metafisik dan tidak dapat dijadikan dasar pemikiran sistematis dan logis. Nilai-nilai ke-Tuhanan berada di atas nilai keilmiahan dari ilmu pengetahuan. Agama adalah bukan ilmu pengetahuan.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan. Jadi mengalami dan mengetahui merupakan pengokoh awal dari konseptualisasi itu. Untuk itu Adam diajar nama-nama benda terlebih dahulu sebagai dasar konseptual bagi pembentukan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian maka ilmu pendidikan islam dapat dibedakan antara ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan praktis.
Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan islam yang pada gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu ialah:
1. Tujuan pendidikan islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi seluruh umat islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan islam adalah azasi karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi pendidikan islam. Tujuan pendidikan islam yang universal itu telah dirumuskan dalam Seminar pendidikan Islam se-Dunia di Islamabad pada tahun 1980 yang disepakati oleh seluruh ulama ahli pendidikan islam dari Negara-negara islam.
2. Metode pendidikan islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan islam itu.
3. Irama gerak yang harmonis antara metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami vakum bila tanpa kehadiran nilai atau idea.
Konsepsi
Al-Quran tentang ilmu pengetahuan, tidak membeda-bedakan antara ilmu
pengetahuan agama dan umum. Kedua jenis ilmu pengetahuan itu merupakan kesatuan
yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena semua itu adalah merupakan
manifestasi dari ilmu pengetahuan yang satu yaitu ilmu pengetahuan Allah. Oleh
karena itu dalam islam tidak dikenal adanya ilmu pengetahuan yang religious dan
non-religius (sekuler).
Pendidikan islam sebagai disiplin ilmu telah mempunyai modal dasar yang potensial untuk dikembangkan sehingga mampu berperan dijantung masyarakat dinamis masa kini dan mendatang. Pendidikan islam saat ini masih berada pada garis marjinal masyarakat, belum memegang peran sentral dalam proses pembudayaan umat manusia dalam arti sepenuhnya. Untuk itu ilmu pendidikan islam yang menjadi pedoman opersionalisasi pendidikan islam perlu dikembangkan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam dunia akademik yaitu:
1. Memiliki objek pembahasan yang jelas dan khas pendidikan islami meskipun memerlukan ilmu penunjang dari yang non-Islami.
2. Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi, hipotesa, serta teori dalam lingkup kependidikan islami yang bersumberkan ajaran islam.
3. Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pendidikan yang berdasarkan islam, beserta sistem pendekatan yang seirama dengan cocok keislaman sebagai kultur dan revilasi.
4. Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung totalitas yang tersusun dari komponen-komponen yang saling mengembangkan satu sama lain yang menunjukkan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
Pendidikan islam sebagai disiplin ilmu telah mempunyai modal dasar yang potensial untuk dikembangkan sehingga mampu berperan dijantung masyarakat dinamis masa kini dan mendatang. Pendidikan islam saat ini masih berada pada garis marjinal masyarakat, belum memegang peran sentral dalam proses pembudayaan umat manusia dalam arti sepenuhnya. Untuk itu ilmu pendidikan islam yang menjadi pedoman opersionalisasi pendidikan islam perlu dikembangkan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam dunia akademik yaitu:
1. Memiliki objek pembahasan yang jelas dan khas pendidikan islami meskipun memerlukan ilmu penunjang dari yang non-Islami.
2. Mempunyai wawasan, pandangan, asumsi, hipotesa, serta teori dalam lingkup kependidikan islami yang bersumberkan ajaran islam.
3. Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pendidikan yang berdasarkan islam, beserta sistem pendekatan yang seirama dengan cocok keislaman sebagai kultur dan revilasi.
4. Memiliki struktur keilmuan yang sistematis mengandung totalitas yang tersusun dari komponen-komponen yang saling mengembangkan satu sama lain yang menunjukkan kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
Oleh karena
suatu ilmu yang ilmiah harus bertumpu pada adanya teori-teori, maka teori-teori
pendidikan islam juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Teori harus menetapkan adanya hubungan antara fakta yang ada.
2. Teori harus mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep.
3. Teori harus dapat mengikhtisarkan berbagai fakta.
4. Teori harus dapat meramalkan fakta atau kejadian-kejadian
BAB III
PENUTUP
1. Teori harus menetapkan adanya hubungan antara fakta yang ada.
2. Teori harus mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep.
3. Teori harus dapat mengikhtisarkan berbagai fakta.
4. Teori harus dapat meramalkan fakta atau kejadian-kejadian
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan dia atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa ilmu pendidikan islam sebagai sebuah disiplin ilmu harus senantiasa berpegang kepada prinsip-prinsip pendidikan islam yang bersumber dari al-Qur’an, hadist, ijma dan qiyas. Hal itu disebabkan, karean apabila sebuah disiplin ilmu tidak memilki prinsip khsusuya prinsip pendidikan Islam tersebut, maka dikahawatirkan akan terjadinya sekularisasi dan liberalisasi pendidikan.
Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu juga harus senantiasa mampu mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/ilmuwan muslim. Oleh karenanya kita sebagai insan akademika yang terdapat dalam sebuah lembaga pendidikan harus lebih mengoptimalkan daya fikir dan mental untuk menatap pendidikan ke depan yang lebih maju.
Dari pemaparan dia atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa ilmu pendidikan islam sebagai sebuah disiplin ilmu harus senantiasa berpegang kepada prinsip-prinsip pendidikan islam yang bersumber dari al-Qur’an, hadist, ijma dan qiyas. Hal itu disebabkan, karean apabila sebuah disiplin ilmu tidak memilki prinsip khsusuya prinsip pendidikan Islam tersebut, maka dikahawatirkan akan terjadinya sekularisasi dan liberalisasi pendidikan.
Pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu juga harus senantiasa mampu mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat di dalam sumber-sumber pokoknya dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama/ilmuwan muslim. Oleh karenanya kita sebagai insan akademika yang terdapat dalam sebuah lembaga pendidikan harus lebih mengoptimalkan daya fikir dan mental untuk menatap pendidikan ke depan yang lebih maju.
Daftar Pustaka
Arifin, H.M,
2000 . Kapita Selekta Pendidikan (Islam & Umum), Jakarta: Bumi Aksara
Ramayulis & Syamsul Nizar. 2010, Filsafat Pendidikan Islam (Telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya), Jakarta: Kalam Mulia
Bukhari Umar, 2010. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : AMZAH
Abdullah, Boedi, 2009. Filsafat Ilmu (Kontempalsi Filosofis tentang Seluk-Beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan), Bandung: CV Pustaka
Poerwadinta, W.J.S, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Badaruddin, Kemas, 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://www.rokhim.net/2011/11/prinsip-prinsip-pendidikan-islam.html
Ramayulis & Syamsul Nizar. 2010, Filsafat Pendidikan Islam (Telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya), Jakarta: Kalam Mulia
Bukhari Umar, 2010. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : AMZAH
Abdullah, Boedi, 2009. Filsafat Ilmu (Kontempalsi Filosofis tentang Seluk-Beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan), Bandung: CV Pustaka
Poerwadinta, W.J.S, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Badaruddin, Kemas, 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://www.rokhim.net/2011/11/prinsip-prinsip-pendidikan-islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar