Selasa, 20 Oktober 2015

Makalah Al-Farabi dan Al-Kindy


MAKALAH


FILSAFAT ISLAM
AL-FARABI DAN AL-KINDY













O l e h:
SUMANTO
Nim: DMP. 14.110








PASCASARJANA
MAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH
 
            Dalam masa reformasi dan era perkembangan pendidikan pada saat ini adalah merupakan suatu yang harus direnungkan, kita pikirkan dan kita manfaatkan sebaik mungkin, sehingga sebagian kekurangan -kekurangan yang ada terutama pada generasi penerus sebagai tonggak estafet perjuangan , yang sedikit banyak harus tahu tentang karya – karya dan pemikiran orang terdahulu seberapa jauh kemenangan dan kemajuan pemengang estafet sebelumnya. Sehingga dapat mempertimbangkan apa yang akan di laksanakan di masa yang akan datang. 
            Kita tahu , banyak sudah tentang gagasan serta penemuan baru yang dahulu telah dirintis oleh pemikir – pemikir muslim tetapi kini sudah tidak dilanjutkan lagi bahkan tidak di kenal dan sebaliknya tidak sedikit yang kita jumpai di lapangan generasi masa kini yang membanggakan hasil karya nenek monyangnya dengan mengabaikan tugas generasi penerus seakan – akan dengan menyebut kebesaran masa lalu, Islam dapat maju dan laju dengan sendirinya. 
            Bila beberapa sikap dan keadaan atau permasalahan yang tersebut diatas di biarkan berlarut – larut tanpa kesadaran sebagai generasi pewaris, maka akan berakibat membawa kemunduran dengan demikian maka tidaklah keliru jika kita mau melihat kejadian – kejadian, biografi dan karya – karya serta pemikiran – pemikiran tokoh Islam yang telah lalu, seperti halnya pemikiran dan karya – karya Al-Kindi dan Al- Farabi, oleh karena itu pemikiran-pemikirannya menarik untuk di bahas guna untuk memotivasi kita didalam mengembangan pemikiran demi generasi yang akan datang.







BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI AL-KINDI
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Isma’il bin Muhammad bin Al-Ash’ats Qais Al-Kindi.[1] (lahir: 801 – wafat: 873), bisa dikatakan merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani pula. Banyak karya-karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinus. Sayangnya ada sebuah karya Plotinus yang diterjemahkannya sebagai karangan Aristoteles dan berjudulkan Teologi menurut Aristoteles, sehingga di kemudian hari ada sedikit kebingungan.
Al-Kindi berasal dari kalangan bangsawan, dari Irak. Ia berasal dari suku Kindah, hidup di Basra dan meninggal di Bagdad pada tahun 873. Ia merupakan seorang tokoh besar dari bangsa Arab yang menjadi pengikut Aristoteles, yang telah mempengaruhi konsep al Kindi dalam berbagai doktrin pemikiran dalam bidang sains dan psikologi.
Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik(yang dibangunnya dari berbagai prinip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik.
Ia membedakan antara intelek aktif dengan intelek pasif yang diaktualkan dari bentuk intelek itu sendiri. Argumen diskursif dan tindakan demonstratif ia anggap sebagai pengaruh dari intelek ketiga dan yang keempat. Dalam ontologi dia mencoba mengambil parameter dari kategori-kategori yang ada, yang ia kenalkan dalam lima bagian: zat(materi), bentuk, gerak, tempat, waktu, yang ia sebut sebagai substansi primer.
Al Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid’ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam) al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan ortodoks itu.
B.     Riwayat Hidup AL-Kindi
Al-Kindi merupakan nama yang diambil dari suku yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.
Sedangkan nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq As-Shabbah bin imron bin Isma’il al-Asy’ad bin Qays al-Kindi. Lahir pada tahun 185 H (801 M) di Kuffah. Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan al-Hadi(169-170 H/785-786 M) dan Harun ar-Rasyid(170-194 H/786-809 M).[2] dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah al-Kindi lahir.
C.     Pendidikan AL-Kindi
Pendidikan Al-Kindi dimulai dari belajar baca tulis, berhitung, dan menghafal Alqur’an. Memasuki masa remaja ia belajar bahasa dan sastra Arab, fikih dan ilmu kalam. Kemudian ia mencurahkan perhatiannya belajar ilmu kimia dan berbagai ilmu lainnya termasuk falsafat yang berkembang di Kufah dan mendapat dukungan dari Khalifah Al-Mamun. Untuk pengembangan ilmunya dan filsafat, ia belajar bahasa Suryani dan Yunani, karena kedua ilmu tersebut banyak menggunakan kedua bahasa dimaksud. Selain itu ia juga menyuruh orang untuk menerjemahkan buku-buku dari berbagai bahasa untuk dikoleksi dalam perpustakaan pribadinya ( maktabah Al-Kindiyah ). Ia bekerja di Istana selama Khalifah Al-Mamun dan Al-Muktashim.
Pendidikan al-Kindi bermula di Kufa, kemudiannya di Basrah, dan akhirnya di Baghdad. Pengetahuan tentang pembelajaran yang hebatnya tidak lama kemudian merebak, dan Khalifah al Ma'mun melantiknya di Rumah Kebijaksanaan di Baghdad, yang merupakan pusat yang baru sahaja ditubuhkan bagi penterjemahan teks-teks falsafah dan saintifik orang Yunani. (Beliau juga terkenal kerana penulisan seni khatnya yang cantik, dan pada suatu ketika pernah bekerja sebagai jurutulis kepada al Mutawakkil.). Apabila al Ma'mun meninggal, abangnya (al Mu'tasim) menjadi Khalifah, dan al-Kindi dikekalkan dalam jawatannya, serta mengajar anak al Mu'tasim. Bagaimanapun, ketika pemerintahan al Wathiq, dan terutamanya al Mutawakkil, peluang al-Kindi' surut. Terdapat pelbagai teori-teori mengenai ini: sesetengah orang mengatakan kejatuhan al-Kindi akibat persaingan di Rumah Kebijaksanaan, yang lain pula merujuk kepada penyeksaan yang ganas oleh al Mutawakkil terhadap orang Islam yang tidak ortodoks (serta bagi bukan muslim). Malah, pada suatu ketika, al-Kindi pernah di pukul dan perpustakaannya disita buat sementara. Beliau meninggal dalam semasa pemerintahan 873 CE bagi al M'utamid.
Pada masa kecilnya al-Kindi sempat merasakan masa pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid yang terkenal kepeduliannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum muslim. Ilmu pengetahuan berpusat di Baghdad yang sekaligus menjadi pusat perdagangan. Pada masa pemerintahan ar-Rasyid sempat didirikan lembaga yang disebut bayt al-Hikmah (Balai Ilmu Pengetahuan). pada waktu al-Kindi berusia 9 tahun ar-Rasyid wafat dan pemerintahan diambil alih oleh putranya al-Amin yang tidak melanjutkan usaha ayahnya ar-Rasyid untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun setelah beliau wafat pada tahun 185 H (813 H) kemudian saudaranya al-Makmun menggantikan kedudukannya sebagai khalifah (198-228 H) ilmu pengetahuan berkembang pesat. Fungsi Bayt al-hikmah lebih ditingkatkan, sehingga pada masa pemerintahan al-Makmun berhasil dipadukannya antara ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu asing khususnya dari Yunani. Dan pada waktu inilah al-Kindi menjadi sebagai salah seorang tokoh yang mendapat kepercayaan untuk menterjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab, bahkan dia memberi komentar terhadap pikiran-pikiran pada filosuf Yunani.
Masa kecil al-Kindi mendapat pendidikan di Bashrah. Tentang siapa guru-gurunya tidak dikenal, karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya. Setelah menyesaikan pendidikannya di Bashrah ia melanjutkan ke Baghdad hingga tamat, ia banyak mengusai berbagai macam ilmu yang berkembang pada masa itu seperti ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat, ilmu hitung, manthiq (logika), geometri, astronomi dan lain-lain. Pendeknya ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari dan sekurang-kurangnya salah satu bahasa ilmu pengetahuan kala itu ia kuasai dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani inilah Al-Kindi menterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Pada masa pemerintahan al-Mu’tashim yang menggantikan al-Makmun pada tahun 218 H (833 M) nama al-Kindi semakin menanjak karena pada waktu itu al-Kindi dipercaya pihak istana menjadi guru pribadi pendidik putranya yaitu Ahmad bin Mu’tashim.[3] Pada masa inilah al-Kindi mempunyai kesempatan untuk menulis karya-karyanya, setelah pada masa al-Ma’mun menterjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.
Al-Kindi merupakan seorang pakar dari pelbagai bidang pemikiran yang berbeda. Beliau merupakan pakar dalam muzik, falsafah, astronomi, perubatan, geografi, dan matematik. Selama hayat beliau (dan untuk kira-kira seabad selepas itu) beliau dianggap sebagai ahli falsafah Muslim dan paling besar, ada akhirnya hanya diatasi oleh nama nama hebat seperti sebagai Abu Al-Nasr Al-Farabi (Al-Pharabius) dan Ibn Sina (Avicenna). Beliau adalah dianggap sebagai ahli falsafah Arab keturunan paling agung, walaupun; sesungguhnya, beliau sering dirujuk hanyalah sebagai "ahli falsafah Arab".
D.    Pokok-Pokok Pikiran Al-Kindi
            Filsafat, menurut Al-Kindi adalah batas mengerahui hakekat sesuatu sejarah batas kemampuan manusia. Tujuan filosof dalam teori adalah mengetahui kebenaran, dan dalam praktek adalah mengamalkan Kebenaran/kebajikan. Filsafat yang paling luhur dan mulia adalah filsafat pertama, (Tuhan), yang merupakan sebab (‘’illah) bagi setiap kebenaran/realitas. Oleh karena itu filosof yang paling sempurna dan mulia harus mampu mencapai pengetahuan yang mulia itu. Mengetahui  ‘illah itu lebih mulia dari mengetahui akibat/ma’mulnya,  karena kita hanya mengetahui sesuatu dengan sempurna bila mengetahui ‘illahnya. Maka pengetahuan tentang ‘illah Pertama itu pengetahuna tentang itu tersimpul semua aspek lain dari filsafat. Dia ‘illah Pertama, Tuhan adalah paling mulia, awal dari jenis, awal dalam tertib ilmiah, dan mendahului zaman, karena dia adalah ‘illah bagi zaman.[4]
            Sikap Al-Kindi terhadap filosof Yunani yang belum beragama Islam dan pemikiran mereka, adalah kewajiban kita untuk tidak mencela ornag yang telah memberi manfaat besar bagi kita. Seandainya para filosof itu tidak berhasil mencapai sebagian kebenaran, adalah saudara yang telah memberikan buah pikiran bagi kita, sehingga menjadi jalan dan alat untuk mengetahui banyak hal yang belum mereka capai. Para filosof juga menyadari bahwa tak seorang pun dapat mencapai kebenaran yang sempurna dengan upaya sendiri. Masing-masing pihak mungkin hanya dapat memperolehnya sedikit, tetapi bila dihimpun butir-butir yang sedikit itu niscaya akan menjadibukit.
            Selanjutnya, menurut Al-Kindi sewajarnya kita tidak usah malu menyambut dan menerima kebenaran dari mana pun asalnya, walaupun dari bangsa atau umat yang jauh berbeda dengan kita. Sesungguhnya tidak ada yang lebih utama bagi penuntut kebenaran dari pada kebenaran. Adalah tidak wajar merendahkan serta meremehkan orang yang mengatakan dan mengajarkannya. Tak ada seorang pun yang rendah dengan sebab kebenaran, bahkan semua orang akan menjadi mulia oleh kebenaran.
            Terhadap orang yang menentang filsafat, Al-Kindi menilai bahwa mereka berarti mengingkari kebenaran, dan karena itu termasuk golongan kafir. Sesungguhnya dalam keadaan apapun orang tidak bisa menolak filsafat. Jika ia mengakui filsafat, maka ia akan memperlajarinya. Jika ia menolak filsafat, ia juga harus berfilsafat untuk membuat argumen tentang kebenaran dirinya. Argumen tersebut juga termasuk dalam filsafat, yakni ilmu tentang hakekat sesuatu. Bahwa disadari atau tidak hasil pemikiran ada yang bertentangan dengan ajaran Alquran.
Namun, hal itu menurut Al-Kindi tidak boleh dijadikan sebab untuk menolak filsafat, karena ia dapat diselesaikan dengan cara takwil. Perbedaan antara filsafat dan agama yang dibawa para Nabi dan Rasul bukan berasal dari dirinya sebagai hasil usahanya, tetapi anugrah dari Allah SWT yang merupakan anugrah terhadap hamba pilihan-Nya. Selain itu, ajaran agama bersifat ringkas, jelas dan mudah dipahami. Sedangkan filsafat merupakan produk usaha manusia dalam membahas, meneliti dalam waktu yang lama, dan dengan metode yang ilmiah dan filosof. 
Filsafat Ketuhanan, menurut Al-Kindi bahwa upaya manusia yang paling mulia adalah mencari kebenaran melalui filsafat, sementara filsafat yang paling mulia adalah Filsafat Pertama, yaitu usaha mnegetahui ‘illahi pertama, yakni Tuhan. Tuhan bagi AL-Kindi adalah Al-Wahid Al-Haqiqah (Esa Yang Sejati), sedang esa-esa yang lain terdapat dialam ini, adalah Al-Wahid bi Al-Majaz (Esa Yang Relatif atau Majazy). Keesaan Tuhan tidak mengandung kejamakan, sedangkan esa-esa yang lain tidak sunyi dari kejamakan. Ia semata-mata satu (al-haqqul al-wahid), hanya dialah yang satu, selain dari Tuhan semuanya mengandung arti banyak, dalam analisis Harun Nasution, Tuhan bagi Al-kindi adalah pencipta dan bukan penggerak.[5] 
Bila setiap benda mempunyai dua hakikat, yaitu hakikat juz’I yang disebut al-‘aniyah, dan hakikat sebagai kully yang disebut al-Mahiyah yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan species, maka tidak demikian dengan Tuhan. Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam arti ‘aniyah atau mahiyah. Ia tidak mempunyai ‘aniyah kerena ia tidak tersusun dari materi (hayula) dan bentuk (shurah). Ia tudaj mempunyai mahiyah karena ia tidak memrupakan genus (al-jins) atau species (al-nau). Dalam membuktikan adanya Tuhan, Al-Kindi mengajukan tiga argumen sebagai berikut : (1) Menunjukan baharunya alam. Ia mempertanyakan apakah mungkin sesuatu dalam alam ini menjadi sebab bagi dirinya sendiri atau tidak? Menurutnya, ini pasti tidak mungkin, karena segala sesuatu dalam alam ini mesti ada sebab yang mendahuluinya. Dengan demikian, alam ini sebab ada-Nya. Hal ini berarti, alam ini ada permulaannya, baik dari segi gerak maupun zaman. Dari segi gerak, karena gerak pada wataknya mengikuti wujud jisim, tidak mungkin adanya gerak jika tidak ada jisim yang bergerak.   
Dengan demikian, gerak juga baharu dan ada titik awalnya. Sedangkan dari segi zaman, karena zaman adalah ukuran gerak dan juga baharu seperti gerak. Jadi, jisim, gerak dan zaman tidak dapat saling mendahului dalam wujud, dan semuanya itu ada secara bersamaan. Ini berarti alam ini baharu dan karena itu perlu ada Penciptanya (al-muhdits)  (2)  Bukti keragaman dan kesatuan. Keragaman yang terdapat dalam kenyataan empiris ini, tidak mungkin ada tanpa adanya kesatuan, dan kesatuan tidak mungkin ada tanpa adanya keragaman. Keterkaitan segala kenyataan empiris ini dalam keragaman dan kesatuan bukanlah karena kebetulan, tetapi ada sebabnya. Sebab ini bukan jenis zat kenyataan tersebut, karena jika demikian tidak ada kesudahannya. Yakni sebab-sebab yang tidak akan berakhir, dan ini tidak mungkin.
Dengan demikian ada sebab lain yang membuat keterkaitan kenyataan empiris ini dalam keragaman dan kesatuan , yakni suatu zat yang lebih tinggi dan luhur serta lebih mendahului adanya (qadim), karena sebab harus mendahului musabab, Dia-lah Allah SWT.11  (3)  Bukti adanya pengendalian ( Tadbir). Selanjutnya, Al-Kindi menjelaskan bahwa alam ewmpiris ini hanya mungkin diatur dan dikendalikan oleh Yang Maha Tahu yang tidak terlihat. Yang Maha Tahu ini tidak mungkin diketahui kecuali melalui adanya pengaturan dan pengendalian yang terdapat dalam alam ini sebagai gejala dan sebagai bukti atas kepastian adanya Pengatur dan Pengendali(Mudabbir).

E. Karya-karya Al-kindi
1.      Kitab Kimiya ‘Al-‘Itr (Book of the Chemistry of Perfume).[6]
2.      Kitab fi Isti’mal Al-‘Adad Al-Hindi (On the Use of the Indian Numerals).
3.      Risala fi l-Illa Al-‘failali l-Madad wa l-Fazr (Treatise on the efficient Cause of Flow and Ebb).
4.      Kitab ash-Shu’a’at (Book of the Rays).
5.      The Medical Formulary of Aqrabadhin of Al-Kindi, by M. Levery (1966).
6.      Al-Kindi Metapysics: a Translation of Yaqub ibn Ishaq al-Kindi’s Treatise “On First Philosophy” (Fi al-Falasafah al-Ula,
7.      Scientific Weather Forecasting in Middle ages The Writings of Al-Kindi,
8.      Al-Kindi ‘s Treatise on Cryptanalysis,[7]
F.   Teori Al-Kindi Tentang Alam
Al-Kindi berpendapat bahwa alam ini dijadikan Tuhan dari tiada (  الإيجاد من العدم ). Allah tidak hanya menjadikan alam, tetapi juga mengendalikan dan mengaturnya, serta menjadikan sebagiannya menjadi sebab bagi yang lain. Dalam alam ini terdapat gerak menjadikan dan gerak merusak (al-kaun wa al-fasad).
Lebih lanjut, Al-Kindi berpendapat bahwa alam ini terdiri dua bagian, yakni alam yang terletak di bawah falak bulan dan alam yang merentang tinggi sejak dari falak bulan sampai ke ujung alam. Jenis alam yang pertama terjadi dari empat unsur, yaitu air, api, uadara, dan tanah. Keempat unsur tersebut berkualitas dingin, panas, kering, dan basah yang merupakan perlambang dari perubahan, pertumbuhan dan kemusnahan. Sedangkan pada jenis alam yang kedua tidak dijumpai keempat unsur dimaksud, karena itu tidak mengalami perubahan dan kemusnahan, dengan kata lain alam kedua tersebut abadi sifatnya.[8]

G. BIOGRAFI AL- FARABI.
 
            Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad ibn Muhammad ibn Tarakhan ibn Auzalagh. Dikalangan orang latin Abad Tengah Al- Farabi lebih di kenal dengan nama Abu Nashr ( Abunaser ). Ia lahir di Wasij, Distrik farab ( sekarang di kenal dengan nama atrar , Turkistan pada tahun 257 H ( 870 M ) .[9] Di sebut Farabi karena kelahirannya di farrab , yang juga di sebut kampung utrar . Dahulu masuk daerah Iran , akan tetapi sekarang menjadi bagian dari Republik Uzbekistan , dalam daerah Turkestan , Rusia . Ayahnya berkebangsaan Persia sebagai seorang Jenderal , yang memiliki posisi penting di Parsi. dan Ibunya berkebangsaan Turki .Kepribadian Al- Farabi , sejak kecil ia tekun dan dan rajin belajar . Dalam berolah kata , tutur bahasa , ia mempuyai kecakapan luar biasa.
            Al Farabi , waktu masih mudanya , talah berjalan meninggalkan kampung halaman tercintanya yaitu Farrab. demi mencari ilmu pengetahuan . Kemudian ia sampai di Baghdad . Di sana ia belajar tentang ilmu bahasa Arab , dan kemudia ia meneruskan pelajaran tentang ilmu logika pada Abu Basyar Matta, putra Yunus. Untuk memperoleh Ilmu Filsafat , ia pergi ke harran , dan di sana ia menjadi murid Yuhahhan Ibnu Khailan . ia juga sangat tertarik akan ilmu – ilmu Ariestuteles, yang di berikan oleh Yuhanna , buku Anima, di bacanya sampai dua ratus kali , berulang ulang . Buku Phisica , di bacanya sampai empat puluh kali.
  Kemudia ia mengembara di sepanjang jalan raya Suria , Mesir dan akhirnya ia sampai ke Damaskus , dalam keadaan miskin . Di Damaskus , ia mendapatkan pekerjaan sebagai tukang jaga kebun, pada malam hari. Kemudia kesungguhan dan ketekunanya dalam belajar tedengar oleh Pangeran Saiful Daulah. Sebagai Pangeran Damaskus Dikala itu , ia memberikan bantuan kepada al- Farabi , empat dirham sehari. Al- Farabi merasa puas dengan bantuan yang sedikit ini . dan dengan inilah ia belajar , mengajar, mengarang , dan lain – lain pekerjaan , dalam dunia kesusastraan. . 
Al Farabi memperdalami semua Ilmu yang telah di selidiki Al – Kindi , Sehinga tidaklah heran jika paham filsafatnya tidak jauh berbeda dengan filsafatnya Al- Kindi. Perbedaannya hanyalah, bila al- Farabi cenderung kepada sufi ( tasawwuf ) sedang kan al- Kindi tidak. Al- Farabi menjadi besar di mata Dunia , terutama di Dunia Eropa , bukan saja lantaran kemampuan di bidang filsafat , akan tetapi karena ilmu logika ( mantik ) dan metafisika, selain dari pada itu, ia pun mempuyai aliran sendiri dalam ilmu filsafat politik. Juga ia mempuyai keahlian didalam dunia musik yang ia tingkatkan menjadi sebagai ilmu. 
  Al- Farabi yang mula mula menulis tentang “ Assiyasatul madaniah “ yakni yang di namakan orang sekarang “ Politik ekonomi ( menurut kami yang pas secara lafdiyahnya adalah politik negara bukan politik Ekonomi ) “ yang di pandang oleh orang Eropa pada umumnya , sebagai pendapat yang orisinil. Meskipun seorang filusuf Muslim , pada abad sebelumnya telah menguraikan dasar- dasar ilmu tersebut, dan sesudah Al- Farabi diikuti lagi oleh seorang filusuf muslim pula yaitu Ibnu Khaldun dalam kitabnya yang masyhur “ Muqaddimah “ dengan tidak diantar oleh filusuf lainnya. Dari tangan Ibnu Khaldun ilmu ini sampai ke Maciavelli , Hegel , Gibbon, dan lain – lainnya. Konon kitab ‘ Assyiyasatul Madaniyah “ ada yang di cetak di Beirut 1906. Dalam encyclopaedia of science ( Ihsaul Ulum ) ia memberikan ihtisar umum tentang semua ilmu , Sebuah ihktisar karya ini dalam bahasa latin memperlihatkan sedikit gambaran tentang luasnya lapangan yang di bicarakan yng terbagi atas lima bagian , yaitu berbagai cabang ilmu pengetahuan : bahasa , logika , Ilmu Pasti, , ilmu alam dan ilmu Ekonomi. , politik dan sosial. Sebuah karya Al- Farabi lain dan masyhur yang dengan luas di pergunakan Roger Balcon dan Albertus Magnus ialah tafsirannya atas organun , karangan arestoteles yang sebelum itu amat sulit untuk di fahami oleh orang yang hendak mempelajarinya. 
  Karangan “ tendensi Filsafat Plato dan Aresto teles “ uraiannya tentang etika berjudul “ As Sirat ul Fasilah “ yang merupakan sebagian dari hasil karnyanya yang lebih luas dan lebih besar berjudul “ Mabadiul Maujudad “ , memperlihatkan sifat inteleknya yang serba segi. Dan al farabi meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa karya – karyanya yang agung pada usia 80 tahun di damaskus pada bulan Desember 950 M .
 
H. Karya-karya Al- Farabi ;

            Karangannya dalam ilmu musik, bernama al- musiqa , dipandang orang sebagai sebuah karangan terpenting , dalam ilmu musik Selain dari pada karya yang tersebut diatas , karya al- farabi lainnya , antara lain:
a.       Syuruh Risalah Zainun al – Kabir al- Yunani
b. Al- Ta’liqat.
c. Risalah fima yajibu Ma’rifat qabla Ta’allumi al Falasifah
d. Kitab Tashil al- Sa’adah
e. Risalah fil Itsbat al Mufaraqah
f. Uyun Al – Masa’il .
g. Ara’ Ahl al Madinah al- Fadilah. 
h. Ihsha’ Al Ulum wa al – Ta’rif bi aqhradiha,
i. Maqalat Fima’ ani al- Aql.
j. Fushul al- Hukm,
k. Risalah al- Aql’
l. Al Syiyasah Al Madinah
m. Al- Masail al. Falsafiyah wa al Ajwibah ‘ anha.
n. Al- Ibanah’ an Ghardi Aristo fi kitabi ma ba’da al tabi’ah. 
I. Pemikiran AL-Farabi
a.          Pemaduan filsafat
  Al- Farabi berusaha memadukan beberapa aliran filsafat yang sebelumnya terutama pemikitan plato, Aristoteles , dan plotinus , juga antara agama dan filsafat. Karena itu ia terkenal dengan filsuf sinkretesme yang mempercayai kesatuan filsafat Dalam Ilmu logika dan fisika ia di pengaruhi oleh aristoteles . Dalam masalah akhlak dan politik , ia di pengaruhi oleh Plato, Sedangkan dalam masalah metafisika , ia di pengaruhi oleh platinous.
Sebenarnya , usaha kearah sinkretisme pemikiran telah di mulai muncul pada aliran neo – Platonisme. Namun Al- Farabi lebih luas karena ia bukan saja mempertemukan aneka aliran filsafat , juga penekanannya bahwa aliran- aliran filsafat itu pada hakekatnya satu , meskipun pemunculannya berbeda corak ragamnya.
  Al- Farabi menggunakan interpretasi batini , yakni dengan menggunakan ta’wil bila menjumpai pertentangan pemikiran antara Plato dan Aristoteles . Menurut Al- Farabi , sebenarnya Aristoteles mengakui alam rohani yang terdapat di luar alam ini .  Kalaupun terdapat perbedaan , maka hal itu tidak lebih dari tiga kemungkinan:
1.  Definisi yang di buat filsafat tidak benar
2.      Pendapat orang banyak tentang pikiran – pikiran falsafi dari kedua filsuf tersebut terlalu dangkal . Adanya kekeliruan dalam pengetahuan orang orang yang menduga bahwa antara keduanya terdapat perbedaan dalam dasar- dasar falsafi;
3.      Pengetahuan antra adanya perbedaan antara keduanya tidak benar . Padahal definisi filsafat menurut keduanya tidaklah berbeda, yaitu suatu ilmu yang membahas tentang yang ada secara mutlak .
      Adapun perbedaan agama dengan filsafat, tidak mesti ada karena karena keduanya mengacu kepada kebenaran , dan kebenaran itu hanyalah satu, kendatipun posisi dan cara memperoleh kebenaran itu berbeda, satu menawarkan kebenaran dan lainnya mencari kebenaran. Tetapi kebenaran yang ada pada keduanya dalah serasi karena bersumber dari akal aktif. Kebenaran yang diperoleh filsuf dengan perantaraan Akal Mustafad, Sedangkan agama melaui wahyu dengan perantaraan nabi. Dan al- Farabi mengagungkan filsafat dari agama , karena ia mengakui bahwa ajaran agama Islam Mutlakl kebenarannya.
a.       Meta Fisika.
              Dalam Maslah ketuhanan Al- Farabi mengunakan pemikiran Aristoteles dan neo-Platonisme , yakni al- Maujud al- Awwal sebagai sebab pertama bagi segala yang ada . Dalam Pembuktian adanya Tuhan Al- Farabi mengemukakan dalil Wajib al- Wujud dan Mumkin al Wujud , menurutnya segala yang ada ini dua kemungkinan dan tidak ada alternatis yang ketiga.
      Wajib al – wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak ada, adanya dengan sendirinya , esensi dan wujudnya adalah sama dan satu. Ia adalah wujud yang sempurna selamanya dan tidak didahului oleh tiada , Jika wujud ini tidak ada , maka akan timbul kemustahilan , karena wujud lain untuk adanya tergantung kepadanya. Inilah yang di sebut dengan Tuhan.
Mumkin al- Wujud maksudnya adalah Tidak akan berubah menjadi wujud aktual tanpa adanya wujut yang menguatkan , dan yang menguatkan itu bukan dirinya tetapi wajib al- wujud. . Walau pun demikian , mustahil terjadi daur dan tasalsul ( Prosessus in infinutum ) , kerena rentetan sebab akibat itu akan ber akhir pada wajib al- wujud.
Al- Farabi menglkasifikasikan yang wujud kepada dua rentetan yaitu :[10] 
1.       Rentetan wujud yang esensinya tidak berfisik . termasuk dalam hal ini Varitas yang tidak berfisik dan tidak menempati fisik ( Allah , akal pertama , dan uqaul al- akhlak ) , serta yang tidak berfisi tetapi bertempat pada fisik ( Jiwa, bentuk , dan materi ) .
2.      Rentetan wujut yang berfisik yaitu benda benda lagit , manusia , hewan , tumbuh – tumbuhan , benda – benda tambang , dan unsur-0 unsur yang empat ( air, udara, tanah, dan api ).
  Tujuan Al- Farabi mengemukakan teori emanasi tersebut untuk menegaskan ke maha Esaan Tuhan . Karena tidak mungkin yang Esa berhubungan dengan yang tidak Esa atau banyak . Adai kata alam di ciptakan secara langsung , mengakibatkan Tuhan berhubungan dengan yang tidak sempurna , dan ini menudai ke Esaannya . Jadi dari Tuhan yang maha Esa hanya muncul satu yakni akal pertama yang berfungsi sebagai perantara dengan yang banyak. Disamping itu Tuhan juga bagi Al Farabi tidak mempuyai kehendak , karena hal itu membawa ketidak sempurnaan , termasuk melimpahnya yang banyak dari dirinya secara sekali gus dan itu tidak terjadi dalam waktu . dari pendapat ini al- Farabi haya menyatakan alam adalah taqoddum zamani bukan taqoddum zati.
b. Jiwa
            Al farabi dalam masalah Jiwa di pengaruhi oleh Filsafat Plato dan arestoteles dan platinus. Jiwa bersifat rohani , bukan materi , terwujut setelah adanya badan dan jiwa tidak berpindah – pindah dari suatu badan ke badan yang lain .
 Jiwa – jiwa manusia mempuyai daya- daya , sebagai berikut. :[11]
1.      Daya gerak seperti makan , memelihara dan berkembang.
2.      Daya mengetahui yaitu ; merasa , Imaginasi
3.      Daya berfikir yakni : Akal praktis dan teoritis 
Daya teoritis terbagi kepada tiga tingkatan:
·         Akal Potensial baru mempuyai potensi berpikir dalam arti ;
·         melepaskan arti – arti atau bentuk – bentuk dari meterinya.
·         Akal Aktual , telah dapat melepaskan arti – arti dari materinya , dan arti –arti itu telah mempuyai wujud akal dengan sebenarnya , bukan lagi dalam bentuk potensi , tetapi dalam bentuk aktua.
·         Akal Mustafad ; telah dapat menangkap bentuk semata- mata yang tidak di kaitkan dengan materi dan mempuyai kesanggupan mengadakan komonikasi dengan akal.
c. Politik 
  Pemikiran al- farabi lainnya yang amat penting adalah tentang politik yang ia tuangkan dalam dua karyanya , al Syiyasah Al madaniyyah ( pemerintahan politik ) dan arra’al madinah al fadilah ( pendapat negara utama ) bayak di pengaruhi oleh konsep plato yang menyamakan konsep negara dengan tubuh manusia ada kepala , tangan , kaki. Dan naggot tubuh lainnya yang masing – masing mempuyai fungsi tertentu . yang paling penting dari tubuh manusia adalah kepala , karena dari kepalalah segala perbuatan manusia di kendalikan. Sedangkan untuk mengendalikan kerja otak di lakukan oleh hati . demikina juga dalam negara. Menurut al Farabi yang amat penting dalam negara adalah pimpinannya atau penguasanya bersama – sama bawahannya sebagai mana halnya jantung dengan organ – organ tubuh yang lebih rendah secara berturut- turut. Pengusa ini harus yang paling unggul baik dalam bidang inteklektual maupun muralnya diantara yang ada. Disamping daya fripentik yang di karuniakan tuhan kepadanya ; ia harus mempuyai kwalitas kwalitas yang berupa :
1.      Kecerdasan , 
2.      Ingatan yang baik 
3.      Pikiran yang tajam
4.      Cinta kepada pengetahuan
5.      Sikap moderat dalam hal makanan , minuman , dan seks
6.      Cinta kepada kejujuran
7.      Kemurahan hati.
8.      Kesederhanaan
9.      Cinta kepada keadilan . 
10.  Ketegaran dan keberanian serta kesehatan jasmani
11.  Kefasihan berbicara.
e. Moral . 
                                Al – farabi menekan empat jenis sifat utama yang harus menjadi pehatian untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat bagi bangsa – bangsa dan setiap warga negara yakni;
1.      keutamaam tioritis yaitu; prinsip prinsip pengetahuan yang di peroleh sejak awal tanpa di ketahui cara dan asalnya, juga yang di peroleh dengan kontemplasi , penelitian , dan melalui belajar dan mengajar,
2.      Keutamaan pemikiran adalah yang memungkinkan orang mengetahui hal hal yang bermanfaat dalam tujuan . termasuk dalam hal ini kemampuan membuat aturan – aturan karena itu di sebut keutamaan jenis ini dengan keutamaan pemikiran budaya. ( fadhail ‘il fikriyyah madaniyyah ).
3.      Keutamaan akhlak bertujuan mencari kebaikan , jenis keutamaan ini berada di bawah dan menjadi syarat keutamaan pemikiran kedua jenis keutamaan tersebut terjadi dengan tabiatnya dan bisa juga terjadi dengan kehendak sebagai peyempurna tabiat atau watak manusia.
4.      Keutamaan amaliyah di peroleh dengan dua cara yaitu peryataan – perytaan yang memuaskan dan merangsang . cara lain adalah pemaksaan.
            Selain di atas al Farabi menyarankan agar bertindak tidak berlebihan yang dapat merusak jiwa dan fisik . atau mengambil posisi tengah – tengah.
f. Teori kanabian .
  Teore kenabian yang di ajukan al Farabi di motivisir oleh pemikiran filosofis pada masanya yang mengingkari eksistensi kenabiyan . Menurut al Farabi manusia dapat berhubungan dengan aql fa’al melalui dua cara yakni penalaran atau renungan pemikiran dan imaginasi ( al mutakhayyilah ) yang sangat kuat atau intuisi ( Ilham ) .
Cara pertama hanya dsapat dilakukan oleh pribadi pribadi pilihan yang dapat menembus alam materi untuk dapat mencapai cahaya keTuhanan sedangkan .
cara kedua hanya dapat di lakukan oleh nabi . Perbedaan kedua cara tersebut hanya pada tingkatannya, dan tidak mengenai isensinya.
  Ciri has seorang nabi bagi Al Farabi adalah mempuyai daya imaginasi yang kuat di mana obyek indrawi dari luar tidak dapat mempengaruhinya ketika ia berhubungan dengan aql fa’al ( Kesepuluh malaikat ) ia dapat menerima visi dan kebenaran dalam bentuk wahyu .
  Dari beberapa uraian di atas maka dengan sepantasnya bila Al farabi di kenal sebagai filsuf Islam yang terbesar , memiliki keahliyan dalam banyak bidang keilmuwan dan memandang filsafat secara utuh dan menyeluruh serta mengupasya dengan sempurna.
g. Teori Alam
Tentang penciptaan alam, Al-Farabi menggunakan teori Neo-Platonisme-monistik tentang emanasi.
Bagi Al-Farabi, Tuhan menciptakan alam semenjak azali dengan materi alam berasal dari energy yang qadim. Sedangkan susunan materi yang menjadi alam adalah baru.[12]
Adapun proses terjadinya yang banyak dari yang satu, Al-Farabi berpegang pada asas: yang bearasal dari yang satu pasti satu juga (la yafidu an al-wahid alla wahidun).





BAB III
KESIMPULAN
Al-Kindi adalah seorang filosuf Islam yang berupaya memadukan ajaran-ajaran Islam dengan filsafat Yunani. Sebagai filosuf, Al-Kindi mempercayai kemampuan akal untuk mendapatkan pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi pada saat yang sama ia juga mengakui bahwa akal mempunyai keterbatasan dalam mencapai pengetahuan metafisik. Karena itulah al-Kindi mengatakan bahwa keberadaan nabi sangat diperlukan untuk mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu tuhan. Dari sini dapat diketahui bahwa al-Kindi tidak sependapat dengan para filosuf Yunani dalam hal-hal yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama Islam yang diyakininya. Contohnya menurut al-Kindi alam berasal dari ciptaan tuhan yang semula tiada, sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi. Karena itulah al-Kindi tidak termasuk filosuf yang dikritik al-Ghozali dalam kitabnya Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan Para Filosuf).
Karangan-karangan Al-Kindi umumnya berupa makalah-makalah pendek dan dinilai kurang mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan al-Farobi. Namun sebagai filosuf perintis yang menempuh jalan berbeda dari para pemikir sebelumnya, maka nama al-Kindi naik daun dan mendapat tempat yang istimewa di kalangan filosuf sezamannya dan sesudahnya. Tentu saja ahli-ahli pikir kontemporer yang cinta kebenaran dan kebijaksanaan akan senantiasa merujuk kepadanya.
  Menurut penjelasan Al- Farabi , pokok – pokok pembahasan logika ialah untuk memeriksa dan memperbedakan , antara benar dan palsu . penyelidikan ini akan membawa kita pada suatau ilmu, atau pendapat , yang belum kita ketahui .
Karena itu, yang menjadi sasaran dalam pelajaran logika adalah memperbedakan baik dan jahat , benar dan salah. Sehingga akhirnya , kita akan sampai pada tahap kesempurnaan . Kesempurnaan dapat membersihkan jiwa – jiwa yang bersih , akan dapat mencapai keberuntungan sempurna dan keputusan yang sebenarnya. Al- farabi tegas menyatakan bahwa logika itu , adalah bagian filsafat dalam arti bukan ilmu yang berdiri sendiri .

                                          
                                           DAFTAR  PUSTAKA

1.      Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009),
2.      Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1973),         
3.      Muhammad Athif al-Iraqi, Tajdid fi al-Madzhab al-Falasafiyyah wa al-Kalamiyyah (Kairo; Da al- Ma’arif, 1979),
4. Hasyimsyah Nasution MA. Dr. Filsafat Islam ( Gaya Media Pratama Jakarta,
 2002)
  







[1] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm, 50


[2] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm, 50


[3] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm, 52
                                                                                                          

[4] http://blog.uin-malang.ac.id/raditz/2010/11/01/al-%E2%80%93-kindi/                         

[5] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1973), hlm, 56
[6] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm, 54
[7] . Muhammad Athif al-Iraqi, Tajdid fi al-Madzhab al-Falasafiyyah wa al-Kalamiyyah (Kairo; Da al- Ma’arif, 1979), hlm, 124

[8] Muhammad Athif al-Iraqi, Tajdid fi al-Madzhab al-Falasafiyyah wa al-Kalamiyyah (Kairo; Da al- Ma’arif, 1979), hlm, 90-91
[9] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm, 80
        
[10] Hasyimsyah Nasution MA. Dr. Filsafat Islam ( Gaya Media Pratama Jakarta, 2002) 
[12] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta; Bulan Bintang, 1973), 37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar