Pemikiran
Filsafat dalam Islam
Oleh:
Suamnto
PENDAHULUAN
Filsafat bertugas memahami realitas untuk memahami esensinya, asasnya yang fundamental atau apa yang menjadi substansi dasar dari segala realitas, segala yang ada. Upaya memahami realitas diperlukan pemikiran yang mendalam, radikal dan sistematik. Di sini diperlukan keinsafan berpikir. Insaf artinmya: teliti dan teratur menurut prosedur yang jelas.
Islam
memberikan ruang bagi dinamika pemikiran yang melahirkan pemikiran filosofis.
Islam sebagai agama bukan semata fenomena sui-generis yang tidak dapat ditelaah
dengan sistem pemikiran dan filosof sepanjang sejarahnya. Tugas kita sekarang
adalah memelihara dan menelaah pemikiran-pemikiran filosofis para filosof
muslim masa lalu. Tetapi dalam telaah pemikiran tersebut bukan hanya dalam hal
konsep-konsep substansialnya saja, tetapi yang lebih penting adalah tata-pikir
yang digunakan dalam melahirkan konsep itu. Dengan hanya mewarisi konsep-konsep
kefilsafatan itu kita memang menjadi kagum dan bangga, tetapi kita tidak bisa
bersikap kritis untuk melakukan rekonstruksi pemikiran yang dibutuhkan untuk
saman sekarang. Inilah masalah yang kami pandang mendesak untuk direnungi oleh
generasi muslim dewasa ini.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat Islam
dan Filsafat
Filsafat
berasal dari bahasa Arab yakni Falsafa,[1]
yang memiliki arti al-hikmah, dalam bahasa Inggris filsafat disebut
philosophy, sedang akar katanya berasal dari bahasa Yunani berupa kata majemuk
terdiri dari kata Philos berarti cinta atau suka, dan kata Sophia artinya
bijaksana. Jadi secara etimologis kata filsafat memberikan pengertian cinta
kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom), orangnya disebut philosopher,
failasuf atau filosof.
Secara
terminologis, filsafat mempunyai begitu banyak defenisi dan arti, sebanyak para
filosof memberikan pengertian dan batasan, berikut penulis coba mengemukakan
beberapa defenisi :
Ø Pythagoras (572-497 SM) adalah filosof pertama yang menggunakan
kata filsafat dan berpandangan bahwa filsafat adalah mencari keutamaan mental
(the pursuit of mental excellence).
Ø Plato (427-347 SM) berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan
tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli.
Ø Aristoteles (384-332 SM) memandang filsafat sebagai ‘teologi’
karena filsafat menurutnya menyelidiki sebab dan asas segala terdalam dari
wujud yaitu Aktus Murni (dalam Islam ialah Allah pen.)
Ø Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) mengungkapkan bahwa filsafat
merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk
mencapainya.
Ø Al Farabi (W. 950 M), merumuskan filsafat sebagai ilmu tentang
alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Ø Ibnu Rusdy (1126-1198 M) menyatakan bahwa filsafat merupakan
pengetahuan ‘otonom’ yang harus ditelaah oleh manusia karena dikaruniai akal,
dan Al-Qur’an mewajibkan manusia berfilsafat untuk menambah dan memperkokoh
keimanan kepada Allah.
Ø Al Juwaini (W.438 H) membagi filsafat kedalam dua hal yaitu
wujud dan alam.
Immanuel Kant
(1724-1804 M), memformulasikan filsafat sebagai ilmu pokok atau dasar dari
segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat masalah, yaitu :
Apa yang dapat kita ketahui ?
(dijawab oleh metafisika)
Apa yang boleh kita kerjakan ?
(dijawab oleh etika/norma)
Sampai dimana harapan kita ?
(agama yang menjawab)
Apa yang dinamakan manusia ?
(antropologi yang menjawab)
Deng Fung Yu
Lan mendefenisikan filsafat sebagai pikiran yang sistematis dan refleksi
tentang hidup.
H. Hamersama
memberi pengertian filsafat sebagai pengetahuan metodis, sistematis, dan
koheren (bertalian) tentang seluruh kenyataan.
Harun
Nasution mengatakan bahwa filsafat ialah berfikir menurut logika (tata tertib)
dengan bebas tidak terikat tradisi, dogma atau agama serta dengan
sedalam-dalamnya sehingga mencapai dasar persoalan.[2]
Sidi Gazalba
memberi pandangan bahwa filsafat ialah berpikir secara mendalam, sistematik,
radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada.
I.R
Poedjawijatna mengatakan bahwa filsafat adalah ingin mengerti kepada sesuatu
hal dengan mendalam dan cinta akan kebijaksanaan.
Dari beberapa
defenisi yang diungkapkan diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
filsafat adalah berfikir radikal, radix artinya akar, sehingga berpikir radikal
artinya sampai ke akar suatu masalah, mendalam sampai ke akar-akarnya. Filsafat
juga berfikir dalam tahap makna, ia mencari hakikat makna dari sesuatu atau
keberadaan dan kehadiran makna dari sesuatu atau keberadaan dan kehadiran.
Sedangkan
Filsafat Islam merupakan penggabungan dua suku kata filsafat dan Islam, Islam
secara semantic berasal dari kata salima yang artinya selamat sejahtera atau
terpelihara dari sesuatu yang menimpanya. Islam artinya menyerahkan diri kepada
Allah dan dengan kata menyerahkan diri kepada-Nya maka ia memperoleh
keselamatan dan kedamaian. Dalam pengertian menyerah, maka semua makhluk
ciptaan Allah, gunung, samudra, udara, air, cahaya dan bahkan setan pun, pada
hakikatnya adalah Islam, dalam arti tunduk dan menyerah kepada Penciptanya,
pada hukum-hukum yang sudah ditetapkan dan berlaku pada dirinya sebagai
sunnatullah (termasuk hukum alam).
Filsafat
Islam juga biasa disebut dengan hukkam al-Islam, hukkam berasal dari kata al-hikmah,[3]
berarti perkara tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dengan alat tertentu,
yaitu akal dan metode berpikir. Dalam surat Al-Baqarah ayat 269 Allah
menegaskan dalam Firman-Nya yang artinya :
“ Allah menganugerahkan
al-hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah) kepada siapa
saja yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah) “
Jadi filsafat
Islam pada hakikatnya adalah filsafat yang bercorak Islami. Islam menempati
posisi sebagai sifat, corak dan karakter dari filsafat. Filsafat Islam bukan
filsafat tentang Islam. Filsafat Islam artinya berfikir yang bebas, radikal,
dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan karakter yang
menyelamatkan dan memberikan kedamaian hati. Dengan demikian, filsafat Islam
berada dengan menyatakan keberpihakannya dan tidak netral. Keberpihakannya
adalah kepada keselamatan dan kedamaian.
B.
Sejarah dan Perkembangan
Pemikiran Filsafat Islam
Berbicara
sejarah filsafat Islam tidak bisa lepas dari pengaruh yang masuk ke dalamnya
baik dari tradisi filsafat Yunani, maupun tradisi filsafat timur. Karena
filsafat Yunani juga terpengaruh oleh filsafat timur, hal ini secara genuin,
dijelaskan oleh Joel L. Kraemer bahwa :[4]
“ Filosof-filosof Yunani pra-Socrates seperti
Empedokles, telah belajar kepada Luqman ‘sang filosof’ (Luqman al-Hakim) di
Syro-Palestina pada masa Nabi Daud, atau Pythagoras diyakini telah belajar
fisika dan metafisika pada murid-murid Nabi Sulaiman di Mesir, dan belajar
geometri pada orang-orang Mesir. Kemudian para filosof semacam ini membawa
tradisi ‘filosofis’ yang mereka serap dari Timur menuju Yunani, untuk
dikembangkan lebih lanjut”.
Darius
penguasa Persia pada abad 1 SM dikalahkan oleh Alexander Agung
(Zulkarnaen.pen),lalu dimulailah babak baru penyatuan kebudayaan Yunani dan
Persia, dan menjadikan Iskandariah pusat sains dan filsafat Yunani dengan
mempertemukan Hellenisme dan Neo-Platonisme serta berkembang ke daerah Antiokia
Nissibis dan Edessa yang disebarkan oleh kelompok Monophysit dan Kristen
Nestorian.
Menurut Ibrahim
Madkour bahwa aliran Alexanderia (Iskandariah.pen) adalah benang merah yang
menghubungkan peradaban Yunani dengan pemikiran Timur (Islam.pen), hubungan ini
semakin kuat setelah Justanius menutup sekolah Athena (529 M) yang eksesnya
banyak guru Athena beralih dan mengajar keberbagai Madrasah Timur seperti di
Ruhha, Nasibin, Hiran dan Jundisrahpur.[5]
Tradisi
pemikiran dalam Islam sendiri terus mengalami dinamika perkembangan baik pada
masa Rasulullah, sahabat, tabiin, tabiin tabiin sampai sekarang. Doktrin penghargaan
yang tinggi kepada akal sebagai salah satu sumber pengetahuan dan kebenaran,
penyuaraan urgensi penalaran dalam Al-Qur’an dan Hadist, “ikut berjasa” menjaga
dinamika perkembangan dalam tradisi pemikiran Islam walaupun nanti terlihat
perbedaan corak dan warna yang mendasar pada masa Rasulullah dan dua generasi
setelahnya, dengan generasi berikutnya yang akan penulis terangkan lebih
lanjut. Istilah dalam Al-Qur’an atau Hadist sendiri yang terkait urgensi
penalaran seperti nazhar, tadabur, tafakkur dan sebagainya.
Pada masa
Rasul dan satu generasi setelahnya, corak dan warna perkembangan pemikiran
sangat terbatas. Masalah ketuhanan, kenabian dan al-Sam’iyyat , sangat jarang
dibicarakan apalagi realitas alam, manusia, dan kehidupan dengan pemikiran radikal
dan menimbulkan perbedaan, karena setiap masalah yang timbul akan langsung
dipecahkan oleh Rasul. Setelah Rasul wafat, hal tersebut diselesaikan oleh para
sahabat generasi awal.
Kaum muslimin
generasi awal menghadapi semua masalah, baik masalah ketuhanan (adanya ayat
yang memberi kesan tasbih dan tajsim) dihadapi dengan ketundukan hati dan
pasrah diri, tanpa perlu mengkaji, analisa apalagi sampai mentakwil ayat
tersebut, karena pada kenyataannya akidah Islam sangat mudah dan sederhana,
hanya menuntut pemeluknya beriman bahwa Allah Esa, Muhammad adalah Rasul-Nya.
Fakta sejarah
menunjukkan, timbulnya firqah dalam Islam yang merupakan cikal bakal
terbentuknya aliran pemikiran bukan diawali problematika ketuhanan, tetapi
lebih disebabkan persoalan politik yang melahirkan topik dosa besar, sabar,
iktiar, imamah dan khalifah, serta saling mengkafirkan.[6]
Namun kondisi ini tidak berlangsung lama, asimilasi mengambil bagian, berbagai
gelombang asing menyusup ke dalam dunia Islam.
Bangsa Persia
yang awalnya memeluk agama Zoroaster dan Mazdakiah, memeluk Islam karena
daerahnya ditaklukan dan secara tak langsung membawa pemikiran dan ide
ketuhanan agama lama. Selain itu ada juga bangsa Yahudi Jazirah Arab yang masuk
Islam dan mulai berbicara masalah sam’iyat, sehingga terbukalah pintu untuk
cerita Isra’iiliyat dan hadist palsu dalam bidang ini. Ada lagi hubungan yang
terjadi antara Daulah Abbasiyah dan tokoh-tokoh dari sekte agama Nasrani di
Syam, Mesir atau Syam dalam menterjemahkan peradaban Suryani dan Yunani. Adapun
beberapa orang yang terpengaruh dengan hal diatas dan melontarkan idenya antara
lain :
Al-Ja’ad bin Dirham, melontarkan
isu yang membentangkan jalan bagi problem “ apakah Al-Qur’an itu Makhluk “
Al-Jahm bin Safwan (127 H-745
M),[7]
yang mengingkari sifat-sifat tuhan walaupun bertentangan dengan nas-nas
Al-Qur’an.
Berikut Fase tumbuh dan
berkembangnya filsafat dalam Islam :
Fase
pertama
Fase ini
dimulai dari peristiwa tahkim Ali dan Muawiyah yang melahirkan firqah dalam
Islam akibat ketidak puasan dari hasil takim tersebut. Pada awalnya mereka
hanya berbicara politik, namun merembet kemasalah teologi seperti dosa besar,
imamah, khalifah. Teologi ini dibicarakan lebih untuk menjustifikasi kebenaran
kelompoknya. Khawarij,
Syiah dan Murjiah lahir pada masa ini.
Fase kedua
Masa ini
ditandai dengan asimilasi terutama pemikiran antara umat Islam (Arab), dengan
kaum ajam (non Arab seperti Parsi, Nasrani, Yahudi yang masuk Islam ) pada
daerah taklukan yang masing-masing sudah lebih dahulu menggunakan akal dalam
membahas masalah dalam agamanya yang lama. Periode ini juga ditandai dengan
masuknya filsafat Yunani tanpa sengaja ke dalam dunia Islam. Maksud tidak
sengaja karena umat Islam memang tidak sengaja mencari filsafat Yunani untuk
dipelajari, namun secara alami melalui interaksi, terutama pada tiga kota yang
sudah berasil ditaklukan yaitu Iskandariah, Syiria dan Yundi Shapur.
Pada masa ini
yang awal sekali dipelajari umat Islam adalah ilmu Kedokteran ketika dokter
Maserqueh menerjemahkan kitab Pastur Ahran bin Ayun yang berbahasa Suryani ke
dalam bahasa Arab. Kegiatan berlangsung pada masa Khalifah Marwan bin Hakam
(64-64 H), yang tetap disimpan dan dijaga diperpustakaan sampai Khalifah Umar
bin Abdul Aziz (99-101 H) mengeluarkannya agar dapat dimanfaatkan umat Islam.
Saat ini juga muncul aliran pemikiran Mu’tazillah yang diprakarsai oleh Wasil
bin Atha, sangat kental dengan pemujaan akal yang dipengaruhi oleh filsafat Yunani.
Tokoh-tokohnya banyak belajar dan membaca buku-buku filsafat Yunani, seperti
Abu Al-Hudzail al-Allaf, Ibrahim al-Nazhzham, Bishr Ibn al-Mu’tamir dan
lainnya. Aliran ini sering dianggap sebagai pendiri ilmu teologi Islam, yang
banyak berbicara tentang filsafat dalam Islam.
Fase ketiga
Periode ini
bisa juga disebut masa filsafat Yunani diterjemahkan secara besar-besaran dan
serius, karena setelah dinasti Abbasiyah berkuasa dan pusat pemerintahan
dipindahkan ke Baghdad, hal tersebut dilakukan. Diprakarsai oleh al- Makmun hal
ini serius dilaksanakan, karena menurutnya ada dua alasan yang mendesak :[8]
·
Terdapat banyak perdebatan
soal agama antara umat Islam dengan Nasrani beserta Yahudi dilain pihak yang
memakai ilmu Yunani yaitu logika, oleh karena itu umat Islam juga sangat
membutuhkan filsafat Yunani sebagai “senjata” mengimbangi orang Nasrani dan
Yahudi.
·
Banyaknya kepercayaan dan
pikiran Parsi masuk kepada umat Islam, orang Parsi dalam menguatkan kepercayaan
memakai ilmu berpikir berlandaskan filsafat Yunani.
Secara umum,
penerjemahan filsafat Yunani ke dalam Islam terbagi dalam
dua tahap, yaitu :
·
Penerjemahan secara tidak
langsung, yaitu filsafat Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh orang
ahli bahasa Suryani, Yunani, Syiria dan Parsi yang kebanyakan beragama Nasrani.
·
Pensyarahan terhadap hasil
karya terjemahan sebagaimana yang disebutkan pada poin 1 (satu) oleh para ahli
atau pemikir Islam yang pada gilirannya melahirkan filosof muslim seperti :
al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina,
Ibnu Rusdy dan lainnya.
C. Urgensi danTinjauan Singkat Pemikiran Filsafat dalam Islam
Islam
adalah agama yang mewajibkan penganutnya menuntut ilmu pengetahuan. Al-Qur'an
merangsang manusia agar memanfaatkan segala instrumen pengetahuannya untuk
memahami realitas. Al-Qur'an memerintahkan pancaindera (sensual) melalui
pengamatan empiris (observasi dan eksprerimen) (Q.S.7: 179, 32:28, 10:68, 30:23
dsb.). Al-Qur'an juga memerintahkan menggunakan akal dengan telaah rasional
terhadap fenomena alam (Q.S. 3:190-192 dsb.); disamping itu juga memerintahkan
menggunakan intuisi batin (Q.S. 7:171, 22:46).[9]
Jadi, Islam mengakui realitas empirik, rasional dan supra-rasional, tidak
mengenal yang irrasional.
Perintah-perintah
al-Qur'an tersebut di atas menanda-kan bahwa dalam tubuh Islam sendiri dapat
menjadi sumber lahirnya pemikiran filosofis untuk memahami esensi, memahami
maksud ciptaan Allah di alam semesta dan memahami maksud Allah dalam al-Qur'an.
Umar bin Khattab seorang pemikir dan khalifah kedua melahirkan
pemikiran-pemirkan sebagai hasil telaah terhadap realitas sosial dan berupaya
menangkap maksud Tuhan dalam al-Qur'an. Beliau menelorkan tidak kurang dari 70
buah pikiran hasil ijtihadnya yang sudah berbeda jauh dari pemahaman masyarakat
Islam sebelum-nya. Banyak pemikir muslim pertama yang mampu menelorkan
pemikiran-pemikiran berani.
Filsafat
Islam berkembang pesat ketika wilayah Islam meluas sehingga bersentuhan dengan
budaya Persia, India, Mesir, Yunani dsb. Budaya tersebut merangsang lahirnya
filsafat dalam Islam yang diwakili oleh al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina,
al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Kecuali al-Ghazali, corak pemikiran mereka bersifat
sinkritisme-kreatif antara filsafat Yunani dan ajaran Islam. Filsafat tersebut
banyak tertarik pada soal kosmologi, asal usul alam semesta. Sayang sekali,
pemikiran mereka sangat rasionalis-tik, lebih menonjolkan telaah rasional
dengan cara deduktif, baik dalam pemikiran tentang alam semesta, pemaknaan ayat
al-Qur'an maupun dalam penghayatan mistik.
Di
abad ke-10/11 muncul al-Ghazali mengeritik pemakaian rasio oleh al-Farabi dan
Ibnu Sina. Al-Ghazali mengerik habis-habisan kemampuan inderawi (empiri) dan
rasio (nalar) sebagai instrumen yang tidak mampu memahami realitas. Al-Ghazali
mengandalkan penghayatan intuitif (qalb) sebagai kekuatan satu-satunya yang
handal dalam menangkap realitas dan memakrifah Allah. Pandangan al-Ghazali
tersebut oleh sementara kalangan sebagai penyebab kematian pemikiran dalam
Islam.
Di
abad ke-14 muncul Ibnu Khaldun (di Spanyol) mengeritik filosof sebelumnya yang
hanya mengandalkan rasio sebagai alat pengetahuan yang absah.[10]
Ibnu Khaldum tidak mengandalkan rasionalitas yang deduktif, tetapi cenderung
pada pemakaian empiri yang induktif. Ia tidak tertarik pada spekulasi metafisi
dalam soal kosmologi penciptaan alam, tetapi lebih tertarik pada realitas
sosial dan historis. Dia seorang filosof sejarah dan sosial yang sampai
sekarang masih tetap dikaji pemikiran-pemikirannya oleh sarjana Barat. Meskipun
teori-teorinya tidak luput dari kritikan karena menganut teori sejarah-siklus,
tetapi pemikirannya banyak mempengaruhi pemikir Barat seperti Toynbee. Madjid
Fakhri menyebutnya sebagau seorang positivis Islam karena lebih tertarik pada
realitas sosial yang empiri sensual. Meskipun dia juga tidak mengabaikan
intuisi batin sebagai alat penghayatan mistik. Di sini Ibnu Khaldum kelihatan
dualisme dalam teori pengetahuannya.
Di
masa kemudian (abad ke-18) metode empiris lebih dikembangkan oleh Ibnu
Taimiyah. Menurutnya, realitas yang sesungguhnya adalah realitas yang ditangkap
oleh empiri sensual (inderawi), bukan oleh rasio. Muhammad Abduh muncul pada
abad ke-19 juga sangat empiri di samping rasional. Ia memadukan empiri dan
rasio dalam pemikirannya. Fenomena supernatural seperti malaikat ditafsirkan
sebagai wujud yang non-personal tetapi merupakan hukum alam.
Di
abad ke-20 muncul Muhammad Iqbal menggabungkan semua tata-pikir sebelumnya.
Iqbal menghargai dunia empirik, dunia rasional dan intuisi qalb. Penghayatan
intuisi batin sebagai kristalisasi dalam pengamatan empiris dan telaah
rasional. Intuisi menangkap realitas secara holistik berdasarkan input empirik
sensual dan telaah rasional. Sayang sekali bahwa paradigma Iqbal tersebut tidak
diperkokoh dalam suatu bangunan epistemologi filsafat Islam secara utuh. Kami
melihat Iqbal sebagai seorang filosif humanis Islam karena sangat mengandalkan
kemampuan manusia (muslim) untuk bisa "menyamai" Tuhan dalam porsi
yang terbatas sebagaimana dalam teori Insan Kamilnya.
D. Perkembangan Pemikiran Filsafat Islam (Tokoh-tokoh dan
Corak Pemikirannya).
d. Pemikiran Filsafat Islam.
Berikut tokoh-tokoh pemikir filsafat
dalam Islam, antara lain :[11]
1) Al-Kindi (801-873 M)
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : Relevansi agama dan filsafat, fisika
dan metafisika (hakekat Tuhan bukti adanya Tuhan dan sifat-sifatNya), Roh (Jiwa),
dan Kenabian.
2) Abu Bakar Ar-Razi (864-925 M)[12]
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : Akal dan agama (penolakan terhadap
kenabian dan wahyu), prinsip lima yang abadi, dan hubungan jiwa dan materi.
3) Al-Farabi (870-950 M)[13]
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : kesatuan filsafat, metafisika (hakekat
Tuhan), teori emanasi, teori edea, Utopia jiwa (akal), dan teori kenabian.
4. Pemikiran
Filsafat Al-Ghazali / 1058-1111 M,[14] (Tahafutut
al-Falasifah)
Pokok
pemikiran dari al-Ghozali adalah tentang Tahafutu al-falasifah (kerancuan
berfilsafat) dimana al-Ghazali menyerang para filosof-filosof Islam berkenaan
dengan kerancuan berfikir mereka. Tiga diantaranya, menutur al-Ghazali
menyebabkan mereka telah kufur, yaitu tentang : Qadimnya Alam, Pengetahuan
Tuhan, dan Kebangkitan jasmani.
5. Ibnu Maskawih (932-1020 M)
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : filsafat akhlaq, dam filsafat jiwa.
6. Pemikiran
Filsafat Ibn Rusyd 520 H/1134 M (Teori Kebenaran Ganda)
Salah satu
Pemikiran Ibn Rusyd adalah ia membela para filosof dan pemikiran mereka dan
mendudukkan masalah-masalah tersebut pada porsinya dari seranga
al-Ghazali.Untuk itu ia menulis sanggahan berjudul Tahafut al-Tahafut. Dalam
buku ini Ibn Rusyd menjelaskan bahwa sebenarnya al-Ghazalilah yang kacau dalam
berfikirnya.[15]
7. Ibnu Shina (980-1036 M)
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : fisika dan metafisika, filsafat
emanasi, filsafat jiwa (akal), dan teori kenabian.
8. Ibnu Bajjah (1082-1138 M)
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : metafisika, teori pengetahuan, filsafat
akhlaq, dan Tadbir al-mutawahhid (mengatur hidup secara sendiri).
9. Ibnu Yaufal (1082-1138 M)
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : percikan filsafat, dan kisah hay bin
yaqadhan.
E. Perkembangan Pemikiran Modern
1. Islam Tekstual
Corak pemikirannya masih
bersifat fundamental, Tekstualis, dan Skeptis. Dalam hal ini antara Islam
dengan Modernitas masih dipertentangkan belum ada titik temu dan modernitas
belum bisa menyatu dengan Islam.
2. Islam Revivalism
Pemikir Islam
Revivalism sudah mengkombinasikan antara Islam dengan Modernitas walau masih
sedikit, dan masih dikuatkan nilai-nilai Ke-Islamanya.
3. Islam Modern
Corak
pemikiran dari tokoh Islam modern sudah memasukkan lebih banyak modernitas
kedalam nilai-nilai Islam. Sehingga pemikirannya sudah dapat dikatakan liberal
walaupun masih ada kendali Fundamentalisnya (Ke-Islamannya). Tokohnya antara
lain Nurcholis Madji, Abdurrahman Wahid, dll.
4. Islam Neo-Modernis
Dalam hal ini
tokoh pemikir Islam, pemikirannya sudah mengarah kepada Liberalis, Kontektual,
dan Substantive. Salah satu tokoh Pemikir Islam Neo-Modernis adalah Ulil Absor
Abdala. Dalam hal ini antara Islam dengan modernitas sudah tidak ada
pemisahnya, artinya sudah menyatu.[16]
KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa Filsafat Islam artinya
berfikir yang bebas, radikal, dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat,
corak dan karakter yang menyelamatkan dan memberikan kedamaian hati. Dengan
demikian, filsafat Islam berada dengan menyatakan keberpihakannya dan tidak
netral. Keberpihakannya adalah kepada keselamatan dan kedamaian.
Al-Qur'an
merangsang manusia agar memanfaatkan segala instrumen pengetahuannya untuk
memahami realitas. Al-Qur'an memerintahkan pancaindera (sensual) melalui
pengamatan empiris (observasi dan eksprerimen). Al-Qur'an juga memerintahkan
menggunakan akal dengan telaah rasional terhadap fenomena alam, disamping itu juga memerintahkan menggunakan
intuisi batin. Jadi, Islam mengakui realitas empirik, rasional dan
supra-rasional, tidak mengenal yang irrasional.
Filsafat
Islam berkembang pesat ketika wilayah Islam meluas sehingga bersentuhan dengan
budaya Persia, India, Mesir, Yunani dsb. Budaya tersebut merangsang lahirnya
filsafat dalam Islam yang diwakili oleh al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina,
al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
Al-Qur’an Terjemahan Al-Hikmah, (Bandung; Diponegoro, 2004)
Ahmad Badawi Thabanah,” Muqadimmah Al-Ghazali wa Ihya’ ‘Ulum Ad-Din”
dalam Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, Juz I, (Jakarta; Maktabah Daru Ihya’I Al-Kutub
Al-‘Arabiyyah).
Ahmad Muthohar, Teologi Islam Konsep Iman antara Mu’tazilah &
Asy’ariyah, (Yogyakarta; Teras, 2008).
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam,
(Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009)
Harun
Nasution, Filsafat Agama, Cet. 3,
(Jakarta : Bulan Bintang), 1979
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, terj. Yudian
Wahyudi Asmin, Cet.3, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004)
[1]
Dedi Supriyadi,
Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm, 15
[2]
Harun Nasution, Filsafat Agama, Cet. 3, (Jakarta :
Bulan Bintang), 1979
[3]
Dedi Supriyadi,
Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm,16
[5] Ibrahim
Madkour, Aliran
dan Teori Filsafat Islam, terj. Yudian Wahyudi Asmin, Cet.3, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2004)
[6]
Ahmad Muthohar, Teologi
Islam Konsep Iman antara Mu’tazilah & Asy’ariyah, (Yogyakarta; Teras,
2008), hlm, 2 -9
[7] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam,
terj. Yudian Wahyudi Asmin, Cet.3, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), hlm,156
[9]
Anonim, Al-Qur’an
Terjemahan Al-Hikmah, (Bandung; Diponegoro, 2004)
[11]
Dedi Supriyadi,
Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm,49
[12]
Dedi Supriyadi,
Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm, 68
[13]
Dedi Supriyadi,
Pengantar Filsafat Islam, (Bandung; CV. Pustaka Setia, 2009), hlm, 80
[14]
Ahmad Badawi Thabanah,” Muqadimmah
Al-Ghazali wa Ihya’ ‘Ulum Ad-Din” dalam Ihya’ ‘Ulum Ad-Din, Juz I,
(Jakarta; Maktabah Daru Ihya’I Al-Kutub Al-‘Arabiyyah), hlm, 7
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)