PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah
melalui proses pembelajaran di sekolah.
Dalam usaha
meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber
daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan
profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program
dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih
dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus bertumbuh
dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara potensial. Selain itu pengaruh
perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
mobilitas masyarakat.
Masyarakat mempercayai, mengakui dan
menyerahkan kepada guru untuk mendidik tunas-tunas muda dan membantu
mengembangkan potensinya secara professional. Kepercayaan, keyakinan, dan
penerimaan ini merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi
guru. Implikasi dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas
yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan
kompetensi yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun
kemasyarakatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.
Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu
keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan
eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari
aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas
keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang
professional.
PEMBAHASAN
Pengelolaan
Dari Sisi Supervisi Tenaga Kependidikan
OLEH: Sumanto
A.
Pengertian Pengelolaan Tenaga Kependidikan
Pengelolaan
tenaga kependidikan merupakan rangkaian aktivitas yang integral,
bersangkut-paut dengan masalah perencanaan, perekrutan, penempatan, penempatan,
pembinaan atau pengembangan penilaian dan pemberhentian tenaga kependidikan
dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan dan mewujudkan
fungsi sekolah yang sebenarnya.
B.
Tujuan Pengelolaan Tenaga
Kependidikan
Adapun
tujuan pengelolaan tenaga kependidikan itu adalah agar mereka memiliki
kemampuan, memotivasi, kreativitas untuk:[1]
1. Mewujudkan sistem sekolah yang mampu
mengatasi kelemahan-kelemahan sendiri
2. Secara berkesinambungan menyesuaikan
program pendidikan sekolah terhadap kebutuhan kehidupan (belajar) peserta didik
dan terhadap persaingan kehidupan di masyarakat secara sehat dan dinamis
3. Menyediakan bentuk kepemimpinan yang
mampu mewujudkan human organization
4. Peningkatan produktivitas pendidikan
sebagai panduan fungsi keefektifan, efisiensi, dan ekuitas
5. Menjamin kelangsungan usaha-usaha ke
arah terwujudnya keseimbangan kehidupan organisasi melalui usaha-usaha
menyerasikan tujuan-tujuan individu dengan tujuan-tujuan sistem organisasi
pendidikan
6. Mewujudkan kondisi dan iklim kerja
sama organisasi pendidikan yang mendukung secara maksimal pertumbuhan
profesional dan kecakapan teknis setiap tenaga kependidikan.
C.
Supervisi Tenaga Kependidikan
Konsep supervisi modern dirumuskan
oleh Kimball Wiles (1967) sebagai berikut : “Supervision is assistance in
the devolepment of a better teaching learning situation”. Supervisi adalah
bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran yang lebih baik[2]. Rumusan ini
mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar
mengajar (goal, material, technique, method, teacher, student, an envirovment).
Situasi belajar inilah yang seharusnya diperbaiki dan ditingkatkan melalui
layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian layanan supervisi tersebut mencakup
seluruh aspek dari penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
Konsep
supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi, inspeksi lebih menekankan
kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, sedangkan supervisi lebih menekankan
kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang
lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis. Istilah supervisi
pendidikan dapat dijelaskan baik menurut asal usul (etimologi), bentuk
perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu (
semantik).
1)
Etimologi
Istilah supervisi diambil dalam
perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang
pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.
2)
Morfologis
Supervisi dapat dijelaskan menurut
bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata.Super berarti
atas, lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor
memang mempunyai posisi diatas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang
yang disupervisinya.
3)
Semantik
Pada hakekatnya isi yang terandung
dalam definisi yang rumusanya tentang sesuatu tergantung dari orang yang
mendefinisikan. Wiles secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai
bantuan pengembangan situasi mengajar belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey
merumuskan supervisi sebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses
belajar mengajar. Sedangkan Depdiknas (1994) merumuskan supervisi sebagai
berikut : “ Pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka
dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang
lebih baik “. Dengan demikian, supervisi ditujukan kepada penciptaan atau
pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Untuk itu ada dua hal
(aspek) yang perlu diperhatikan :[3]
a.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
b.
Hal-hal yang menunjang kegiatan belajar mengajar
Karena
aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih
diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam
mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki yakni : 1)
kemampuan personal, 2) kemampuan profesional 3) kemampuan sosial . [4]
Atas
dasar uraian diatas, maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut
“ serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan
profesional yang diberikan oleh supervisor ( Pengawas sekolah, kepala sekolah,
dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar.
Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan
guru tersebut pula “Pembinaan profesional guru“ yakni pembinaan yang lebih
diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.[5]
Supervisi
dapat kita artikan sebagai pembinaan. Sedangkan sasaran pembinaan tersebut bisa
untuk kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha. Namun yang menjadi sasaran
supervisi diartikan pula pembinaan guru.
B. Pentingnya Pengembangan tenaga kependidikan
Di abad
sekarang ini, yaitu era globalisasi dimana semuanya serba digital, akses
informasi sangat cepat dan persaingan hidup semakin ketat, semua bangsa
berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia. Hanya manusia yang mempunyai
sumber daya unggul dapat bersaing dan mempertahankan diri dari dampak
persaingan global yang ketat. Termasuk sumber daya pendidikan. Yang termasuk
dalam sumber daya pendidikan yaitu ketenagaan, dana dan sarana dan prasarana.
Guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan
melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya
meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek “guru” dan tenaga
kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun
kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.
Ada dua metafora untuk menggambarkan
pentingnya pengembangan sumber daya guru. Pertama, jabatan guru
diumpamakan dengan sumber air. Sumber air itu harus terus menerus bertambah,
agar sungai itu dapat mengalirkan air terus-menerus. Bila tidak, maka sumber
air itu akan kering. Demikianlah bila seorang guru tidak pernah membaca
informasi yang baru, tidak menambah ilmu pengetahuan tentang apa yang
diajarkan, maka ia tidak mungkin memberi ilmu dan pengetahuan dengan cara yang lebih
menyegarkan kepada peserta didik.
Kedua, jabatan guru diumpamakan dengan sebatang
pohon buah-buahan. Pohon itu tidak akan berbuah lebat, bila akar induk pohon
tidak menyerap zat-zat makanan yang berguna bagi pertumbuhan pohon itu. Begitu
juga dengan jabatan guru yang perlu bertumbuh dan berkembang. Baik itu
pertumbuhan pribadi guru maupun pertumbuhan profesi guru. Setiap guru perlu
menyadari bahwa pertumbuhan dan pengembangan profesi merupakan suatu keharusan
untuk menghasilkan output pendidikan berkualitas. Itulah sebabnya guru perlu
belajar terus menerus, membaca informasi terbaru dan mengembangkan ide-ide
kreatif dalam pembelajaran agar suasana belajar mengajar menggairahkan dan
menyenangkan baik bagi guru apalagi bagi peserta didik.[6]
Peningkatan sumber daya guru bisa
dilaksanakan dengan bantuan supervisor, yaitu orang ataupun instansi yang
melaksanakan kegiatan supervisi terhadap guru. Perlunya bantuan supervisi
terhadap guru berakar mendalam dalam kehidupan masyarakat. Swearingen
mengungkapkan latar belakang perlunya supervisi berakar mendalam dalam
kebutuhan masyarakat dengan latar belakang sebagai berikut :
1. Latar Belakang
Kultural
Pendidikan
berakar dari budaya arif lokal setempat. Sejak dini pengalaman belajar dan
kegiatan belajar-mengajar harus daingkat dari isi kebudayaan yang hidup di
masyarakat itu. Sekolah bertugas untuk mengkoordinasi semua usaha dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
2. Latar Belakang Filosofis
Suatu
system pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna bila ia berakar mendalam
pada nilai-nilai filosofis pandangan hidup suatu bangsa.
3. Latar Belakang Psikologis
Secara
psikologis supervisi itu berakar mendalam pada pengalaman manusia. Tugas
supervisi ialah menciptakan suasana sekolah yang penuh kehangatan sehingga
setiap orang dapat menjadi dirinya sendiri.
4. Latar Belakang Sosial
Seorang
supervisor dalam melakukan tanggung jawabnya harus mampu mengembangkan potensi
kreativitas dari orang yang dibina melalui cara mengikutsertakan orang lain
untuk berpartisipasi bersama. Supervisi harus bersumber pada kondisi
masyarakat.
5. Latar Belakang Sosiologis
Secara
sosiologis perubahan masyarakat punya dampak terhadap tata nilai. Supervisor
bertugas menukar ide dan pengalaman tentang mensikapi perubahan tata nilai
dalam masyarakat secara arif dan bijaksana.
6. Latar Belakang Pertumbuhan Jabatan
Supervisi
bertugas memelihara, merawat dan menstimulasi pertumbuhan jabatan guru.
Diharapkan guru menjadi semakin professional dalam mengemban amanat jabatannya
dan dapat meningkatkan posisi tawar guru di masyarakat dan pemerintah, bahwa
guru punya peranan utama dalam pembentukan harkat dan martabat manusia.
Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan
supervisi di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola
pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan
kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru
merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu,
supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif .[7]
Supandi, menyatakan bahwa ada dua hal yang
mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan.[8]
1. Perkembangan
kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering
menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum
tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di
lapangan.
Hal
ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya
agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik.
Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal
sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan
sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau
membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan
bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan
Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling
mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan
pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.
2. Pengembangan
personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus
dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal
dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang
bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya.
Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan
dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui
berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan
lain sebagainya.
Kegiatan supervisi pengajaran merupakan kegiatan
yang wajib dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan
supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam
memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar
yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan
dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan
suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu. Oleh karena kegiatan supervisi dipandang perlu untuk
memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Secara umum ada 2 (dua) kegiatan yang
termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, yakni:
1. Supervsi yang
dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru.
Secara
rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada
guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika
guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk rencana
pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang
dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan
leembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru
(APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang
dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang
dilakukan guru.
2. Supervisi yang
dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk
meningkatkan kinerja.
Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas
Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan
dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar.
Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk
memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah, meliputi:
a. Bidang
Akademik, mencakup kegiatan:
a)
menyusun program tahunan dan semester,
b)
mengatur jadwal pelajaran,
c)
mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan
pembelajaran,
d)
menentukan norma kenaikan kelas,
e)
menentukan norma penilaian,
f)
mengatur pelaksanaan evaluasi belajar,
g)
meningkatkan perbaikan mengajar,
h)
mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak
hadir, dan
i)
mengatur disiplin dan tata tertib kelas.
b. Bidang
Kesiswaan, mencakup kegiatan:
1) mengatur
pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru,
2) mengelola
layanan bimbingan dan konseling,
3) mencatat
kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan
4) mengatur dan
mengelola kegiatan ekstrakurikuler.
c. Bidang
Personalia, mencakup kegiatan:
1) mengatur
pembagian tugas guru,
2) mengajukan
kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru,
3) mengatur
program kesejahteraan guru,
4) mencatat
kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan
5) mencatat
masalah atau keluhan-keluhan guru.
d. Bidang
Keuangan, mencakup kegiatan:
1) menyiapkan
rencana anggaran dan belanja sekolah,
2) mencari sumber
dana untuk kegiatan sekolah,
3) mengalokasikan
dana untuk kegiatan sekolah, dan
4)
mempertanggungjawabkan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Bidang
Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan:
1) penyediaan dan
seleksi buku pegangan guru,
2) layanan
perpustakaan dan laboratorium,
3) penggunaan
alat peraga,
4) kebersihan dan
keindahan lingkungan sekolah,
5) keindahan dan
kebersihan kelas, dan
6) perbaikan
kelengkapan kelas.
f.
Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan:
1) kerjasama
sekolah dengan orangtua siswa,
2) kerjasama
sekolah dengan Komite Sekolah,
3) kerjasama
sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan
4) kerjasama
sekolah dengan masyarakat sekitar (Depdiknas 1997).
Sedangkan ketika mensupervisi guru, hal-hal
yang dipantau pengawas juga terkait dengan administrasi pembelajaran yang harus
dikerjakan guru, diantaranya :
a)
Penggunaan program semester
b)
Penggunaan rencana pembelajaran
c)
Penyusunan rencana harian
d)
Program dan pelaksanaan evaluasi
e)
Kumpulan soal
f)
Buku pekerjaan siswa
g)
Buku daftar nilai
h)
Buku analisis hasil evaluasi
i)
Buku program perbaikan dan pengayaan
j)
Buku program Bimbingan dan Konseling
k)
Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
C. Profesionalisme Guru
Profesionalisme menjadi tuntutan dari setiap
pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda hidup yang
berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang masing-masing
tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut
peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami
stagnasi.[9]
Guru yang
profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai
kapasitasnya sebagai pendidik.[10]
Studi yang dilakukan oleh Ace Suryani menunjukkan bahwa Guru yang bermutu dapat
diukur dengan lima indikator, yaitu: pertama, kemampuan profesional
(professional capacity), sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang pendidikan,
jabatan dan golongan, serta pelatihan. Kedua, upaya profesional (professional
efforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan
penelitian. Ketiga, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher’s
time), sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar serta
lainnya. Keempat, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match),
sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu, apakah telah sesuai dengan
spesialisasinya atau tidak, serta kelima, tingkat kesejahteraan
(prosperiousity) sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan
rutinnya. Tingkat kesejahteraan yang rendah bisa mendorong seorang pendidik
untuk melakukan kerja sambilan, dan bilamana kerja sambilan ini sukses, bisa
jadi profesi mengajarnya berubah menjadi sambilan.
Guru yang profesional amat berarti bagi
pembentukan sekolah unggulan. Guru profesional memiliki pengalaman mengajar,
kapasitas intelektual, moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab,
wawasan kependidikan yang luas, kemampuan manajerial, trampil, kreatif,
memiliki keterbukaan profesional dalam memahami potensi, karakteristik dan
masalah perkembangan peserta didik, mampu mengembangkan rencana studi dan karir
peserta didik serta memiliki kemampuan meneliti dan mengembangkan kurikulum.
Dewasa ini banyak guru, dengan
berbagai alasan dan latar belakangnya menjadi sangat sibuk sehingga tidak
jarang yang mengingat terhadap tujuan pendidikan yang menjadi kewajiban dan
tugas pokok mereka. Seringkali kesejahteraan yang kurang atau gaji yang rendah
menjadi alasan bagi sebagian guru untuk menyepelekan tugas utama yaitu mengajar
sekaligus mendidik siswa. Guru hanya sebagai penyampai materi yang berupa
fakta-fakta kering yang tidak bermakna karena guru menang belajar lebih dulu
semalam daripada siswanya. Terjadi ketidaksiapan dalam proses Kegiatan
Belajar Mengajar ketika guru tidak memahami tujuan umum pendidikan. Bahkan ada
yang mempunyai kebiasaan mengajar yang kurang baik yaitu tiga perempat jam
pelajaran untuk basa-basi bukan apersepsi dan seperempat jam untuk mengajar.
Suatu proporsi yang sangat tidak relevan dengan keadaan dan kebutuhan siswa.
Guru menganggap siswa hanya sebagai pendengar setia yang tidak diberi
kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya.
Banyak kegiatan belajar mengajar yang tidak
sesuai dengan tujuan umum pendidikan yang menyangkut kebutuhan siswa dalam
belajar, keperluan masyarakat terhadap sekolah dan mata pelajaran yang
dipelajari. Guru memasuki kelas tidak mengetahui tujuan yang pasti, yang
penting demi menggugurkan kewajiban. Idealisme menjadi luntur ketika yang
dihadapi ternyata masih anak-anak dan kalah dalam pengalaman. Banyak guru
enggan meningkatkan kualitas pribadinya dengan kebiasaan membaca untuk
memperluas wawasan. Jarang pula yang secara rutin pergi ke perpustakaan untuk
melihat perkembangan ilmu pengetahuan. Kebiasaan membeli buku menjadi suatu
kebiasaan yang mustahil dilakukan karena guru sudah merasa puas mengajar dengan
menggunakan LKS ( Lembar Kegiatan Siswa ) yang berupa soal serta sedikit
ringkasan materi.
Dapat dilihat daftar pengunjung di
perpustakaan sekolah maupun di perpustakaan umum, jarang sekali guru memberi
contoh untuk mengunjungi perpustakaan secara rutin. Lebih banyak pengunjung
yang berseragam sekolah daripada berseragam PSH. Kita masih harus “Khusnudhon”
bahwa dirumah mereka berlangganan koran harian yang siap disantap setiap pagi.
Tetapi ada juga kekhawatiran bahwa yang lebih banyak dibaca adalah
berita-berita kriminal yang menempati peringkat pertama pemberitaan di koran
maupun televisi. Sedangkan berita-berita mengenai pendidikan, penemuan-penemuan
baru tidak menarik untuk dibaca dan tidak menarik perhatian. Kebiasaan membaca
saja sulit dilakukan apalagi kebiasaan menulis menjadi lebih mustahil
dilakukan. Ini adalah realita dilapangan yang patut disesalkan.
Tingkat kesejahteraan guru yang kurang
mengakibatkan banyak guru yang malas untuk berprestasi karena disibukkan
mencari tambahan kebutuhan hidup yang semakin berat. Anggaran pendidikan
minimal 20 % harus dilaksanakan dan diperjuangkan unutk ditambah karena
pendidikan menyangkut kelangsungan hidup suatu bangsa. Apabila tingkat
kesejahteraan diperhatikan, konsentrasi guru dalam mengajar akan lebih banyak
tercurah untuk siswa. [11]
Penataran dan pelatihan mutlak diperlukan
demi meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kompetensi guru. Kegiatan ini
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi hasilnya juga akan seimbang jika
dilaksanakan secara baik. Jika kegiatan penataran, pelatihan dan pembekalan
tidak dilakukan, guru tidak akan mampu mengembangkan diri, tidak kreatif dan
cenderung apa adanya. Kecenderungan ini ditambah dengan tidak adanya rangsangan
dari pemerintah atau pejabat terkait terhadap profesi guru. Rangsangan itu
dapat berupa penghargaan terhadap guru-guru yang berprestasi atau guru yang
inovatif dalam proses belajar mengajar.
Guru harus diberi keleluasaan dalam
menetapkan dengan tepat apa yang digagas, dipikirkan, dipertimbangkan,
direncanakan dan dilaksanakan dalam pengajaran sehari-hari, karena di tangan
gurulah keberhasilan belajar siswa ditentukan, tidak oleh Bupati, Gubernur,
Walikota, Pengawas, Kepala Sekolah bahkan Presiden sekalipun.
Mutlak dilakukan ketika awal menjadi guru
adalah memahami tujuan umum pendidikan, mamahami karakter siswa dengan berbagai
perbedaan yang melatar belakanginya. Sangatlah penting untuk memahami bahwa
siswa balajar dalam berbagai cara yang berbeda, beberapa siswa merespon
pelajaran dalam bentuk logis, beberapa lagi belajar dengan melalui pemecahan
masalah (problem solving), beberapa senang belajar sendiri daripada
berkelompok.
Cara belajar siswa yang berbeda-beda,
memerlukan cara pendekatan pembelajaran yang berbeda. Guru harus mempergunakan
berbagai pendekatan agar anak tidak cepat bosan. Kemampuan guru untuk melakukan
berbagai pendekatan dalam belajar perlu diasah dan ditingkatkan. Jangan cepat
merasa puas setelah mengajar, tetapi lihat hasil yang didapat setelah mengajar.
Sudahkah sesuai dengan tujuan umum pendidikan. Perlu juga dipelajari penjabaran
dari kurikulum ang dipergunakan agar yang diajarkan ketika di kelas tidak melencenga
dari GBBP/kurikulum yang sudah ditentukan.
Guru juga perlu membekali diri dengan
pengetahuan tentang psikologi pendidikan dalam menghadapai siswa yang berneka
ragam. Karena tugas guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai
pendidik yang akan membentuk jiwa dan kepribadian siswa. Maju dan mundur sebuah
bangsa tergantung pada keberhasilan guru dalam mendidik siswanya.
Pemerintah juga harus senantiasa
memperhatikan tingkat kesejahteraan guru, karena mutlak diperlukan kondisi yang
sejahtera agar dapat bekerja secara baik dan meningkatkan profesionalisme.
Makin kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru bukan hanya berlangsung di
Indonesia, melainkan di negara-negara maju. Seperti Amerika Serikat, isu
tentang profesionalisme guru ramai dibicarakan pada pertengahan tyahun 1980-an.
Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational Leadership edisi Maret 1933
menurunkan laporan mengenai tuntutan guru professional.
Menurut Jurnal tersebut, untuk menjadi
professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal, yakni:
1.
Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses
belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan
siswanya.
2.
Guru menguasai secara mendalam bahan/mata
pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal
ini meryupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
3.
Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar
siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku
siswa sampau tes hasil belajar.
4.
Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang
dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu
untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah
dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar
dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
5.
Guru seyogianya merupakan bagian dari
masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi
profesi lainnya .[12]
Dalam
konteks yang aplikatif, kemampuan professional guru dapat diwujudkan dalam
penguasaan sepuluh kompetensi guru, yang meliputi:
a.
Menguasai bahan, meliputi: a) menguasai bahan
bidang studi dalam kurikulum, b) menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang
studi.
b.
Mengelola program belajar-mengajar, meliputi:
a) merumuskan tujuan pembelajaran, b) mengenal dan menggunakan prosedur
pembelajaran yang tepat, c) melaksanakan program belajar-mengajar, d) mengenal
kemampuan anak didik.
c.
Mengelola kelas, meliputi: a) mengatur tata
ruang kelas untuk pelajaran, b) menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.
d.
Penggunaan media atau sumber, meliputi: a)
mengenal, memilih dan menggunakan media, b) membuat alat bantu yang sederhana,
c) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar, d) menggunakan micro
teaching untuk unit program pengenalan lapangan.
e.
Menguasai landasan-landasan pendidikan.
f.
Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar.
g.
Menilai prestasi siswa untuk kepentingan
pelajaran.
h.
Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling
di sekolah, meliputi: a) mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan
konseling, b) menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
i.
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi
sekolah.
j.
Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[13]
KESIMPULAN
Kebijakan pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan
yang berada di front terdepan yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan secara bertahap dengan mengacu
pada rencana strategis. Keterlibatan seluruh komponen pendidikan (guru, Kepala
Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, dan isntitusi) dalam
perencanaan dan realisasi program pendidikan yang diluncurkan sangat dibutuhkan
dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan.
Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan
sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan
professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen
yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan
memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran
makro.
Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui
supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara
sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan
pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan
efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan
lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan
lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan
untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik,
kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan
masyarakat.
Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru
agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informatory(pemberi
informasi), organisator, motivator, director, inisiator (pemrakarsa inisiatif),
transmitter (penerus), fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan
mampu mengembangkan kompetensinya.
Mewujudkan kondisi ideal di mana kemampuan professional guru
dapat diimplementasikan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan
hal yang mudah. Hal tersebut lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung
pada berbagai komponen system pendidikan yang saling berkolaborasi.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa.
2006. Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tim Dosen Jurusan Administrasi
Pendidikan UPI. 2005. Pengantar Pengelolaan Pendidikan. Bandung.
Supriadi,
Dedi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa.
Suryasubrata.1997.
Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Surya,
Mohamad. 2002. Peran Organisasi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.
Seminar Lokakarya Internasional. Semarang : IKIP PGRI.
Sahertian,
Piet A. 2000. Konsep-Konsep dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Supandi.
1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama
Universitas Terbuka
Usman, Moh Uzer. 2000. Menjadi
Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar