Senin, 10 Februari 2014

manajemen PAUD




Makalah Manajemen Penyelenggaraan PAUD

     I.            PENDAHULUAN
Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakterisik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar.
Pemahaman yang benar tentang hakikat dan landasan peyelenggaran Pendidikan Anak Usia Dini hendaknya dimiliki oleh setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung akan berhubungan dengan anak usia dini. Dimulai dari lingkungan keluarga dalam hal ini adalah orang tua dan atau pihak lain yang terdekat dengan anak., pendidikan di berbagai lembaga pendidikan yang memberikan layanan pada anak usia dini, masyarakat dan juga para pemegang kebijakan mulai dari pemerintah pusat sampai daerah. Diharapkan melalui pemahaman yang benar, para pihak akan dapat memberikan layanan yang seoptimal mungkin bagi anak usia dini.     
 II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
B.     Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
C.     Jenis dan Persyaratan Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Untuk Anak Usia Dini
D.    Supervisi Pendidikan Pada Lembaga Pendidikan Untuk Anak Usia Dini
III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14, yang menyatakan  bahwa : “Pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembanagan  jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Persyaratan umum pendirian lembaga PAUD adalah sejumlah ketentuan umum yang harus dipenuhi bagi sebuah Yayasan yang ingin mendirikan lembaga PAUD. Merujuk pada Pasal 62 ayat 2, persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat menyelenggarakan lembaga pendidikan adalah :
1.      Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat panduan yang mengatur isi program dan proses pendidikan sebagai acuan dalam proses pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum ini dapat merajuk pada PKB-TK 94 (Program Kegiatan Belajar TK). Atau bisa juga merajuk pada kurikulum 2004 yang disempurnakan menjadi KTSP 2006.
2.      Peserta didik / Siswa / Anak Didik
Sebelum mendirikan PAUD, Yayasan yang akan menyelenggarakan PAUD harus melakukan survei tentang jumlah anak didik yang ada di wilayah tersebut. Dari survei ini bisa memanfaatkan data primer dari Posyandu di masing-masing wilayah. Biasanya, setiap Posyandu memiliki data jumlah anak lengkap dengan usia dan berat badannya. Yayasan yang akan mendirikan PAUD bisa memanfaatkan data ini sebagai penguat data hasil survei.
3.      Tenaga Kependidikan (Guru dan Staf)
Selain anak didik, yayasan juga harus menyertakan jumlah tenaga kependidikan (guru atau staf administrasi) lengkap dengan latar belakang keilmuan para guru yang dicantumkan. Merujuk pada UU Sistem Pendidikan Nasional 2003, guru yang akan mengajar di lembaga PAUD harus berlatar belakang SI PG-PAUD atau SI PG-TK.
4.      Sarana Prasarana
Untuk mendukung proses pembelajaran berdasarkan kurikulum yang telah dicantumkan, Yayasan pendiri PAUD harus memenuhi standar minimal sarana dan prasarana minimal yang telah di tentukan. Dalam Pasal 45 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa “ setiap satuan pendidikan formal maupun non-formal harus menyediakan sarana prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan perkembangan potensi fisik, kognitif, sosial, emosi, dan kejiwaan anak didik .”
5.      Pembiayaan Pendidikan
Setiap lembaga kependidikan, khususnya lembaga PAUD, yang sebagian besar dikelola oleh pihak swasta atau yayasan perlu menyertakan pembiyaan pendidikan bagi peserta didik maupun dana awal yang dimiliki untuk penyelenggaraan pendidikan. Dalam pasal 48 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 juga ditegaskan bahwa pengelolaan pembiayaan harus memenuhi prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparasi dan akuntabilitas publik atau pertanggugjawaban kepada masyarakat.
6.      Sistem Evaluasi
Setiap lembaga pendidikan, termasuk PAUD, harus mempunyai sistem evaluasi, baik evaluasi program, proses, maupun hasil tumbuh-kembang anak-didik. Evaluasi ini dilaksanakan sebagai upaya pengendalian mutu pendidikan, sekaligus sebagai upaya akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.
B.     Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No. 20/2003 BAB II Pasal 3)
Tujuan PAUD yang ingin dicapai adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman orang tua dan  guru serta pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan dan perkembangan anak usia dini. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai adalah :
1.      dapat mengidentifikasikan perkembangan fisiologis anak usia dini dan mengaplikasikan hasil identifikasi tersebut dalam pengembangan fisiologis yang bersangkutan.
2.      dapat memahai perkembangan kreatifitas anak usia dini dan usaha-usaha yang terkait dengan perkembangannya.
3.       dapat memahami kecerdasan jamak dan kaitannya dengan perkembangan anak usia dini.
4.      dapat memahami arti bermain bagi perkembangan anak usia dini.
5.      dapat memahami pendekatan pembelajaran dan aplikasinya bagi perkembangan anak kanak-kanak
Selain itu, tujuan pendidikan anak usia dini adalah :
1.      membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan dimasa dewasa.
2.      membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
3.      intervensi dini dengan memberikan rangsanga sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi yang tersembunyi yaitu dimensi perkembangan anak (bahasa, itelektual, emosi, sosial, motorik, konsep diri, bakat dan minat).
4.      melakukan deteksi diri terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak.  
C.     Jenis dan Persyaratan Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Untuk Anak Usia Dini
Berbagai lembaga PAUD yang selama ini telah dikenal oleh masyarakat luas, di antaranya :
1.Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Atfhal (RA)
TK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun yang di bagi dalam dua kelompok belajar berdasarkan usia yaitu Kelompok A untuk anak usia 4-5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5-6 tahun.
Persyaratan Pendirian :
·         Memiliki lembaga yang berbadan hukum dan terdaftar di Dinas Sosial.
·         Memiliki izin penyelenggaraan dari Suku Dinas Kotamadya.
·         Memiliki kurikulum TK dan perangkatnya.
·         Memiliki sarana bermain, meliputi outdoor dan indoor.
·         Memiliki sarana dan prasarana sesuai dengan SPM dan SK Gubernur tentang penyelenggaraan PAUD.
·         Memiliki sumber pembiayaan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun.
2.      Kelompok Bermain (KB)
Kelompok Bermain (KB) adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun.
Persyaratan Pendirian :
·         Memiliki tempat yang layak untuk menyelenggarakan kegiatan kegiatan Kelompok Bermain.
·         Memiliki anak didik.
·         Memiliki tenaga pendidik.
·         Memiliki tenaga penglola.
·         Memiliki sarana & prasarana.
·         Memiliki Alat Permainan Edukatif (APE).
·         Memiliki program pembelajaran.
3.      Taman Penitipan Anak (TPA)
TPA adalah salah satu bentuk PAUD adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain.
Persyaratan Pendirian :
·         Lingkungan TPA harus dapat menciptakan suasana rasa aman kepada anak untuk belajar dan berkembang, sehingga anak merasa di rumahnya sendiri.
·         Tempat belajar, gedung TPA hendaknya didirikan dengan bangunan / gedung permanen yang mudah  dijangkau oleh orang tua calon peserta didik, cukup aman dan tenang. Memiliki surat-surat yang sah dan izin dari instansi yang berwenang.
·         Ruangan,  luas ruangan disesuaikan dengan jumlah peserta didik. Ruangan juga harus dilengkapi dengan penerangan dan ventilasi yang cukup.
·         Perabot, setiap ruangan dilengakapi dengan perabot sesuai dengan keperluan dan ketersediaan dana, seperti meja, kursi, almari, rak-rak, box, tempat tidur, kasur, telepon, perlengkapan administrasi, TV, radio, dll.
·         Sarana belajar, untuk enunjang proses pembelajaran di TPA hendaknya di sediakan sarana belajar minimal berupa, buku cerita dari berbagai versi dan cerita rakyat setempat, alat peraga pendidikan untuk pengetahuan alam (science), matematika, memasak, boneka berbagai ukuran, tape recorder dan atau VCD Player, dan panggung boneka dan perangkatnya.
4.      POS PAUD
Peserta didik di Pos PAUD adalah anak usia 0-6 tahun yang tidak terlayani PAUD lainnya. Orang tua wajib memperhatikan kegiatan anak selama di Pos PAUD agar dapat melanjutkan di rumah.
Teknis Pembentukan Pos PAUD :
a)      Pemilihan Posyandu, kriteria Posyandu yang dipilih untuk diintegrasikan dengan Pos PAUD adalah Posyandu yang aktif, dengan jumlah anak minimal   25 anak dan kader 4 orang.
b)      Identifikasi Dukungan Lingkungan, memiliki dukungan lingkungan yang dapat menjamin keberlangsungan Pos PAUD, antara lain :
·         Terdapat anak usia 0-6 tahun yang belum terlayani PAUD minimal 25 anak.
·         Tersedia calon pengelola dan kader Pos PAUD nimimal 5 orang.
·         Memperoleh dukungan dari orang tua, masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pamong desa / kelurahan.
·         Tersedia tempat yang layak untuk kegiatan Pos PAUD.
·         Memiliki sumber pembiayaan yang tetap (iuran orang tua, donatur, dana desa)
c)      Penentuan Tempat Kegiatan, kegatan Pos PAUD dapat bertempat di balai desa, sekolah, rumah penduduk, atau tempat lainnya yang memenuhi syarat. Tempat untuk kegiatan Pos PAUD harus aman, nyaman, dan sehat bagi anak. Beberapa hal  yang perlu diperlukan dalam memilih tempat, antara lain :
·         Tersedia sanitasi dasar yang mencakup air bersih dan kakus / WC.
·         Memiliki pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik.
·         Terjaga kebersihannya.
·         Memiliki ruangan yang cukup untuk kegiatan anak di masing-masing kelompok.
·         Memiliki halama yang cukup luas untuk bermain bebas.
Persyaratan perizinan Pos PAUD antara lain :
a)      Memiliki pengurus sekurang-kurangnya terdiri dari unsur pembinaan dan unsur pengelolaan.
b)       Memiliki kader sekurang-kurangnya 4 orang (termasuk pengelola yang merangkap sebagai kader)
c)      Sekurang-kurangnya 50% kader berpendidikan SLTA.
d)     Sekurang-kurangnya 50% kader telah terlatih.
e)      Memiliki tempat yang tetap dan layak untuk kegiatan anak, baik kepunyaan sendiri, sewa maupun pinjam pakai (melampirkan tempat foto kegiatan dan bukti kepemilikan / sewa/ pinjam pakai).
f)       Tersedia air bersih dan kakus untuk keperluan MCK.
g)      Memiliki halaman untuk bermain bebas.
h)      Memiliki APE untuk mendukung kegiatan anak di masing-masing kelompok.
i)        Memiliki administrasi pencatatan kegiatan.
j)        Memiliki buku-buku panduan / pedoman kegiatan.
k)      Kegitan telah berjalan aktif selama 6 bulan, sekurang-kurangnya seminggu sekali.
l)        Memiliki surat izin Kepala Desa / Lurah setempat.
D.    Supervisi Pendidikan Pada Lembaga Pendidikan Untuk Anak Usia Dini
1.      Pengertian Supervisi PAUD
Menurut John T. Lovel dan Kimbal Wiles, sebagaimana dikutip Hapidin, mendefinisikan pengawasan atau supervisi sebagai bimbingan, bantuan, maupun binaan seorang supervisor tehadap guru-guru agar bertambah dalam jabatannya dengan cara memperbaiki dan meningkatkan situasi pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan penelitian, karya ilmiah, atau kajian-kajian lain yang dapat meningkatkan profesionalitas kinerja guru. Berbeda dengan Lovel dan Wiles, MC. Nerney mendefinisikan supervisi sebagai suatu prosedur yang memberikan arah kepada proses pengajaran yang dilengkapi dengan penilaian proses pengajaran. Disisi adalah kontrol atau pengendalian.
Jadi dapat di simpulkan bahwa supervisi PAUD merupakan pemberian bimbingan langsung ke lembaga PAUD dan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan atau penyimpangan-penyimpangan dalam rangka menyempurnakan manajemen lembaga PAUD.
2.      Prisip-Prinsip Dasar Supervisi PAUD
a.       Supervisi
1)      Supervisi harus demokratis. Supervisi menghendaki agar tiap-tiap guru diberikan kebebasan untuk berpikir dalam memajukan inisiatif, kreatifitas, menyampaikan pendapat, mengloordinasikan kerja sama antarguru, dan mampu menggerakkan seluruh komponen yang disupervisi.
2)      Harus konkret, objektif, dan sistematis. Supervisor yang konkret, objektif, dan sistematis adalah supervisor yang jelas sasarannya, apa adanya, tidak  merekayasa, dan dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan.
3)      Harus kreatif dan inofatif. Jika supervisi yang demokratis sebagaimana disubutkan di atas dilakukan berdasarkan data yang bjektif dan konkret maka supervise tersebut bisa disebut supervisor kreatif dan inovatif. 
b.      Penilai
1)      Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh termasuk pemilihan bahan ajar, metode mengajar, pemberian tugas, tata tertib, pelaksanaan evaluasi, sarana prasarana, dan lain sebagainya.
2)      Agar tercapai penilaian yang menyluruh, maka penilaian tersebut harus dilakukan secara kooperatif.
3)      Penilaian berdasarkan pada kriteria yang tepat dan dapat diperoleh dengan musyawarah serta mengacu pada tujuan pendidikan.
4)      Penilaian bersifat diagnostic supaya mampu menemukan kelemahan-kelemahan dalam proses manajerial kelembagaan PAUD.
5)      Penilaian harus dilakukan secara terus-menerus atau kontinu. Sebagai landasan yang kuat dalam suatu program penelitian, sudah selayaknya hasil penilaian trsebut disusun rencana-rencana peningkatan guna perbaikan situasi dari apa yang telah dan akan diniali dengan harapan agar menemukan cara kerja terbaik.
6)      Penilaian bersifat fungsional. Artinya, penilaian yang baik adalah penilaian yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas pembalajaran dan dikakukan dengan maksud untuk memperoleh fakta-fakta yang lengkap baik dari berbagai aspek positif maupun aspek negatif yang terkait dengan sarana penilaian.
c)   Teknik Supervisi PAUD
Teknik adalah suatu cara atau metode untuk melakukan hal-hal tertentu dengan terampil dan cepat guna mencapai tujuan yang telah dicanangkan. Atas dasar pengertian ini, maka teknik supervisi PAUD adalah cara atau metode pengawasan terhadap segala aspek pembelajaran PAUD guna mengetahui kelemahan dan kekurangan untuk kemudian dilakukan upaya perbaikan. Kedua teknik tesebut adalah teknik individu dan kelompok.
1)      Teknik Individu
Setidaknya ada tujuh teknik penunjang dalam teknik supervisi individu. Ketujuh metode tersebut adalah sebagai berikut :
·         Kunjungan kelas. Kunjungan supervisor ke dalam kelas agar dapat mengetahui proses pembelajaran. Dari pengamatan itu diharapkan supervisor mengetahui kelemahan-kelemahan guru dan dapat mencarikan solusi yang baik.
·         Individual Conference, adalah komunikasi konsultatif setelah kunjungan selesai.
·         Intervisitation, yaitu kunjungan antara guru di suatu sekolah dalam rangka belajar dengan cara saling tukar pengalaman, informasi, maupun pengetahuan.
·         Self evaluation, adalah kesadaran guru bahwa dirinya dituntut untuk dapat melakukan pembelajaran dengan profesionalitas tinggi.
·         Supervisory bulletin, media komunikasi yang dipublikasikan sebagai salah satu teknik supervisi.
·         Profesional reading, bacaan professional yang dapat memperkaya khazanah keilmuan dan pengalaman guru.
·         Profesional writing, membuat karya tulis dengan prinsip kekayaan potensi dioptimalisasikan untuk meningkatkan motivasi, kebutuhan, kondisi, dan fasilitas memadai untuk mencapai prestasi.  
2)      Teknik Kelompok
Beberapa metode yang dapat dilakukan di dalam teknik kelompok adalah :
·         Rapat staf sekolah, salah satu bentuk komunikasi guru untuk membahas dan  memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
·         Orientasi guru baru, pembinaan guru-guru yang belum mempunyai pengalaman mengajar.
·         Curriculum Laboratory, konsep kurikulum secara spesifik.
·         Committee (Kepanitiaan), suatu kelompok yang bertugas memecahkan suatu masalah.
·         Professional Libraries (Perpustakaan profesional), penggunaan perpustakaan secara professional.
·         Demonstration Teaching (Demonstrasi mengajar), teknik supervisi yang diperagakan oleh supervisor.
·         Workshop (Lokakarya), upaya untuk mengembangkan rasa tanggung jawab sebagai akademis untuk meningkatkan kualitas mengajar.
·         Field trips for staff personnel’s, teknik supervisi yang dilakukan dengan cara menemui objeknya secara langsung di lapangan.
·         Panel of forum discussion, usaha untuk mengumpulkan pendapat maupun gagasan para ahli yang berkaitan dengan upaya mencari solusi atas permasalahan maupun upaya perbaikan pembelajaran.
·         In service training education, serangkaian program yang diselenggarakan dengan teknik tertentudalam rangka meningkatkan profesionalisme. 
·         Organisasi professional, bentuk kerja sama kelompok yang merupakan bagian dari kehidupan sebuah profesi, yakni guru PAUD.

          KESIMPULAN
Pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembanagan  jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
 Tujuan PAUD yang ingin dicapai adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman orang tua dan  guru serta pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan dan perkembangan anak usia dini. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai adalah : dapat mengidentifikasikan perkembangan fisiologis anak usia dini dan mengaplikasikan hasil identifikasi tersebut dalam pengembangan fisiologis yang bersangkutan, dapat memahai perkembangan kreatifitas anak usia dini dan usaha-usaha yang terkait dengan perkembangannya,  dapat memahami kecerdasan jamak dan kaitannya dengan perkembangan anak usia dini, dapat memahami arti bermain bagi perkembangan anak usia dini, dapat memahami pendekatan pembelajaran dan aplikasinya bagi perkembangan anak kanak-kanak. Selain itu, tujuan pendidikan anak usia dini adalah : membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan dimasa dewasa, membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah, intervensi dini dengan memberikan rangsanga sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi yang tersembunyi yaitu dimensi perkembangan anak (bahasa, itelektual, emosi, sosial, motorik, konsep diri, bakat dan minat), melakukan deteksi diri terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak.
   Berbagai lembaga PAUD yang selama ini telah dikenal oleh masyarakat luas, di antaranya : taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Atfhal (RA), kelompok Bermain, tembat Penitipan Anak, POS PAUD.
Pengertian Supervisi PAUD menurut John T. Lovel dan Kimbal Wiles, sebagaimana dikutip Hapidin, mendefinisikan pengawasan atau supervisi sebagai bimbingan, bantuan, maupun binaan seorang supervisor tehadap guru-guru agar bertambah dalam jabatannya dengan cara memperbaiki dan meningkatkan situasi pembelajaran. Prinsip-prinsip supervisi (1) supervisi : demokratis, harus konkret, objektif, dan sistematis, harus kreatuf dan inofatif. (2) penilaian : kooperatif, berdasarkan criteria yang tepat, diagnostik, kontinu, fungsional.
Teknik PAUD (1) teknik individu : kunjungan kelas, individual conference, intervisitation, self evaluation, supervisory bulletin, professional reading, professional writing. (2) teknik kelompok : rapat staf sekolah, orientasi guru baru, curriculum laboratory, committee, professional libraries, demonstration teaching, workshop, field trips for staff personnel’s, panel of forum discussion, in service training education, organisasi professional.
 V.            PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya sampaikan. Kami yakin pastilah masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami susun ini. Untuk itu kritik dan saran sangan kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami ke depan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.









DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Maimunah. 2010. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta : DIVA Press.
Suyadi, M.Pd.I. 2011. Manajemen PAUD TPA-KB-TK/RA. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sujiono Yuliani Nurani, M.Pd. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta Barat : Indeks.

























Bagaimana Strategi Peningkatan Pendidikan Melalui Pendekatan Berbasis Masyarakat atau Istilah lain Community Based Education

ABSTRAK 

Pendidikan Berbasiskan masyarakat pada (Comunity Based Education) intinya adalah bahwa masyarakat yang menentukan kebijakan serta ikut berpartisipasi dalam me-nanggung beban pendidikan, bersama seluruh ma-syarakat setempat, tentang pendidikan yang bermutu bagi anak-anak mereka. Dalam pengertian ini masyarakat tidak semestinya menyerahkan seluruh pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah semena-mena, tetapi ikut memikirkan serta bertanggung-jawab bersama kalangan pendidikan akan berhasilnya pendidikan anak-anak mereka. Dengan demikian, akan diharapkan tercipta hubungan yang harmonis antara pendidikan dirumah dan pendidikan disekolah serta pendidikan diluar sekolah.

Kata kunci: Pendidikan Berbasis Masyarakat (CBE), Mutu Pendidikan.
PENDAHULUAN

Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 dan GBHN 1993 mengamanatkan bahwa peran serta masyarakat, keluarga dan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan amat diperlukan. Ditekankan dalam amanat tersebut bahwa segenap lapisan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam semua aspek pengelolaan pendidikan di semua jenis dan jenjang karena pendidikan adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah,keluarga dan masyarakat.
Selain itu, krisis multidimensi yang melanda Indonesia belakangan ini, memberi momentum terjadinya perubahan mendasar dalam berbagai kehidupan, termasuk kehidupan pendidikan. Saat ini, krisis multidimensi pengaruhnya terhadap kehidupan pendidikan amat besar. Kemampuan pemerintah dalam menyediakan daya dan dana pendidikan amat menurun. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk melibatkan masyarakat dan sekolah dalam mengelola pendidikan agar kualitas pendidikan tetap optimal. Diharapkan, dengan adanya keterlibatan masyarakat terhadap masalah pendidikan, mutu dan pemerataan pendidikan di Indonesia dapat ditingkatkan.
Tiga Strategi Pelaksanaan Pengikutsertaan Masyarakat Dalam Masalah Pendidikan di Indonesia:
  1. Mereorganisasi sistem pemerintahan dalam administrasi dan keuangan.
  2. Melaksanakan Manajemen Berbasiskan Sekolah.
  3. Melaksanakan Pendekatan Pendidikan Berbasiskan Masyarakat.
Tulisan ini hanya ditujukan pada salah satu strategi dari tiga strategi yang digulirkan oleh pemerintah yang diuraikan di muka yaitu “Pendekatan Pendidikan Berbasiskan Masyarakat” atau PBM. Pendekatan PBM ini secara khusus ditujukan untuk dapat menghasilkan model:
  1. Yang dapat membantu pemerintah dalam pengerahan sumberdaya lokal dan eksternal.
  2. Yang dapat membantu pemerintah dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pelatihan fungsional untuk anak putus sekolah dan pasca pendidikan menengah.
  3. Yang dapat menstimulasi perubahan sikap dan persepsi masyarakat dalam hal pemilikan sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.
  4. Yang dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kebijakan desentralisasi tentang dukungan masyarakat dan BP3 terhadap sekolah.
  5. Yang dapat mengembangkan kelembagaan inovatif untuk menambah, meningkat-kan, dan mengganti sub sistem pendidikan persekolahan guna peningkatan mutu dan relevansi manajemen pendidikan dasar dan pasca pendidikan dasar.
PEMBAHASAN

Pendidikan Berbasiskan Masyarakat
Pendidikan Berbasiskan Masyarakat/Community Based Education (PBM) /(CBE) terdiri dari tiga kata, yaitu pendidikan, berbasiskan dan masyarakat. Pendidikan adalah pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam arti luas; artinya pendidikan yang diselenggarakan baik secara sekolah/dulu biasa disebut formal, atau yang diselenggarakan sebagai kursus/di luar sekolah, atau latihan/ magang untuk memperoleh ke-terampilan, dahulu disebut non-formal, maupun pendidikan yang dicontohkan dalam kegiatan-kegiatan dan/atau dituturkan di dalam budaya masyarakat, sebelum ini disebut informal. Berbasiskan berarti “berdasarkan pada” atau “berfokuskan pada”. Masyarakat adalah sebuah kelompok yang hidup dalam daerah khusus (bisa bersifat setempat/lokal/regional atau nasional) yaitu orang-orang yang memiliki harapan dan dampak terhadap upaya pendidikan di Indonesia walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status sosial, peranan dan tanggungjawab.

Secara umum, pendidikan seringkali dipandang sebagai penanaman modal jangka panjang yang harus mampu membekali anak didik untuk menghadapi masa depannya. Pendidikan harus mampu mencerahkan anak didik dari keadaan tidak tahu menjadi tahu. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu membuat anak didiknya berhasil dalam kehidupan. Dengan kata lain, bicara soal pendidikan adalah bicara soal kualitas kehidupan anak didik, soal kualitas sumberdaya manusia (SDM). Soal SDM ini, di abad-21 akan menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi bangsa Indonesia untuk ikutan bergulir sejajar dengan bangsa lain. Persaingan dalam bentuk barang produksi, tenaga kerja, pariwisata dll akan muncul ke permukaan. Namun, yang menjadi persoalan adalah sadarkah pemerintah atau bangsa Indonesia ini bahwa pendidikan adalah kunci utama untuk menghadapi persaingan tersebut di muka? Adakah komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menentukan bahwa sektor pendidikan adalah faktor kunci bagi pembangunan bangsa dan negara.

Bila dilihat dari komitmen pemerintah Indonesia yang menempatkan pembiayaan pendidikan hanya sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan nasional, kesadaran pemerintah Indonesia atas masalah pendidikan harus diberi nilai merah. Rapor buruk ini haruskah didiamkan saja atau masih adakah kepedulian bangsa ini terhadap masalah pendidikan?

Beberapa Langkah Penanggulangan Masalah
Secara ideal, dunia pendidikan harus mampu berjalan beriringan dengan dunia luar. Akan tetapi kita juga tahu bahwa dengan komitmen pemerintah yang buruk dalam hal dana pendidikan baik pada masa lalu dan masa kini maka idealisme tersebut masih jauh dari impian. Karenanya beberapa loncatan pemikiran untuk penanggulangan masalah tersebut harus dilakukan.
Berikut ada beberapa pemikiran yang menurut penulis dapat dilaksanakan pada masa dekade sekarang ini.

A. Partisipasi masyarakat
Salah satu pendekatan yang ada hubungannya dengan partisipasi menyatakan bahwa manusia mempunyai dinamika internal dan kapasitas yang tak terbatas untuk membantu dirinya dan untuk berhubungan secara positif dengan lingkungannya, apabila dikembangkan melalui perlakuan yang akurat dan dapat dipercaya. Selain itu, partisipasi juga disadari memiliki banyak arti.
Partisipasi dapat berarti bahwa pembuat keputusan mengikutsertakan kelompok atau masyarakat luas terlibat dalam bentuk saran, pendapat, barang, keterampilan, bahan atau jasa. Partisipasi juga dapat berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan sendiri, membuat keputusan dan memecahkan permasalahan mereka sendiri. Dalam konteks partisipasi, Illich (1983) menyatakan bahwa rakyat biasa harus mampu bertanggungjawab atas kepentingan dan kesejahteraan sendiri.
Oleh karena itu, rakyat harus diberi kesempatan untuk ikut bertanggungjawab dalam semua bidang kehidupan baik dalam bidang pendidikan, perawatan kesehatan, transportasi, perencanaan pembangunan dll. Sedangkan Paulo Freire (1973) menyatakan bahwa elit pembuat keputusan harus menyadari pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Tolok ukur keotentikan pembangunan ialah apakah rakyat yang sebelumnya hanya diperlakukan sebagai obyek yang sekedar tahu dan melaksanakan, kini diajak untuk berpartisipasi sebagai subyek aktif yang sadar dan bertindak secara aktif dalam mencapai tujuan hidup sendiri. Bertitik tolak dari pandangan ini, pemahaman tentang konsep partisipasi perlu diperluas tidak hanya ditekankan dalam bentuk pemberian dana, barang sebagai masukan instrumental, melainkan perlu dikembangkan pula berbagai bentuk partisipasi lain seperti paritipasi dalam hal waktu, pemikiran dan gagasan, kepercayaan dan kemauan.
Rugh dan Bossert (1998:141) menyatakan bahwa masyarakat dan keluarga dapat diajak untuk berpartisipasi dalam masalah pendidikan atau berinteraksi dalam dua belas langkah berikut ini:
  1. Advocating enrollment and education benefits
  2. Ensuring regular students attendance and completion
  3. Constructing, repairing, and improving facilities
  4. Contributing in-kind labor, materials, land and funds
  5. Identifying and supporting local teacher candidates
  6. Making decisions about school location and schedules
  7. Monitoring and following up teacher and students attendance
  8. Forming education committees to manage schools
  9. Attending school meetings to know about children’s work
  10. Providing skill instruction to know about children’s work
  11. Helping children with studying
  12. Gathering more resources and solving problems through the education bureaucracy.
B. Pendekatan Sistem Sebagai Indikator PBM/CBE
Kalau ditinjau secara pendekatan sistem yang mempergunakan tiga aspek masukan, proses dan keluaran sebagai titik pengkristalan, maka masukan PBM/CBE adalah peserta didik yang datang dari masyarakat, proses pendidikan PBM/CBE terjadi di dalam masyarakat itu, dengan masukan sumberdaya dan masukan lingkungan, asalnya terutama dari masyarakat itu sendiri, serta keluarannya berlangsung di dalam masyarakat itu. Yang ditekankan dalam hal ini adalah bahwa mestinya tanggungjawab pendidikan masyarakat itu adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat setempat adalah stakeholder utama dari pendidikan di tempat itu. Masyarakat setempat bukan hanya sebagai penonton yang kadang-kadang diundang dalam permainan. Mestinya mereka itu berhak untuk menjadi pemain, bahkan menjadi pemain utama. Itu akan lebih jelas bila dibandingkan dengan apa yang terjadi selama ini. Selama ini, pendidikan seolah-olah adalah pendidikan Pemerintah, masyarakat hanyalah klien/pelanggan belaka, ataupun dapat dikatakan konsumer pendidikan sematamata. Masyarakat kadang-kadang dilibatkan, diundang ikut dalam kegiatan pendidikan (community involvement), tetapi tidak berperan serta (community participation). Memang selama ini pendidikan dapat dikatakan semuanya terpusat. Kurikulum ditetapkan di pusat, tenaga pendidikan ditentukan dari pusat, sarana/prasarana ‘diberikan’ dari pusat, uangnya ditentukan dari pusat; semuanya mau diseragamkan dari pusat. Yang Terjadi adalah masyarakat jadi pasif tidak tahu dan tidak biasa berkecimpung di dalam kehidupan pendidikan anak-anak mereka. Sekolah adalah sekolahnya Pemerintah, sekolahnya guru-guru, negeri atau swasta. Yang dilematis adalah siapa yang disebut masyarakat itu. Di dalam otonomi daerah, masyarakat diberi batasan masyarakat Kabupaten. Tetapi tentu di dalam suatu negara kesatuan masyarakat kabupaten adalah bagian dari masyarakat propinsi dan selanjutnya adalah bagian dari masyarakat negara. Bangsa Indonesia bukanlah federasi masyarakat kabupaten, jadi meskipun otonomi daerah menyebut otonomi daerah tingkat dua, itu tidaklah berarti bahwa masyarakat kabupaten terpisah dari keseluruhan masyarakat negara kesatuan. Pertanyaan sekarang di dalam CBE, apakah yang menjadi tanggungjawab masyarakat setempat dan apa yang menjadi tanggungjawab masyarakat nasional?. Hal ini yang harus menjadi pergumulan bersama.

Berikut ini disajikan contoh indikator PBM/CBE yang dapat dilakukan oleh masyarakat lokal maupun nasional:
  1. Penurunan angka anak usia sekolah yang tidak bersekolah.
  2. Pengurangan ketimpangan antar wilayah atau antar kelompok sosial ekonomi dalam masyarakat.
  3. Pengurangan ketimpangan sebaran guru, sistem insentif, dan mutasi guru.
  4. Peningkatan sarana/prasarana pendidikan.
  5. Peningkatan Sosial ekonomi anak-anak lingkungan ekonomi rendah.
  6. Peningkatan kesadaran orangtua dalam hal membantu anaknya belajar.
  7. Peningkatan kesadaran anak akan daya tarik bidang studi tertentu.
  8. Peningkatan kemampuan guru dalam pendayagunaan alat dan sumber pendidikan.
  9. Pendokumentasian sumberdaya pendidikan.
  10. Penetapan kebutuhan sumberdaya pendidikan sesuai dengan identifikasi dan rumusan kebutuhan pendidikan setempat.
  11. Identifikasi perorangan, kelompok atau badan/lembaga yang potensial dengan berbagai jenis tertentu sumberdaya pendidikan.
C. Tanggungjawab Pendidikan
Dalam hal tanggungjawab dapat diperiksa kembali komponen dari sistem pendidikan. Tentu ada sistem pendidikan lokal sekolah, kursus/pelatihan, yang dapat disebut sistem institusional dan ada pula sistem pendidikan daerah tingkat dua dan selanjutnya sistem pendidikan nasional. Sayangnya sampai sekarang yang sudah ada UU-nya baru Sistem Pendidikan Nasional (SPN). Dalam mewujudkan otonomi pendidikan daerah, mestinya SPN tadi dilengkapi dengan UU baru atau UU tentang Otonomi Pendidikan Daerah. Selama ini pendidikan yang diselenggarakan swasta pun, masukan-masukannya masih ditentukan dari pusat, hanya penyelenggaraannya, terutama pembiayaannya yang dipikul hampir seluruhnya oleh penyelenggara pendidikan swasta tersebut. Di sini letaknya kepelikan otonomi pendidikan dasar dan menengah itu. Ditambah lagi dengan tiga jenjang persekolahan: pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Apakah semuanya diotda kabupatenkan?

Di dalam PBM/CBE seyogianya yang mengetahui kebutuhan pendidikan bagi warganya adalah masyarakat itu: berapa warganya yang harus ditampung di SD dan SLTP atau Pendidikan Dasar, berapa yang harus ditampung di pendidikan menengah, berapa yang perlu ditampung di dalam kursus-kursus dan lain sebagainya. Berapa ruang yang diperlukan dan/atau berapa gedung yang diperlukan dan di mana harus ditempatkan, berapa biaya yang diperlukan, berapa guru dan tenaga lain yang dibutuhkan seharusnya lebih diketahui oleh masyarakat setempat. Tentu untuk itu semua diperlukan data dan informasi yang akurat. Dengan demikian diperlukan selain perangkat dinas juga dibutuhkan suatu perangkat di dalam masyarakat yang menetapkan kebijakan untuk kebutuhan-kebutuhan di atas, di samping dinas yang ditugasi untuk merencanakan dan melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh masyarakat.

Yang menjadi masalah paling pelik adalah tanggung jawab keuangan. Meskipun disebut otonomi pendidikan termasuk di dalam otonomi daerah tingkat dua, namun harus dikatakan bahwa pendidikan sebenarnya adalah tanggungjawab bersama sebagai bangsa. Sebagai bangsa kita bertekad untuk mengadakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun bagi semua warga. Itu berarti tidak hanya bagi daerah/masyarakat yang mampu, tetapi juga bagi daerah yang kurang kapasitasnya untuk itu. Dengan demikian diperlukan suatu mekanisme di mana yang kaya membantu yang lemah; mungkin inilah yang harus pula termasuk ke dalam perimbangan keuangan di antara pusat dan daerah. Apakah itu diatur dengan alokasi umum atau alokasi khusus. Apakah grant berdasar jumlah siswa atau jumlah penduduk dan luas daerah; apakah untuk semua peserta didik ataukah hanya yang di negeri saja?.
Di sini akan disebut beberapa kegiatan yang perlu diperhatikan oleh masyarakat untuk dapat menyelenggarakan PBM/CBE dalam hal perencanaan:
  1. Masyarakat seharusnya dapat melaksanakan apa yang diistilahkan sebagai ‘micro planning’, artinya tidak lagi berencana sebagai orang pusat yang tentunya berencana secara kasar untuk daerah, ‘macro planning’ ;
  2. Harus punya data penduduk dengan umur yang sangat terpercaya;
  3. Harus dapat mengidentifikasi potensi sumberdaya dan dana yang tersedia;
  4. Seharusnya punya tenaga yang punya kemampuan untuk merencanakan pendidikan di daerah. Perencanaan pendidikan di daerah dengan wilayah yang lebih sempit (micro planning) tidak lebih mudah dari perencanaan makro. Di sini dibutuhkan lebih banyak variabel untuk menyusun rencana yang sungguh tepat memenuhi kebutuhan. Sebenarnya perencanaan pendidikan dapat pula memberi sumbangan kepada perencanaan wilayah, misalnya penentuan sebuah desa, kecamatan dan seterusnya. Ambil contoh; mestinya sesuatu desa yang normal harus punya 1 SD, pada hal sebuah SD normal seharusnya punya 180 sd 300 murid. Jika suatu desa hanya punya 200 KK, maka sukar untuk dapat ditetapkan sebagai satu desa. Demikianpun untuk sebuah kecamatan seharusnya mempunyai paling tidak sebuah SLTP yang diberi masukan peserta didik paling kurang dari 5 SD; jadi sesuatu kecamatan yang mempunyai hanya 3 desa tentu tidak efisien, dan seterusnya. Di samping itu diperlukan apa yang disebut ‘educational mapping’ untuk sesuatu kecamatan atau kabupaten untuk sungguh-sungguh dapat membuat pendidikan di daerah tersebut efisien dan bermutu.
Educational mapping dapat disamakan dengan perencanaan tata ruang pendidikan; setelah mengetahui jumlah dan umur penduduk, juga digambarkan persebaran penduduk dalam desa tersebut; digambarkan pula jalan-jalan yang menghubungkan persebaran penduduk; diperkirakan di mana akan diletakkan SD. Kemudian dilihat situasi kecamatan, di mana akan diletakkan SLTP, berapa feeder-school SD yang diperlukan untuk setiap SLTP; berapa SLTP yang perlu dibangun; kemudian diperhatikan situasi Kabupaten dan ditentukan berapa SM (Umum dan Kejuruan) dibutuhkan dan di mana akan ditempatkan. Semua kegiatan ini dilakukan untuk mengoptimalkan efisiensi serta mutu dari pendidikan. Karena itu dibutuhkan sumber daya dan dana, serta diperlukan standar-standar pendidikan untuk dapat mencapai mutu yang diharapkan. Menjadi persoalan besar bagi daerah, apakah SD yang terlalu banyak dengan murid terlalu sedikit perlu digabung demikian seterusnya, sehubungan dengan efisiensi dan mutu pendidikan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pendidikan Berbasiskan Masyarakat/Community Based Education (PBM)/(CBE) terdiri dari tiga kata, yaitu pendidikan, berbasiskan dan masyarakat. Pendidikan adalah pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam arti luas; artinya pendidikan yang diselenggarakan baik secara sekolah/dulu biasa disebut formal, atau yang diselenggarakan sebagai kursus/di luar sekolah, atau latihan/ magang untuk memperoleh keterampilan, dahulu disebut non-formal, maupun pendidikan yang dicontohkan dalam kegiatan-kegiatan dan/atau dituturkan di dalam budaya masyarakat, sebelum ini disebut informal. Berbasiskan berarti “berdasarkan pada” atau “berfokuskan pada”. Masyarakat adalah sebuah kelompok yang hidup dalam daerah khusus (bisa bersifat setempat/lokal/regional atau nasional) yaitu orang-orang yang memiliki harapan dan dampak terhadap upaya pendidikan di Indonesia walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status sosial, peranan dan tanggungjawab.

Kegiatan yang perlu diperhatikan oleh masyarakat untuk dapat menyelenggarakan PBM/CBE dalam hal perencanaan:
  1. Masyarakat seharusnya dapat melaksanakan apa yang diistilahkan sebagai ‘micro planning’, artinya tidak lagi berencana sebagai orang pusat yang tentunya berencana secara kasar untuk daerah, ‘macro planning’ ;
  2. Harus punya data penduduk dengan umur yang sangat terpercaya;
  3. Harus dapat mengidentifikasi potensi sumberdaya dan dana yang tersedia;
  4. Seharusnya punya tenaga yang punya kemampuan untuk merencanakan pendidikan di daerah. Perencanaan pendidikan di daerah dengan wilayah yang lebih sempit (micro planning) tidak lebih mudah dari perencanaan makro. Di sini dibutuhkan lebih banyak variabel untuk menyusun rencana yang sungguh tepat memenuhi kebutuhan.
Saran
Pendidikan seringkali dipandang sebagai penanaman modal jangka panjang yang harus mampu membekali anak didik untuk menghadapi masa depannya. Pendidikan harus mampu mencerahkan anak didik dari keadaan tidak tahu menjadi tahu. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu membuat anak didiknya berhasil dalam kehidupan. Dengan kata lain, bicara soal pendidikan adalah bicara soal kualitas kehidupan anak didik, soal kualitas sumberdaya manusia (SDM). Soal SDM ini, di abad-21 akan menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi bangsa Indonesia untuk ikutan bergulir sejajar dengan bangsa lain. Persaingan dalam bentuk barang produksi, tenaga kerja, pariwisata dll akan muncul ke permukaan. Namun, yang menjadi persoalan adalah sadarkah pemerintah atau bangsa Indonesia ini bahwa pendidikan adalah kunci utama untuk menghadapi persaingan tersebut di muka? Adakah komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menentukan bahwa sektor pendidikan adalah faktor kunci bagi pembangunan bangsa dan negara.

Daftar Pustaka
Laporan Bank Dunia: Education in Indonesia. (2003, September). From Crisis to Recovery.
Lembaga Pengembangan Manajemen Pendidikan. (2004). Model dan pedoman Peningkatan Partisipasi Masyarakat Untuk Pembangunan Pendidkan. Jakarta: LPPM
Makalah Konperensi Pendidikan Indonesia Mengatasi Krisis Menuju Pembaruan. (2006, February). Jalan Menuju Pembaruan Pendidikan: Sebuah Pendekatan Berdasarkan Kebutuhan Masyarakat, Jakarta
Media MNPK NO. 6 TH. XX. (April 2000-Mei 2000). Manajemen Berbasiskan Sekolah di tingkat Pendidikan Dasar; oleh Jiyono.
Regional Educational Development and Improvement Project (Redip). (2002, November): Interim Report 1. Jakarta.
Reports to Unesco of the Internatinal Commission on Education for the Twenyfirst Century (2004). Learning The reasure Within.








































Synopsis
Pendidikan berbasis masyarakat
  1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik yang berarti mendidik atau memberi ajaran atau tutunan mengenai tingkah laku kesopanan atau pikiran [1].jadi pengertian pendidikan menurut rmsuardi surya ningrat (kihajar dewantara )adalah daya upaya untuk memberikan tututan pada segala kekuatan kodrat yang ada pada anak- anak agar mereka baik sebagai manusia atau sebagai anggauta masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan lahir dan batin yang setinggi –tingginya .[2]sedangkan pendidikan menurut UUD RI no. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spitual keagamaan , pengendalian diri , kepribadian kecerdasan akhlaq mulia serta keterampilan yang dipelukan dirinya , masyarakat bangsa dan Negara .[3]jadi dengan pendidikan anak akan menjadi manusia yang bernilai dan berkualitas dan berakhlaq mulia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa untuk menyongsong masa depan mereka dan modal bagi asset Negara
  1. Masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan , norma – norma adat istiadat yang sama – sama ditaati dalam lingkungannya sedangkan masyarakat menurut UUD tentang sitem pendidikan nasional adalah kelompok warga Negara Indonesia non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam pendidikan [4] dengan kata lain sekelompok manusia yang telah mempunyai tatanan kehidupan dan norma – norma ,adat istiadat dan mempunyai peranan penting untuk melestarikakan adat istiadat dan norma- norma sehingga mereka harus mempunyai perhatian dan peranan dalam pendidikan anak – anak mereka demi terwujudnya masyarakat yang berkualitas .
  1. Pendidikan berbasis masyarakat
Kehidupan global merupakan kehidupan yang penuh dengan tatangan sekaligus membuka peluang – baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya bagi manusia yang berkualitras tinggi dan memperoleh kesempatam keja . Kehidupan global amat merasuk di semua sendi kehidupan dan menjanjikan peluang manis bagi laju berkembangnya tehnologi tingkat tinggi yang serba cepat dan instant ,untuk menanggapi adanya peluang sekaligus menghadapi tantangan era global ini pendidikan Indonesia memelukan paradikma baru yang cocok dan sesuai dengan tututan perubahan dan perkembangan zaman dan untuk mewujudkan masyarakat indonesia yang demokratis dan tidak menghilankan kekhasan agama dan budaya masyarakat Indonesia maka dari itu diperlukan aktualisasi pendidikan nasional dengan prisip-prinsip yang disesuaikan dengan tututan kebutuhan dan perkembangan zaman , yaitu partisipasi masyarakat didalm mengelola pendidikan , demokratisasi proses pendidikan , sumberdaya pendidik yang professional ,dan sumber daya yang memadai .aktualisasi pendidikan nasional yang baru mengisyaratkan bahwa tanggung jawab pendidikan tidak lagi dipikul oleh hanya pemerintah , tetapi juga dibebankan kepada masyarakat ,, maksud dari pernyatatan ini adalah pemerintah dan masyarakat sama –sama bertanggung jawab atas segala yang berkaitan dengan pendidikan dan memiliki keperdulian yang sama tehadap mutu dan keberhasilan pendidikan , oleh karena itu pendidfikan berbasis masyarakat perlu untuk di lindungi dan lestarikan dan di kembangkan .sedangkan pendidikan berbasis masyarakat itu adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kehasan agama , social , budaya ,aspirasi dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari dan oleh dan untuk masyarakat [5]
Uundang –undang republic Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasinonal bagian kedua telah mengisyaratkan bahwa pendidikan di Indonesia bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga msyarakat sebagai perwujudan dari demokratisasi pendidikan sebagai mana bunyi UUD NO,20 TAHUN 2003 Sebagai berikut :
PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT
Pasal 55
  1. Masyarakat berhak mendirikan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formala sesuai dengan ke khasan agama , lingkungan social, dan budaya untuk kepentingan masyarakat .
  2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum kurikulum dan evaluasi pendidikan , serta manajemen dan pendana annya sesuai dengan standar nasional pendidikan .
  3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat bersumber dari penyelenggara , masyarakat ,pemerintah , pemerintah daerah , dan atau sumberlain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku
  4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan tehnis ,subsidi dana , dan sumberdaya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan atau pemerintah daerah .
  5. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ayat (2) ayat (3) dan ayat (4) di atur lebih lanjud dengan peraturan pemerintah .


[1] Tim media kamus lengkap bahasa Indonesia . media centre :184
[2] Abd.rafik .Drs . Moh amin Drs. Sejarah pendidikan Indonesia ehpres Surabaya :46
[3] Tim redaksi nuansa aulia himpunan perundang undangan republic Indonesia tentang guru dan dosen . cv nuansa aulia bandung cet.I pebruari 2006 :97
[4] Tim redaksi nuansa aulia Ibid :101
[5] Tm redaksi nuansa aulia ibid :100

Pendidikan Berbasis Masyarakat

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah.
Community based education / pendidikan berbasis masyarakat (PBM) adalah konsep pendidikan yang menekankan pada paradigma pendidikan dalam upaya peningkatan partisipasi dan keterlibatan masyarakat, serta pengelolaan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan global dan nasional.
Pengelolaan pendidikan / madrasah di hadapkan pada berbagai macam tuntutan lokal dapat di akomodir dengan baik. sehingga kepedulian masyarakat terhadap pengembangan pendidikan di madrasah menjadi sangat signifikan.
Sejarah pendidikan di Indonesia telah memberikan bukti bahwa pendidikan yang berbasis masyarakat mempunyai daya tahan yang luar biasa, karena di dukung oleh masyarakat yang merasa memilikinya, pondok pesantren adalah sebuah bukti nyata.
Namun mengembalikan kekuatan masyarakat yang telah di abaikan begitu lama tidaklah mudah. Paradigma lama telah mengaburkan pikiran mengenai pendidikan yang selayaknya. Karena kita harus beralih kesebuah paradigma reformasi yang baru dan mungkin gagasan pendidikan berbasis masyarakat dapat dijadikan sebuah titik masuk.
B.     Rumusan Masalah.
1.      Bagaimana pengertian pendidikan berbasis masyarakat?
2.      Apa saja problem yang mempengaruhi mutu pendidikan di Indonesia?
3.      Apa implementasi pendidikan berbasis masyarakat?
4.      Apa saja kendala implementasi pendidikan berbasis masyarakat?

C.    Tujuan Penulisan.
1.      Dapat mengetahui pengertian pendidikan berbasis masyarakat.
2.      Untuk mengetahui masalah yang mempengaruhi mutu pendidikan.
3.      Agar mampu memahami implementasi pendidikan berbasis masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pendidikan berbasis masyarakat.
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan            masyarakat.[1][1][1]

              Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S., 2004 akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education). Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika.
Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR.Arief Rahman   (2)            adalah:[2][2][2]

1) Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
2) Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual      atau            derajat kecerdasan      nalar.

           Sedangkan menurut Surya, M., 2002 (3) salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal. Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Indikator yang menunjukkkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang            seharusnya       menjadi           konsen utama  mereka,seperti:[3][3][3]

1) Alumni kedokteran tidak menunjukkan kepekaan sosial terhadap maraknya wabah demam berdarah, sehingga lonjakan wabah tersebut di beberapa daerah harus dibarengi dengan ironi kekurangan tenaga medik dan paramedik, sehingga terjadilah kisah tragis Indah di Indramayu.
2) Kesulitan untuk mencari guru mengaji di sebagian besar masjid-masjid kota pontianak dan Kab./Kota lainnya di Propinsi kalimantan Barat merupakan hal yang sulit kita pahami, mengingat STAIN Pontianak hingga saat ini telah meluluskan banyak alumni.
3) Sangat ironis terjadi bagi masyarakat Kalimantan Barat jika harus kekurangan tenaga dan ahli pertanian sehingga banyak areal pertanian terbengkalai atau salah urus, mengingat Untan dan IPB meluluskan ratusan sarjana pertanian setiap tahunnya. Kisah-kisah ironis tersebut menggambarkan secara jelas bahwa kompetensi moral dan kompetensi sosial SDM keluaran sistem pendidikan kita sangat tidak compatible dengan tuntutan dunia kerja di dalam masyarakatnya. Sistem pendidikan tidak menjadikan masyarakat sebagai dasar prosesualnya dan tidak berakar pada sosial budaya yang ada. Pendidikan berjalan di luar alam sosial budaya masyarakatnya, sehingga segala yang ditanamkan (dilatensikan) melalui proses pendidikan merupakan hal-hal yang tidak bersentuhan dengan persoalan kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat   tersebut.
Menurut E. Muyasa hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain sebagai berikut:
1.                  Memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak.
2.                  Memperkukuh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat.
3.                  Menggairahkan masyarak untuk menjalin hubungan dengan sekolah.[4][4][4]
Undang-undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan yang tertuang pada pasal 54 ayat (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam menyelenggarakan dan pengendalian mutu pada satuan pendidikan. Ayat (2) masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan.
Demikian pula pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana yang tertuag pada pasal 55 ayat (1) masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat ayat (2) penyelenggaraan pendidikan berbasis mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan. Ayat (3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggaraan, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan / atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; ayat (4) lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan tekhnis, subsidi dana dan sumbe daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan / atau pemerintah daerah.
B.     Implementasi pendidikan     berbasis          masyarakat.
Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya.

(1) Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi.
(3) Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan dan sarana dan prasarana pendidikan.
secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah
Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan tersebut.
a. Bagaimana peran pemerintah dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
           Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. 2001 adalah: peran sebagai pelayan masyarakat, peran sebagai fasilitator, peran sebagai pendamping, peran sebagai mitra dan peran sebagai penyandang            dana.[5]
[5][5]

1.         Pelayan            Masyarakat

           Dalam mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat seharusnya pemerintah memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Melayani masyarakat, merupakan pilar utama dalam memberdayakan dan membantu masyarakat dalam menemukan kekuatan dirinya untuk bisa berkembang secara optimal. Pemerintah dengan semua aparat dan jajarannya perlu menampilkan diri sebagai pelayan yang cepat tanggap, cepat memberikan perhatian, tidak berbelit-belit, dan bukan minta dilayani. Masyarakat harus diposisikan sebagai fokus pelayanan utama.

2.Fasilitator

             Pemerintah seharusnya merupakan fasilitator yang ramah, menyatu dengan masyarakat, bersahabat, menghargai masyarakat, mampu menangkap aspirasi masyarakat, mampu membuka jalan, mampu membantu menemukan peluang, mampu memberikan dukungan, mampu meringankan beban pekerjaan masyarakat, mampu menghidupkan komunikasi dan partisipasi masyarakat tanpa masyarakat merasa terbebani.

3.         Pendamping    masyarakat

              Pemerintah menjadi pendamping masyarkat yang setiap saat harus melayani dan memfasilitasi berbagai kebutuhan dan aktivitas masyarakat. Kemampuan petugas sebagai teman, sahabat, mitra setia dalam membahas, mendiskusikan, membantu merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan yang dibutuhkan masyarakat perlu terus dikembangkan. Sebagai pendamping, mereka dilatih untuk dapat memberikan konstribusi pada masyarakat dalam memerankan diri sebagai pendamping. Acuan kerja yang dipegangnya adalah tutwuri handayani (mengikuti dari belakang, tetapi memberikan peringatan bila akan terjadi penyimpangan). Pada saat yang tepat mereka mampu menampilkan ing madya mangun karsa ( bila berada di antara mereka, petugas memberikan semangat), dan sebagai pendamping, petugas harus dapat dijadikan panutan masyarakat ( Ing ngarsa sung tulodo).[6]
[6][6]

4.         Mitra

         Apabila kita berangkat dari konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, maka masyarakat harus dianggap sebagai mitra. Hubungan dalam pengambilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sifat ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin tenar/populer sendiri, atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyarakat, tidak terlalu banyak campur tangan yang akan menyusahkan, membuat masyarakat pasif dan akhirnya mematikan kreativitas masyarakat.

5.         Penyandang    Dana

           Pemerintah harus memahami bahwa masyarakat yang dilayani pada umumnya adalah masyarakat yang kurang mampu, baik dalam ilmu maupun ekonomi. Belajar untuk belajar bukan menjadi tujuan, tetapi belajar untuk hidup dalam arti bermata pencaharian yang layak. Untuk itu diperlukan modal sebagai modal dasar untuk menerapkan apa yang diyakininya dapat dijadikan sebagai sumber kehidupan dari apa yang sudah dipelajarinya. Pemerintah berperan sebagai penyedia dana yang dapat mendukung keseluruhan kegiatan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat.

b.  Bagaimana partisipasi Masyarakat dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?

            Partisipasi masyarakat sebagai kekuatan kontrol dalam pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan kontrol bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Depdiknas mulai menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah. Karena itulah gagasan tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat (semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak terhindarkan. Dengan adanya komite sekolah, kepala sekolah dan para penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggung jawab kepada  komite tersebut.

            Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab          komite sekolah/madrasah.

             Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan penyelenggara pendidikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Dirjen Dikdasmen. Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh Pemerintah, tetapi perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS). Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk mengawasi dana JPS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan akuntabilitas sekolah, serta menyalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah.

         Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali dengan melakukan upaya optimalisasi organisasi orang tua siswa di sekolah. Upaya ini sangat penting lagi di saat keadaan budaya dan gaya hidup generasi kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. Dengan adanya upaya ini jalinan antara satu sisi, orang tua, dan di sisi lain sekolah, bisa bersama-sama mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.

           Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0293/U/1993 juga perlu disesuaikan dengan nuansa dan paradigma perkembangan pendidikan nasional. Karena itu, Komite Sekolah yang baru ini adalah gabungan peran dari Komite Sekolah JPS, Organisasi Orang Tua Siswa dan BP3. komite Sekolah yang baru ini bertujuan membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah dalam upaya ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut tentu saja Komite Sekolah mesti melakukan berbagai upaya dalam mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, termasuk LSM-LSM yang memiliki concern di bidang pendidikan. Agar independensi komite ini tetap terjaga, maka tampaknya keanggotaan tidak lagi memasukkan aparat sekolah dan pemerintahan. Keanggotaan Komite Sekolah adalah orang tua siswa, tokoh masyarakat, pakar dan pengamat pendidikan, LSM-LSM, dan mungkin juga perwakilan-perwakilan dari organisasi masyarakat dan pemuda yang ada.
           Hal-hal yang dapat didukung orang tua dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Sergiovanni dalam Sagala, S., 2004 adalah pengembangan kecintaan untuk belajar, pemikiran kritis dengan kecakapan memecahkan masalah, apresiasi atau penghargaan estetika, kreativitas,       dan      kompetensi      perseorangan.
Lingkungan sekolah bukanlah isolasi dari lingkungan sekitarnya, tetapi merupakan lingkungan yang seharusnya terintregrasi kedalam lingkungan yang sudah ada. Karena lingkungan sekolah berada dalam konteks sosial sebagai elemen yang penting dalam komunitas lokal dan sangat bergantung pada masyarakat dari segi dukungan dan pendanaan (Garton ,1976: 343).Selanjutnya lingkunan akan mengevaluasi pengurus sekolah dalam pengelolaan kebijaan dan penyelenggaraan dana. Demikian pula pengaruh sekolah terhadap akselerasi informasi kepada orang tua dan kontak individu senantiasa dimonitor oleh masyarakat.Karena faktor itulah administrasi dan manajemen di lembaga pendidikan perlu dikembangkan untuk mendapatkan pemahaman yang bagus dan penyusunan kompetensi efektifitas hubungan masyarakat di lembaga pendidikan.
Selanjutnya, Gorton menjelaskan hal yang berkenaan dengan hubungan masyarakat yang perlu dikelola oleh sekolah yaitu memahami masyarakat. Bagian atau pejabat hubungan masyarakat di sekolah perlu memahami situasi daerah dan penduduk lingkungan lembaga tersebut, termasuk lingkungan individu.selam membangun hubungan komunikasi dengan masyarakat, maka pengelola manajemen humas di lembaga pendidikan juga membutuhkan dukungan untuk memahami dan mengembangan hubungan masyarat yang bagus.[8][8][8]
C.    Kendala dalam Implementasi pendidikan berbasis masyarakat.

Kendala dalam mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat menurut Sagala, S., 2004 adalah:[9][9][9]

1) Sistem perencanaan, pengangguran dan pertanggungjawaban keuangan yang dianut pemerintah masih dari atas ke bawah (top down).
2) Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat.
3) Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
4) Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
5) Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
6) Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
7) Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
8) Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.
9) Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
10) Egoisme sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.


BAB III
PENUTUP.
A.    Simpulan
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR.Arief Rahman   (2)            adalah:
1) Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
2) Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.
3) Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual      atau            derajat kecerdasan      nalar.
Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya.
B.     Kata penutup.
Alhamdulillah sudah semestinya menjadi kalam ikhtitan. Tuhan yang mengajari kita ilmu dengan pena dan mengajari manusia atas apa apa yang tidak diketahui. Karena dengan izin dan ridho-Nya yang menjadi dambaan setiap insan, kami dengan sehat wal-afiat dapat merampungkan tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan  dengan baik meskipun jauh dari kesempurnaan.



DAFTAR PUSTAKA

Sagala, S. 2004. Manajemen Berbasis sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. PT Rakasta Samasta, Jakarta.
Surya, M. 2002. Menyambut Hari Pendidikan Nasional 2002: Menyongsong Agenda Reformasi pendidikan. Pikiran Rakyat.
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, ( Jakarta: Erlangga, 2007).
Mukhlishah. 2002. Mendesak, Pendidikan ikiran Rakyat Cyber Media.Berbasis Komunitas.
Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, Ar- Ruzz Media (Jogjakarta:, Ar- Ruzz Media, 2008).
Sumber : http://pmancoffeemix.wordpress.com/Manajemen Inovasi Pendidikan.



[1][1][1] Sagala, S. 2004. Manajemen Berbasis sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. PT Rakasta Samasta, Jakarta. Hal 54-58.
[2][2][2] Ibid hal 64-66
[3][3][3] Surya, M. 2002. Menyambut Hari Pendidikan Nasional 2002: Menyongsong Agenda Reformasi pendidikan. Pikiran Rakyat. Hal 80-82.
[4][4][4]Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, ( Jakarta: Erlangga, 2007) hlm. 184
[5][5][5] Ibid hal 90-92
[6][6][6] Sumber : http://pmancoffeemix.wordpress.com/Manajemen Inovasi Pendidikan

[7][7][7] Mukhlishah. 2002. Mendesak, Pendidikan ikiran Rakyat Cyber Media.Berbasis Komunitas. Phal 40-43.
[8][8][8] Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi Pendidikan, Ar- Ruzz Media (Jogjakarta:, Ar- Ruzz Media, 2008) hlm. 204-205


Tidak ada komentar:

Posting Komentar