Makalah Manajemen Penyelenggaraan PAUD
I.
PENDAHULUAN
Anak adalah manusia kecil
yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakterisik
tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif,
dinamis, antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar,
dirasakan, mereka seolah-olah tak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar.
Pemahaman yang benar tentang
hakikat dan landasan peyelenggaran Pendidikan Anak Usia Dini hendaknya dimiliki
oleh setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung akan berhubungan
dengan anak usia dini. Dimulai dari lingkungan keluarga dalam hal ini adalah
orang tua dan atau pihak lain yang terdekat dengan anak., pendidikan di
berbagai lembaga pendidikan yang memberikan layanan pada anak usia dini,
masyarakat dan juga para pemegang kebijakan mulai dari pemerintah pusat sampai
daerah. Diharapkan melalui pemahaman yang benar, para pihak akan dapat memberikan
layanan yang seoptimal mungkin bagi anak usia dini.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian Pendidikan Anak
Usia Dini
B. Tujuan Pendidikan Anak Usia
Dini
C. Jenis dan Persyaratan
Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Untuk Anak Usia Dini
D. Supervisi Pendidikan Pada
Lembaga Pendidikan Untuk Anak Usia Dini
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Anak
Usia Dini
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14, yang menyatakan bahwa : “Pendidikan Anak Usia Dini adalah
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembanagan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Persyaratan umum pendirian lembaga
PAUD adalah sejumlah ketentuan umum yang harus dipenuhi bagi sebuah Yayasan
yang ingin mendirikan lembaga PAUD. Merujuk pada Pasal 62 ayat 2, persyaratan
yang harus dipenuhi untuk dapat menyelenggarakan lembaga pendidikan adalah :
1. Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat panduan yang mengatur
isi program dan proses pendidikan sebagai acuan dalam proses pembelajaran dan
penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum ini dapat merajuk pada PKB-TK 94 (Program
Kegiatan Belajar TK). Atau bisa juga merajuk pada kurikulum 2004 yang
disempurnakan menjadi KTSP 2006.
2. Peserta
didik / Siswa / Anak Didik
Sebelum mendirikan PAUD, Yayasan yang akan
menyelenggarakan PAUD harus melakukan survei tentang jumlah anak didik yang ada
di wilayah tersebut. Dari survei ini bisa memanfaatkan data primer dari
Posyandu di masing-masing wilayah. Biasanya, setiap Posyandu memiliki data
jumlah anak lengkap dengan usia dan berat badannya. Yayasan yang akan
mendirikan PAUD bisa memanfaatkan data ini sebagai penguat data hasil survei.
3. Tenaga
Kependidikan (Guru dan Staf)
Selain anak didik, yayasan juga harus menyertakan
jumlah tenaga kependidikan (guru atau staf administrasi) lengkap dengan latar
belakang keilmuan para guru yang dicantumkan. Merujuk pada UU Sistem Pendidikan
Nasional 2003, guru yang akan mengajar di lembaga PAUD harus berlatar belakang
SI PG-PAUD atau SI PG-TK.
4. Sarana
Prasarana
Untuk mendukung proses pembelajaran berdasarkan
kurikulum yang telah dicantumkan, Yayasan pendiri PAUD harus memenuhi standar
minimal sarana dan prasarana minimal yang telah di tentukan. Dalam Pasal 45
ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa “ setiap satuan pendidikan formal
maupun non-formal harus menyediakan sarana prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan perkembangan potensi fisik, kognitif,
sosial, emosi, dan kejiwaan anak didik .”
5. Pembiayaan
Pendidikan
Setiap lembaga kependidikan, khususnya lembaga PAUD,
yang sebagian besar dikelola oleh pihak swasta atau yayasan perlu menyertakan
pembiyaan pendidikan bagi peserta didik maupun dana awal yang dimiliki untuk
penyelenggaraan pendidikan. Dalam pasal 48 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 juga
ditegaskan bahwa pengelolaan pembiayaan harus memenuhi prinsip-prinsip
keadilan, efisiensi, transparasi dan akuntabilitas publik atau
pertanggugjawaban kepada masyarakat.
6. Sistem
Evaluasi
Setiap lembaga pendidikan, termasuk PAUD, harus mempunyai
sistem evaluasi, baik evaluasi program, proses, maupun hasil tumbuh-kembang
anak-didik. Evaluasi ini dilaksanakan sebagai upaya pengendalian mutu
pendidikan, sekaligus sebagai upaya akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.
B. Tujuan Pendidikan Anak Usia
Dini
Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU
RI No. 20/2003 BAB II Pasal 3)
Tujuan PAUD yang ingin dicapai
adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman orang tua dan guru serta pihak-pihak yang terkait dengan
pendidikan dan perkembangan anak usia dini. Secara khusus tujuan yang ingin
dicapai adalah :
1. dapat
mengidentifikasikan perkembangan fisiologis anak usia dini dan mengaplikasikan
hasil identifikasi tersebut dalam pengembangan fisiologis yang bersangkutan.
2. dapat
memahai perkembangan kreatifitas anak usia dini dan usaha-usaha yang terkait
dengan perkembangannya.
3. dapat memahami kecerdasan jamak dan kaitannya
dengan perkembangan anak usia dini.
4. dapat
memahami arti bermain bagi perkembangan anak usia dini.
5. dapat
memahami pendekatan pembelajaran dan aplikasinya bagi perkembangan anak
kanak-kanak
Selain itu, tujuan pendidikan anak
usia dini adalah :
1. membentuk
anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal di
dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan dimasa dewasa.
2. membantu
menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
3. intervensi
dini dengan memberikan rangsanga sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi
yang tersembunyi yaitu dimensi perkembangan anak (bahasa, itelektual, emosi,
sosial, motorik, konsep diri, bakat dan minat).
4. melakukan
deteksi diri terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak.
C. Jenis dan Persyaratan
Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Untuk Anak Usia Dini
Berbagai lembaga PAUD yang selama
ini telah dikenal oleh masyarakat luas, di antaranya :
1.Taman Kanak-Kanak (TK) dan
Raudhatul Atfhal (RA)
TK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan bagi
anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program
pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun yang di bagi dalam dua
kelompok belajar berdasarkan usia yaitu Kelompok A untuk anak usia 4-5 tahun
dan Kelompok B untuk anak usia 5-6 tahun.
Persyaratan Pendirian :
·
Memiliki
lembaga yang berbadan hukum dan terdaftar di Dinas Sosial.
·
Memiliki
izin penyelenggaraan dari Suku Dinas Kotamadya.
·
Memiliki
kurikulum TK dan perangkatnya.
·
Memiliki
sarana bermain, meliputi outdoor dan indoor.
·
Memiliki
sarana dan prasarana sesuai dengan SPM dan SK Gubernur tentang penyelenggaraan
PAUD.
·
Memiliki
sumber pembiayaan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun.
2. Kelompok
Bermain (KB)
Kelompok Bermain (KB) adalah salah satu bentuk PAUD
pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan
sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun.
Persyaratan Pendirian :
·
Memiliki
tempat yang layak untuk menyelenggarakan kegiatan kegiatan Kelompok Bermain.
·
Memiliki
anak didik.
·
Memiliki
tenaga pendidik.
·
Memiliki
tenaga penglola.
·
Memiliki
sarana & prasarana.
·
Memiliki
Alat Permainan Edukatif (APE).
·
Memiliki
program pembelajaran.
3. Taman
Penitipan Anak (TPA)
TPA adalah salah satu bentuk PAUD adalah wahana
pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti
keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak
memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab
lain.
Persyaratan Pendirian :
·
Lingkungan TPA harus dapat
menciptakan suasana rasa aman kepada anak untuk belajar dan berkembang,
sehingga anak merasa di rumahnya sendiri.
·
Tempat belajar, gedung TPA
hendaknya didirikan dengan bangunan / gedung permanen yang mudah dijangkau oleh orang tua calon peserta didik,
cukup aman dan tenang. Memiliki surat-surat yang sah dan izin dari instansi
yang berwenang.
·
Ruangan, luas ruangan disesuaikan dengan
jumlah peserta didik. Ruangan juga harus dilengkapi dengan penerangan dan
ventilasi yang cukup.
·
Perabot, setiap
ruangan dilengakapi dengan perabot sesuai dengan keperluan dan ketersediaan
dana, seperti meja, kursi, almari, rak-rak, box, tempat tidur, kasur, telepon,
perlengkapan administrasi, TV, radio, dll.
·
Sarana belajar, untuk
enunjang proses pembelajaran di TPA hendaknya di sediakan sarana belajar
minimal berupa, buku cerita dari berbagai versi dan cerita rakyat setempat,
alat peraga pendidikan untuk pengetahuan alam (science), matematika, memasak,
boneka berbagai ukuran, tape recorder dan atau VCD Player, dan panggung boneka
dan perangkatnya.
4. POS PAUD
Peserta didik di Pos PAUD adalah anak usia 0-6 tahun yang
tidak terlayani PAUD lainnya. Orang tua wajib memperhatikan kegiatan anak
selama di Pos PAUD agar dapat melanjutkan di rumah.
Teknis Pembentukan Pos PAUD :
a) Pemilihan Posyandu, kriteria Posyandu yang dipilih untuk diintegrasikan
dengan Pos PAUD
adalah Posyandu yang aktif, dengan jumlah anak minimal 25 anak dan kader 4 orang.
b) Identifikasi Dukungan Lingkungan, memiliki dukungan lingkungan yang
dapat menjamin keberlangsungan Pos PAUD, antara lain :
·
Terdapat
anak usia 0-6 tahun yang belum terlayani PAUD minimal 25 anak.
·
Tersedia
calon pengelola dan kader Pos PAUD nimimal 5 orang.
·
Memperoleh
dukungan dari orang tua, masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pamong
desa / kelurahan.
·
Tersedia
tempat yang layak untuk kegiatan Pos PAUD.
·
Memiliki
sumber pembiayaan yang tetap (iuran orang tua, donatur, dana desa)
c) Penentuan
Tempat Kegiatan, kegatan Pos PAUD dapat bertempat di balai desa, sekolah, rumah
penduduk, atau tempat lainnya yang memenuhi syarat. Tempat untuk kegiatan Pos
PAUD harus aman, nyaman, dan sehat bagi anak. Beberapa hal yang perlu diperlukan dalam memilih tempat,
antara lain :
·
Tersedia
sanitasi dasar yang mencakup air bersih dan kakus / WC.
·
Memiliki
pencahayaan dan sirkulasi udara yang baik.
·
Terjaga
kebersihannya.
·
Memiliki
ruangan yang cukup untuk kegiatan anak di masing-masing kelompok.
·
Memiliki
halama yang cukup luas untuk bermain bebas.
Persyaratan perizinan Pos PAUD antara lain :
a) Memiliki
pengurus sekurang-kurangnya terdiri dari unsur pembinaan dan unsur pengelolaan.
b) Memiliki kader sekurang-kurangnya 4 orang
(termasuk pengelola yang merangkap sebagai kader)
c) Sekurang-kurangnya
50% kader berpendidikan SLTA.
d) Sekurang-kurangnya
50% kader telah terlatih.
e) Memiliki
tempat yang tetap dan layak untuk kegiatan anak, baik kepunyaan sendiri, sewa
maupun pinjam pakai (melampirkan tempat foto kegiatan dan bukti kepemilikan / sewa/
pinjam pakai).
f)
Tersedia air
bersih dan kakus untuk keperluan MCK.
g) Memiliki
halaman untuk bermain bebas.
h) Memiliki APE
untuk mendukung kegiatan anak di masing-masing kelompok.
i)
Memiliki
administrasi pencatatan kegiatan.
j)
Memiliki
buku-buku panduan / pedoman kegiatan.
k) Kegitan
telah berjalan aktif selama 6 bulan, sekurang-kurangnya seminggu sekali.
l)
Memiliki
surat izin Kepala Desa / Lurah setempat.
D. Supervisi Pendidikan Pada
Lembaga Pendidikan Untuk Anak Usia Dini
1. Pengertian
Supervisi PAUD
Menurut John T. Lovel dan Kimbal
Wiles, sebagaimana dikutip Hapidin, mendefinisikan pengawasan atau supervisi
sebagai bimbingan, bantuan, maupun binaan seorang supervisor tehadap guru-guru
agar bertambah dalam jabatannya dengan cara memperbaiki dan meningkatkan
situasi pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan penelitian, karya
ilmiah, atau kajian-kajian lain yang dapat meningkatkan profesionalitas kinerja
guru. Berbeda dengan Lovel dan Wiles, MC. Nerney mendefinisikan supervisi
sebagai suatu prosedur yang memberikan arah kepada proses pengajaran yang
dilengkapi dengan penilaian proses pengajaran. Disisi adalah kontrol atau
pengendalian.
Jadi dapat di simpulkan bahwa
supervisi PAUD merupakan pemberian bimbingan langsung ke lembaga PAUD dan
melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan atau
penyimpangan-penyimpangan dalam rangka menyempurnakan manajemen lembaga PAUD.
2. Prisip-Prinsip
Dasar Supervisi PAUD
a.
Supervisi
1) Supervisi
harus demokratis. Supervisi menghendaki agar tiap-tiap guru diberikan kebebasan
untuk berpikir dalam memajukan inisiatif, kreatifitas, menyampaikan pendapat,
mengloordinasikan kerja sama antarguru, dan mampu menggerakkan seluruh komponen
yang disupervisi.
2) Harus
konkret, objektif, dan sistematis. Supervisor yang konkret, objektif, dan
sistematis adalah supervisor yang jelas sasarannya, apa adanya, tidak merekayasa, dan dilaksanakan secara terencana
dan berkesinambungan.
3) Harus
kreatif dan inofatif. Jika supervisi yang demokratis sebagaimana disubutkan di
atas dilakukan berdasarkan data yang bjektif dan konkret maka supervise
tersebut bisa disebut supervisor kreatif dan inovatif.
b. Penilai
1) Penilaian
harus dilakukan secara menyeluruh termasuk pemilihan bahan ajar, metode
mengajar, pemberian tugas, tata tertib, pelaksanaan evaluasi, sarana prasarana,
dan lain sebagainya.
2) Agar
tercapai penilaian yang menyluruh, maka penilaian tersebut harus dilakukan
secara kooperatif.
3) Penilaian
berdasarkan pada kriteria yang tepat dan dapat diperoleh dengan musyawarah
serta mengacu pada tujuan pendidikan.
4) Penilaian
bersifat diagnostic supaya mampu menemukan kelemahan-kelemahan dalam proses
manajerial kelembagaan PAUD.
5) Penilaian
harus dilakukan secara terus-menerus atau kontinu. Sebagai landasan yang kuat
dalam suatu program penelitian, sudah selayaknya hasil penilaian trsebut
disusun rencana-rencana peningkatan guna perbaikan situasi dari apa yang telah
dan akan diniali dengan harapan agar menemukan cara kerja terbaik.
6) Penilaian
bersifat fungsional. Artinya, penilaian yang baik adalah penilaian yang
mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas pembalajaran dan dikakukan dengan
maksud untuk memperoleh fakta-fakta yang lengkap baik dari berbagai aspek
positif maupun aspek negatif yang terkait dengan sarana penilaian.
c)
Teknik Supervisi PAUD
Teknik adalah suatu cara atau metode
untuk melakukan hal-hal tertentu dengan terampil dan cepat guna mencapai tujuan
yang telah dicanangkan. Atas dasar pengertian ini, maka teknik supervisi PAUD
adalah cara atau metode pengawasan terhadap segala aspek pembelajaran PAUD guna
mengetahui kelemahan dan kekurangan untuk kemudian dilakukan upaya perbaikan.
Kedua teknik tesebut adalah teknik individu dan kelompok.
1) Teknik
Individu
Setidaknya ada tujuh teknik penunjang dalam teknik
supervisi individu. Ketujuh metode tersebut adalah sebagai berikut :
·
Kunjungan
kelas. Kunjungan supervisor ke dalam kelas agar dapat mengetahui proses
pembelajaran. Dari pengamatan itu diharapkan supervisor mengetahui
kelemahan-kelemahan guru dan dapat mencarikan solusi yang baik.
·
Individual Conference, adalah komunikasi konsultatif setelah kunjungan selesai.
·
Intervisitation, yaitu kunjungan antara guru di suatu sekolah dalam rangka belajar
dengan cara saling tukar pengalaman, informasi, maupun pengetahuan.
·
Self evaluation, adalah kesadaran guru bahwa dirinya dituntut untuk dapat melakukan
pembelajaran dengan profesionalitas tinggi.
·
Supervisory bulletin, media komunikasi yang dipublikasikan sebagai salah satu teknik
supervisi.
·
Profesional reading, bacaan professional yang dapat memperkaya khazanah keilmuan dan
pengalaman guru.
·
Profesional writing, membuat karya tulis dengan prinsip kekayaan potensi dioptimalisasikan
untuk meningkatkan motivasi, kebutuhan, kondisi, dan fasilitas memadai untuk
mencapai prestasi.
2) Teknik
Kelompok
Beberapa metode yang dapat dilakukan di dalam teknik
kelompok adalah :
·
Rapat staf
sekolah, salah satu bentuk komunikasi guru untuk membahas dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
·
Orientasi guru baru, pembinaan guru-guru yang belum mempunyai pengalaman mengajar.
·
Curriculum Laboratory, konsep kurikulum secara spesifik.
·
Committee
(Kepanitiaan), suatu kelompok yang bertugas memecahkan suatu masalah.
·
Professional Libraries
(Perpustakaan profesional), penggunaan perpustakaan secara professional.
·
Demonstration Teaching
(Demonstrasi mengajar), teknik supervisi yang diperagakan oleh supervisor.
·
Workshop
(Lokakarya), upaya untuk mengembangkan rasa tanggung jawab sebagai akademis
untuk meningkatkan kualitas mengajar.
·
Field trips for staff personnel’s, teknik supervisi yang dilakukan dengan cara menemui objeknya secara
langsung di lapangan.
·
Panel of forum discussion, usaha untuk mengumpulkan pendapat maupun gagasan para ahli yang
berkaitan dengan upaya mencari solusi atas permasalahan maupun upaya perbaikan
pembelajaran.
·
In service training education, serangkaian program yang diselenggarakan dengan teknik tertentudalam
rangka meningkatkan profesionalisme.
·
Organisasi
professional, bentuk kerja sama kelompok yang merupakan bagian dari kehidupan
sebuah profesi, yakni guru PAUD.
KESIMPULAN
Pendidikan Anak Usia Dini adalah
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembanagan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Tujuan PAUD yang ingin dicapai adalah untuk
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman orang tua dan guru serta pihak-pihak yang terkait dengan
pendidikan dan perkembangan anak usia dini. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai
adalah : dapat mengidentifikasikan perkembangan fisiologis anak usia dini dan
mengaplikasikan hasil identifikasi tersebut dalam pengembangan fisiologis yang
bersangkutan, dapat memahai perkembangan kreatifitas anak usia dini dan
usaha-usaha yang terkait dengan perkembangannya, dapat memahami kecerdasan jamak dan kaitannya
dengan perkembangan anak usia dini, dapat memahami arti bermain bagi
perkembangan anak usia dini, dapat memahami pendekatan pembelajaran dan
aplikasinya bagi perkembangan anak kanak-kanak. Selain itu, tujuan pendidikan anak
usia dini adalah : membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang
tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya, sehingga memiliki
kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi
kehidupan dimasa dewasa, membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar
(akademik) di sekolah, intervensi dini dengan memberikan rangsanga sehingga
dapat menumbuhkan potensi-potensi yang tersembunyi yaitu dimensi perkembangan
anak (bahasa, itelektual, emosi, sosial, motorik, konsep diri, bakat dan
minat), melakukan deteksi diri terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak.
Berbagai lembaga PAUD yang selama ini telah dikenal oleh masyarakat
luas, di antaranya : taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Atfhal (RA), kelompok
Bermain, tembat Penitipan Anak, POS PAUD.
Pengertian Supervisi PAUD menurut
John T. Lovel dan Kimbal Wiles, sebagaimana dikutip Hapidin, mendefinisikan
pengawasan atau supervisi sebagai bimbingan, bantuan, maupun binaan seorang
supervisor tehadap guru-guru agar bertambah dalam jabatannya dengan cara
memperbaiki dan meningkatkan situasi pembelajaran. Prinsip-prinsip supervisi
(1) supervisi : demokratis, harus konkret, objektif, dan sistematis, harus
kreatuf dan inofatif. (2) penilaian : kooperatif, berdasarkan criteria yang
tepat, diagnostik, kontinu, fungsional.
Teknik PAUD (1) teknik individu :
kunjungan kelas, individual conference, intervisitation, self
evaluation, supervisory bulletin, professional reading, professional writing.
(2) teknik kelompok : rapat staf sekolah, orientasi guru baru, curriculum
laboratory, committee, professional libraries, demonstration teaching,
workshop, field trips for staff personnel’s, panel of forum discussion, in
service training education, organisasi professional.
V.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat saya
sampaikan. Kami yakin pastilah masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami
susun ini. Untuk itu kritik dan saran sangan kami harapkan untuk kesempurnaan
makalah kami ke depan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Maimunah. 2010. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta :
DIVA Press.
Suyadi, M.Pd.I. 2011. Manajemen
PAUD TPA-KB-TK/RA. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sujiono Yuliani Nurani, M.Pd. 2009. Konsep
Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta Barat : Indeks.
Bagaimana Strategi
Peningkatan Pendidikan Melalui Pendekatan Berbasis Masyarakat atau Istilah lain
Community Based Education
ABSTRAK
Pendidikan
Berbasiskan masyarakat pada (Comunity Based Education) intinya adalah bahwa
masyarakat yang menentukan kebijakan serta ikut berpartisipasi dalam
me-nanggung beban pendidikan, bersama seluruh ma-syarakat setempat, tentang
pendidikan yang bermutu bagi anak-anak mereka. Dalam pengertian ini masyarakat tidak
semestinya menyerahkan seluruh pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah
semena-mena, tetapi ikut memikirkan serta bertanggung-jawab bersama kalangan
pendidikan akan berhasilnya pendidikan anak-anak mereka. Dengan demikian, akan
diharapkan tercipta hubungan yang harmonis antara pendidikan dirumah dan
pendidikan disekolah serta pendidikan diluar sekolah.
Kata kunci:
Pendidikan Berbasis Masyarakat (CBE), Mutu Pendidikan.
PENDAHULUAN
Undang-undang
Nomor 2 tahun 1989 dan GBHN 1993 mengamanatkan bahwa peran serta masyarakat,
keluarga dan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan amat diperlukan.
Ditekankan dalam amanat tersebut bahwa segenap lapisan masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam semua aspek pengelolaan
pendidikan di semua jenis dan jenjang karena pendidikan adalah tanggungjawab
bersama antara pemerintah,keluarga dan masyarakat.
Selain itu,
krisis multidimensi yang melanda Indonesia belakangan ini, memberi momentum
terjadinya perubahan mendasar dalam berbagai kehidupan, termasuk kehidupan
pendidikan. Saat ini, krisis multidimensi pengaruhnya terhadap kehidupan
pendidikan amat besar. Kemampuan pemerintah dalam menyediakan daya dan dana
pendidikan amat menurun. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk melibatkan
masyarakat dan sekolah dalam mengelola pendidikan agar kualitas pendidikan
tetap optimal. Diharapkan, dengan adanya keterlibatan masyarakat terhadap
masalah pendidikan, mutu dan pemerataan pendidikan di Indonesia dapat
ditingkatkan.
Tiga Strategi
Pelaksanaan Pengikutsertaan Masyarakat Dalam Masalah Pendidikan di Indonesia:
- Mereorganisasi sistem pemerintahan dalam administrasi dan keuangan.
- Melaksanakan Manajemen Berbasiskan Sekolah.
- Melaksanakan Pendekatan Pendidikan Berbasiskan Masyarakat.
Tulisan ini
hanya ditujukan pada salah satu strategi dari tiga strategi yang digulirkan
oleh pemerintah yang diuraikan di muka yaitu “Pendekatan Pendidikan Berbasiskan
Masyarakat” atau PBM. Pendekatan PBM ini secara khusus ditujukan untuk dapat
menghasilkan model:
- Yang dapat membantu pemerintah dalam pengerahan sumberdaya lokal dan eksternal.
- Yang dapat membantu pemerintah dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pelatihan fungsional untuk anak putus sekolah dan pasca pendidikan menengah.
- Yang dapat menstimulasi perubahan sikap dan persepsi masyarakat dalam hal pemilikan sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.
- Yang dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kebijakan desentralisasi tentang dukungan masyarakat dan BP3 terhadap sekolah.
- Yang dapat mengembangkan kelembagaan inovatif untuk menambah, meningkat-kan, dan mengganti sub sistem pendidikan persekolahan guna peningkatan mutu dan relevansi manajemen pendidikan dasar dan pasca pendidikan dasar.
PEMBAHASAN
Pendidikan
Berbasiskan Masyarakat
Pendidikan
Berbasiskan Masyarakat/Community Based Education (PBM) /(CBE) terdiri dari tiga
kata, yaitu pendidikan, berbasiskan dan masyarakat. Pendidikan adalah
pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam arti
luas; artinya pendidikan yang diselenggarakan baik secara sekolah/dulu biasa
disebut formal, atau yang diselenggarakan sebagai kursus/di luar sekolah, atau
latihan/ magang untuk memperoleh ke-terampilan, dahulu disebut non-formal,
maupun pendidikan yang dicontohkan dalam kegiatan-kegiatan dan/atau dituturkan
di dalam budaya masyarakat, sebelum ini disebut informal. Berbasiskan berarti
“berdasarkan pada” atau “berfokuskan pada”. Masyarakat adalah sebuah kelompok
yang hidup dalam daerah khusus (bisa bersifat setempat/lokal/regional atau
nasional) yaitu orang-orang yang memiliki harapan dan dampak terhadap upaya
pendidikan di Indonesia walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status
sosial, peranan dan tanggungjawab.
Secara umum,
pendidikan seringkali dipandang sebagai penanaman modal jangka panjang
yang harus mampu membekali anak didik untuk menghadapi masa depannya.
Pendidikan harus mampu mencerahkan anak didik dari keadaan tidak tahu
menjadi tahu. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu
membuat anak didiknya berhasil dalam kehidupan. Dengan kata lain, bicara
soal pendidikan adalah bicara soal kualitas kehidupan anak didik, soal
kualitas sumberdaya manusia (SDM). Soal SDM ini, di abad-21 akan menjadi tantangan
dan sekaligus peluang bagi bangsa Indonesia untuk ikutan bergulir sejajar
dengan bangsa lain. Persaingan dalam bentuk barang produksi, tenaga kerja,
pariwisata dll akan muncul ke permukaan. Namun, yang menjadi persoalan
adalah sadarkah pemerintah atau bangsa Indonesia ini bahwa pendidikan adalah
kunci utama untuk menghadapi persaingan tersebut di muka? Adakah komitmen
pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menentukan bahwa sektor pendidikan
adalah faktor kunci bagi pembangunan bangsa dan negara.
Bila dilihat
dari komitmen pemerintah Indonesia yang menempatkan pembiayaan pendidikan hanya
sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan nasional, kesadaran pemerintah
Indonesia atas masalah pendidikan harus diberi nilai merah. Rapor buruk ini
haruskah didiamkan saja atau masih adakah kepedulian bangsa ini terhadap
masalah pendidikan?
Beberapa
Langkah Penanggulangan Masalah
Secara
ideal, dunia pendidikan harus mampu berjalan beriringan dengan dunia
luar. Akan tetapi kita juga tahu bahwa dengan komitmen pemerintah yang
buruk dalam hal dana pendidikan baik pada masa lalu dan masa kini maka
idealisme tersebut masih jauh dari impian. Karenanya beberapa loncatan
pemikiran untuk penanggulangan masalah tersebut harus dilakukan.
Berikut ada
beberapa pemikiran yang menurut penulis dapat dilaksanakan pada masa dekade
sekarang ini.
A.
Partisipasi masyarakat
Salah satu
pendekatan yang ada hubungannya dengan partisipasi menyatakan bahwa manusia
mempunyai dinamika internal dan kapasitas yang tak terbatas untuk membantu
dirinya dan untuk berhubungan secara positif dengan lingkungannya, apabila
dikembangkan melalui perlakuan yang akurat dan dapat dipercaya. Selain itu,
partisipasi juga disadari memiliki banyak arti.
Partisipasi
dapat berarti bahwa pembuat keputusan mengikutsertakan kelompok atau masyarakat
luas terlibat dalam bentuk saran, pendapat, barang, keterampilan, bahan atau
jasa. Partisipasi juga dapat berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka
sendiri, mengkaji pilihan sendiri, membuat keputusan dan memecahkan
permasalahan mereka sendiri. Dalam konteks partisipasi, Illich (1983)
menyatakan bahwa rakyat biasa harus mampu bertanggungjawab atas kepentingan dan
kesejahteraan sendiri.
Oleh karena
itu, rakyat harus diberi kesempatan untuk ikut bertanggungjawab dalam semua
bidang kehidupan baik dalam bidang pendidikan, perawatan kesehatan,
transportasi, perencanaan pembangunan dll. Sedangkan Paulo Freire (1973)
menyatakan bahwa elit pembuat keputusan harus menyadari pentingnya partisipasi
masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Tolok ukur keotentikan
pembangunan ialah apakah rakyat yang sebelumnya hanya diperlakukan sebagai
obyek yang sekedar tahu dan melaksanakan, kini diajak untuk berpartisipasi
sebagai subyek aktif yang sadar dan bertindak secara aktif dalam mencapai
tujuan hidup sendiri. Bertitik tolak dari pandangan ini, pemahaman tentang
konsep partisipasi perlu diperluas tidak hanya ditekankan dalam bentuk
pemberian dana, barang sebagai masukan instrumental, melainkan perlu
dikembangkan pula berbagai bentuk partisipasi lain seperti paritipasi dalam hal
waktu, pemikiran dan gagasan, kepercayaan dan kemauan.
Rugh dan
Bossert (1998:141) menyatakan bahwa masyarakat dan keluarga dapat diajak untuk
berpartisipasi dalam masalah pendidikan atau berinteraksi dalam dua belas
langkah berikut ini:
- Advocating enrollment and education benefits
- Ensuring regular students attendance and completion
- Constructing, repairing, and improving facilities
- Contributing in-kind labor, materials, land and funds
- Identifying and supporting local teacher candidates
- Making decisions about school location and schedules
- Monitoring and following up teacher and students attendance
- Forming education committees to manage schools
- Attending school meetings to know about children’s work
- Providing skill instruction to know about children’s work
- Helping children with studying
- Gathering more resources and solving problems through the education bureaucracy.
B.
Pendekatan Sistem Sebagai Indikator PBM/CBE
Kalau
ditinjau secara pendekatan sistem yang mempergunakan tiga aspek masukan, proses
dan keluaran sebagai titik pengkristalan, maka masukan PBM/CBE adalah peserta
didik yang datang dari masyarakat, proses pendidikan PBM/CBE terjadi di dalam
masyarakat itu, dengan masukan sumberdaya dan masukan lingkungan, asalnya
terutama dari masyarakat itu sendiri, serta keluarannya berlangsung di dalam
masyarakat itu. Yang ditekankan dalam hal ini adalah bahwa mestinya
tanggungjawab pendidikan masyarakat itu adalah masyarakat itu sendiri. Masyarakat
setempat adalah stakeholder utama dari pendidikan di tempat itu. Masyarakat
setempat bukan hanya sebagai penonton yang kadang-kadang diundang dalam
permainan. Mestinya mereka itu berhak untuk menjadi pemain, bahkan menjadi
pemain utama. Itu akan lebih jelas bila dibandingkan dengan apa yang terjadi
selama ini. Selama ini, pendidikan seolah-olah adalah pendidikan Pemerintah,
masyarakat hanyalah klien/pelanggan belaka, ataupun dapat dikatakan konsumer
pendidikan sematamata. Masyarakat kadang-kadang dilibatkan, diundang ikut dalam
kegiatan pendidikan (community involvement), tetapi tidak berperan serta
(community participation). Memang selama ini pendidikan dapat dikatakan
semuanya terpusat. Kurikulum ditetapkan di pusat, tenaga pendidikan ditentukan
dari pusat, sarana/prasarana ‘diberikan’ dari pusat, uangnya ditentukan dari
pusat; semuanya mau diseragamkan dari pusat. Yang Terjadi adalah masyarakat
jadi pasif tidak tahu dan tidak biasa berkecimpung di dalam kehidupan
pendidikan anak-anak mereka. Sekolah adalah sekolahnya Pemerintah, sekolahnya
guru-guru, negeri atau swasta. Yang dilematis adalah siapa yang disebut
masyarakat itu. Di dalam otonomi daerah, masyarakat diberi batasan masyarakat
Kabupaten. Tetapi tentu di dalam suatu negara kesatuan masyarakat kabupaten
adalah bagian dari masyarakat propinsi dan selanjutnya adalah bagian dari
masyarakat negara. Bangsa Indonesia bukanlah federasi masyarakat kabupaten,
jadi meskipun otonomi daerah menyebut otonomi daerah tingkat dua, itu tidaklah
berarti bahwa masyarakat kabupaten terpisah dari keseluruhan masyarakat negara
kesatuan. Pertanyaan sekarang di dalam CBE, apakah yang menjadi tanggungjawab
masyarakat setempat dan apa yang menjadi tanggungjawab masyarakat nasional?.
Hal ini yang harus menjadi pergumulan bersama.
Berikut ini
disajikan contoh indikator PBM/CBE yang dapat dilakukan oleh masyarakat lokal
maupun nasional:
- Penurunan angka anak usia sekolah yang tidak bersekolah.
- Pengurangan ketimpangan antar wilayah atau antar kelompok sosial ekonomi dalam masyarakat.
- Pengurangan ketimpangan sebaran guru, sistem insentif, dan mutasi guru.
- Peningkatan sarana/prasarana pendidikan.
- Peningkatan Sosial ekonomi anak-anak lingkungan ekonomi rendah.
- Peningkatan kesadaran orangtua dalam hal membantu anaknya belajar.
- Peningkatan kesadaran anak akan daya tarik bidang studi tertentu.
- Peningkatan kemampuan guru dalam pendayagunaan alat dan sumber pendidikan.
- Pendokumentasian sumberdaya pendidikan.
- Penetapan kebutuhan sumberdaya pendidikan sesuai dengan identifikasi dan rumusan kebutuhan pendidikan setempat.
- Identifikasi perorangan, kelompok atau badan/lembaga yang potensial dengan berbagai jenis tertentu sumberdaya pendidikan.
C.
Tanggungjawab Pendidikan
Dalam hal
tanggungjawab dapat diperiksa kembali komponen dari sistem pendidikan. Tentu
ada sistem pendidikan lokal sekolah, kursus/pelatihan, yang dapat disebut
sistem institusional dan ada pula sistem pendidikan daerah tingkat dua dan
selanjutnya sistem pendidikan nasional. Sayangnya sampai sekarang yang sudah
ada UU-nya baru Sistem Pendidikan Nasional (SPN). Dalam mewujudkan otonomi
pendidikan daerah, mestinya SPN tadi dilengkapi dengan UU baru atau UU tentang
Otonomi Pendidikan Daerah. Selama ini pendidikan yang diselenggarakan swasta
pun, masukan-masukannya masih ditentukan dari pusat, hanya penyelenggaraannya,
terutama pembiayaannya yang dipikul hampir seluruhnya oleh penyelenggara
pendidikan swasta tersebut. Di sini letaknya kepelikan otonomi pendidikan dasar
dan menengah itu. Ditambah lagi dengan tiga jenjang persekolahan: pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Apakah semuanya diotda
kabupatenkan?
Di dalam
PBM/CBE seyogianya yang mengetahui kebutuhan pendidikan bagi warganya
adalah masyarakat itu: berapa warganya yang harus ditampung di SD dan
SLTP atau Pendidikan Dasar, berapa yang harus ditampung di pendidikan menengah,
berapa yang perlu ditampung di dalam kursus-kursus dan lain sebagainya. Berapa
ruang yang diperlukan dan/atau berapa gedung yang diperlukan dan di mana harus
ditempatkan, berapa biaya yang diperlukan, berapa guru dan tenaga lain yang
dibutuhkan seharusnya lebih diketahui oleh masyarakat setempat. Tentu untuk itu
semua diperlukan data dan informasi yang akurat. Dengan demikian diperlukan selain
perangkat dinas juga dibutuhkan suatu perangkat di dalam masyarakat yang
menetapkan kebijakan untuk kebutuhan-kebutuhan di atas, di samping dinas yang
ditugasi untuk merencanakan dan melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh
masyarakat.
Yang menjadi
masalah paling pelik adalah tanggung jawab keuangan. Meskipun disebut otonomi
pendidikan termasuk di dalam otonomi daerah tingkat dua, namun harus dikatakan
bahwa pendidikan sebenarnya adalah tanggungjawab bersama sebagai bangsa.
Sebagai bangsa kita bertekad untuk mengadakan wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun bagi semua warga. Itu berarti tidak hanya bagi daerah/masyarakat yang
mampu, tetapi juga bagi daerah yang kurang kapasitasnya untuk itu. Dengan
demikian diperlukan suatu mekanisme di mana yang kaya membantu yang lemah;
mungkin inilah yang harus pula termasuk ke dalam perimbangan keuangan di antara
pusat dan daerah. Apakah itu diatur dengan alokasi umum atau alokasi khusus.
Apakah grant berdasar jumlah siswa atau jumlah penduduk dan luas daerah; apakah
untuk semua peserta didik ataukah hanya yang di negeri saja?.
Di sini akan
disebut beberapa kegiatan yang perlu diperhatikan oleh masyarakat untuk dapat
menyelenggarakan PBM/CBE dalam hal perencanaan:
- Masyarakat seharusnya dapat melaksanakan apa yang diistilahkan sebagai ‘micro planning’, artinya tidak lagi berencana sebagai orang pusat yang tentunya berencana secara kasar untuk daerah, ‘macro planning’ ;
- Harus punya data penduduk dengan umur yang sangat terpercaya;
- Harus dapat mengidentifikasi potensi sumberdaya dan dana yang tersedia;
- Seharusnya punya tenaga yang punya kemampuan untuk merencanakan pendidikan di daerah. Perencanaan pendidikan di daerah dengan wilayah yang lebih sempit (micro planning) tidak lebih mudah dari perencanaan makro. Di sini dibutuhkan lebih banyak variabel untuk menyusun rencana yang sungguh tepat memenuhi kebutuhan. Sebenarnya perencanaan pendidikan dapat pula memberi sumbangan kepada perencanaan wilayah, misalnya penentuan sebuah desa, kecamatan dan seterusnya. Ambil contoh; mestinya sesuatu desa yang normal harus punya 1 SD, pada hal sebuah SD normal seharusnya punya 180 sd 300 murid. Jika suatu desa hanya punya 200 KK, maka sukar untuk dapat ditetapkan sebagai satu desa. Demikianpun untuk sebuah kecamatan seharusnya mempunyai paling tidak sebuah SLTP yang diberi masukan peserta didik paling kurang dari 5 SD; jadi sesuatu kecamatan yang mempunyai hanya 3 desa tentu tidak efisien, dan seterusnya. Di samping itu diperlukan apa yang disebut ‘educational mapping’ untuk sesuatu kecamatan atau kabupaten untuk sungguh-sungguh dapat membuat pendidikan di daerah tersebut efisien dan bermutu.
Educational
mapping dapat
disamakan dengan perencanaan tata ruang pendidikan; setelah mengetahui jumlah
dan umur penduduk, juga digambarkan persebaran penduduk dalam desa tersebut;
digambarkan pula jalan-jalan yang menghubungkan persebaran penduduk;
diperkirakan di mana akan diletakkan SD. Kemudian dilihat situasi kecamatan, di
mana akan diletakkan SLTP, berapa feeder-school SD yang diperlukan untuk
setiap SLTP; berapa SLTP yang perlu dibangun; kemudian diperhatikan situasi
Kabupaten dan ditentukan berapa SM (Umum dan Kejuruan) dibutuhkan dan di mana
akan ditempatkan. Semua kegiatan ini dilakukan untuk mengoptimalkan efisiensi
serta mutu dari pendidikan. Karena itu dibutuhkan sumber daya dan dana, serta
diperlukan standar-standar pendidikan untuk dapat mencapai mutu yang
diharapkan. Menjadi persoalan besar bagi daerah, apakah SD yang terlalu banyak
dengan murid terlalu sedikit perlu digabung demikian seterusnya, sehubungan
dengan efisiensi dan mutu pendidikan.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Pendidikan
Berbasiskan Masyarakat/Community Based Education (PBM)/(CBE) terdiri dari tiga
kata, yaitu pendidikan, berbasiskan dan masyarakat. Pendidikan adalah pendidikan
yang dilakukan oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam arti luas; artinya
pendidikan yang diselenggarakan baik secara sekolah/dulu biasa disebut formal,
atau yang diselenggarakan sebagai kursus/di luar sekolah, atau latihan/ magang
untuk memperoleh keterampilan, dahulu disebut non-formal, maupun pendidikan
yang dicontohkan dalam kegiatan-kegiatan dan/atau dituturkan di dalam budaya
masyarakat, sebelum ini disebut informal. Berbasiskan berarti “berdasarkan
pada” atau “berfokuskan pada”. Masyarakat adalah sebuah kelompok yang hidup
dalam daerah khusus (bisa bersifat setempat/lokal/regional atau nasional) yaitu
orang-orang yang memiliki harapan dan dampak terhadap upaya pendidikan di
Indonesia walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status sosial, peranan dan
tanggungjawab.
Kegiatan
yang perlu diperhatikan oleh masyarakat untuk dapat menyelenggarakan PBM/CBE
dalam hal perencanaan:
- Masyarakat seharusnya dapat melaksanakan apa yang diistilahkan sebagai ‘micro planning’, artinya tidak lagi berencana sebagai orang pusat yang tentunya berencana secara kasar untuk daerah, ‘macro planning’ ;
- Harus punya data penduduk dengan umur yang sangat terpercaya;
- Harus dapat mengidentifikasi potensi sumberdaya dan dana yang tersedia;
- Seharusnya punya tenaga yang punya kemampuan untuk merencanakan pendidikan di daerah. Perencanaan pendidikan di daerah dengan wilayah yang lebih sempit (micro planning) tidak lebih mudah dari perencanaan makro. Di sini dibutuhkan lebih banyak variabel untuk menyusun rencana yang sungguh tepat memenuhi kebutuhan.
Saran
Pendidikan
seringkali dipandang sebagai penanaman modal jangka panjang yang harus
mampu membekali anak didik untuk menghadapi masa depannya. Pendidikan
harus mampu mencerahkan anak didik dari keadaan tidak tahu menjadi tahu.
Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu membuat anak
didiknya berhasil dalam kehidupan. Dengan kata lain, bicara soal
pendidikan adalah bicara soal kualitas kehidupan anak didik, soal
kualitas sumberdaya manusia (SDM). Soal SDM ini, di abad-21 akan menjadi tantangan
dan sekaligus peluang bagi bangsa Indonesia untuk ikutan bergulir sejajar
dengan bangsa lain. Persaingan dalam bentuk barang produksi, tenaga kerja,
pariwisata dll akan muncul ke permukaan. Namun, yang menjadi persoalan
adalah sadarkah pemerintah atau bangsa Indonesia ini bahwa pendidikan adalah
kunci utama untuk menghadapi persaingan tersebut di muka? Adakah komitmen
pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menentukan bahwa sektor pendidikan
adalah faktor kunci bagi pembangunan bangsa dan negara.
Daftar
Pustaka
Laporan Bank
Dunia: Education in Indonesia. (2003, September). From Crisis to
Recovery.
Lembaga
Pengembangan Manajemen Pendidikan. (2004). Model dan pedoman Peningkatan
Partisipasi Masyarakat Untuk Pembangunan Pendidkan. Jakarta: LPPM
Makalah Konperensi
Pendidikan Indonesia Mengatasi Krisis Menuju Pembaruan. (2006, February).
Jalan Menuju Pembaruan Pendidikan: Sebuah Pendekatan Berdasarkan Kebutuhan
Masyarakat, Jakarta
Media MNPK
NO. 6 TH. XX. (April 2000-Mei 2000). Manajemen Berbasiskan Sekolah di
tingkat Pendidikan Dasar; oleh Jiyono.
Regional
Educational Development and Improvement Project (Redip). (2002, November): Interim
Report 1. Jakarta.
Reports to
Unesco of the Internatinal Commission on Education for the Twenyfirst Century
(2004). Learning The reasure Within.
Synopsis
Pendidikan
berbasis masyarakat
- Pengertian Pendidikan
Pendidikan
berasal dari kata didik yang berarti mendidik atau memberi ajaran atau tutunan
mengenai tingkah laku kesopanan atau pikiran [1].jadi
pengertian pendidikan menurut rmsuardi surya ningrat (kihajar dewantara )adalah
daya upaya untuk memberikan tututan pada segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak- anak agar mereka baik sebagai manusia atau sebagai anggauta masyarakat
dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan lahir dan batin yang setinggi
–tingginya .[2]sedangkan
pendidikan menurut UUD RI no. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spitual
keagamaan , pengendalian diri , kepribadian kecerdasan akhlaq mulia serta
keterampilan yang dipelukan dirinya , masyarakat bangsa dan Negara .[3]jadi dengan
pendidikan anak akan menjadi manusia yang bernilai dan berkualitas dan
berakhlaq mulia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa untuk
menyongsong masa depan mereka dan modal bagi asset Negara
- Masyarakat
Masyarakat
adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan , norma –
norma adat istiadat yang sama – sama ditaati dalam lingkungannya sedangkan
masyarakat menurut UUD tentang sitem pendidikan nasional adalah kelompok warga
Negara Indonesia non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam
pendidikan [4] dengan kata
lain sekelompok manusia yang telah mempunyai tatanan kehidupan dan norma –
norma ,adat istiadat dan mempunyai peranan penting untuk melestarikakan adat
istiadat dan norma- norma sehingga mereka harus mempunyai perhatian dan peranan
dalam pendidikan anak – anak mereka demi terwujudnya masyarakat yang
berkualitas .
- Pendidikan berbasis masyarakat
Kehidupan
global merupakan kehidupan yang penuh dengan tatangan sekaligus membuka peluang
– baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya bagi manusia yang berkualitras
tinggi dan memperoleh kesempatam keja . Kehidupan global amat merasuk di semua
sendi kehidupan dan menjanjikan peluang manis bagi laju berkembangnya tehnologi
tingkat tinggi yang serba cepat dan instant ,untuk menanggapi adanya peluang
sekaligus menghadapi tantangan era global ini pendidikan Indonesia memelukan
paradikma baru yang cocok dan sesuai dengan tututan perubahan dan perkembangan
zaman dan untuk mewujudkan masyarakat indonesia yang demokratis dan tidak
menghilankan kekhasan agama dan budaya masyarakat Indonesia maka dari itu
diperlukan aktualisasi pendidikan nasional dengan prisip-prinsip yang
disesuaikan dengan tututan kebutuhan dan perkembangan zaman , yaitu partisipasi
masyarakat didalm mengelola pendidikan , demokratisasi proses pendidikan , sumberdaya
pendidik yang professional ,dan sumber daya yang memadai .aktualisasi
pendidikan nasional yang baru mengisyaratkan bahwa tanggung jawab pendidikan
tidak lagi dipikul oleh hanya pemerintah , tetapi juga dibebankan kepada
masyarakat ,, maksud dari pernyatatan ini adalah pemerintah dan masyarakat sama
–sama bertanggung jawab atas segala yang berkaitan dengan pendidikan dan
memiliki keperdulian yang sama tehadap mutu dan keberhasilan pendidikan , oleh
karena itu pendidfikan berbasis masyarakat perlu untuk di lindungi dan
lestarikan dan di kembangkan .sedangkan pendidikan berbasis masyarakat itu
adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kehasan agama , social , budaya
,aspirasi dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari dan oleh
dan untuk masyarakat [5]
Uundang
–undang republic Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasinonal
bagian kedua telah mengisyaratkan bahwa pendidikan di Indonesia bukan hanya
tanggung jawab pemerintah tetapi juga msyarakat sebagai perwujudan dari
demokratisasi pendidikan sebagai mana bunyi UUD NO,20 TAHUN 2003 Sebagai
berikut :
PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT
Pasal 55
- Masyarakat berhak mendirikan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formala sesuai dengan ke khasan agama , lingkungan social, dan budaya untuk kepentingan masyarakat .
- Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum kurikulum dan evaluasi pendidikan , serta manajemen dan pendana annya sesuai dengan standar nasional pendidikan .
- Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat bersumber dari penyelenggara , masyarakat ,pemerintah , pemerintah daerah , dan atau sumberlain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang –undangan yang berlaku
- Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan tehnis ,subsidi dana , dan sumberdaya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan atau pemerintah daerah .
- Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ayat (2) ayat (3) dan ayat (4) di atur lebih lanjud dengan peraturan pemerintah .
[3] Tim redaksi nuansa aulia himpunan
perundang undangan republic Indonesia tentang guru dan dosen . cv nuansa aulia
bandung cet.I pebruari 2006 :97
Pendidikan Berbasis Masyarakat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah.
Community based education /
pendidikan berbasis masyarakat (PBM) adalah konsep pendidikan yang menekankan
pada paradigma pendidikan dalam upaya peningkatan partisipasi dan keterlibatan
masyarakat, serta pengelolaan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan global dan
nasional.
Pengelolaan pendidikan / madrasah di
hadapkan pada berbagai macam tuntutan lokal dapat di akomodir dengan baik.
sehingga kepedulian masyarakat terhadap pengembangan pendidikan di madrasah
menjadi sangat signifikan.
Sejarah pendidikan di Indonesia
telah memberikan bukti bahwa pendidikan yang berbasis masyarakat mempunyai daya
tahan yang luar biasa, karena di dukung oleh masyarakat yang merasa
memilikinya, pondok pesantren adalah sebuah bukti nyata.
Namun mengembalikan kekuatan
masyarakat yang telah di abaikan begitu lama tidaklah mudah. Paradigma lama
telah mengaburkan pikiran mengenai pendidikan yang selayaknya. Karena kita
harus beralih kesebuah paradigma reformasi yang baru dan mungkin gagasan
pendidikan berbasis masyarakat dapat dijadikan sebuah titik masuk.
B.
Rumusan
Masalah.
1. Bagaimana
pengertian pendidikan berbasis masyarakat?
2. Apa saja
problem yang mempengaruhi mutu pendidikan di Indonesia?
3. Apa
implementasi pendidikan berbasis masyarakat?
4. Apa saja
kendala implementasi pendidikan berbasis masyarakat?
C.
Tujuan
Penulisan.
1. Dapat
mengetahui pengertian pendidikan berbasis masyarakat.
2. Untuk
mengetahui masalah yang mempengaruhi mutu pendidikan.
3. Agar mampu
memahami implementasi pendidikan berbasis masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
berbasis masyarakat.
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat
(Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan
Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya
partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk
menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk
mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing
dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.[1][1][1]
Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S., 2004 akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education). Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika.
Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S., 2004 akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education). Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika.
Beberapa problem mengenai mutu
pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR.Arief Rahman (2) adalah:[2][2][2]
1) Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
2) Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Sedangkan menurut Surya, M., 2002 (3) salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal. Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Indikator yang menunjukkkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka,seperti:[3][3][3]
1) Alumni kedokteran tidak menunjukkan kepekaan sosial terhadap maraknya wabah demam berdarah, sehingga lonjakan wabah tersebut di beberapa daerah harus dibarengi dengan ironi kekurangan tenaga medik dan paramedik, sehingga terjadilah kisah tragis Indah di Indramayu.
2) Kesulitan untuk mencari guru mengaji di sebagian besar masjid-masjid kota pontianak dan Kab./Kota lainnya di Propinsi kalimantan Barat merupakan hal yang sulit kita pahami, mengingat STAIN Pontianak hingga saat ini telah meluluskan banyak alumni.
3) Sangat ironis terjadi bagi masyarakat Kalimantan Barat jika harus kekurangan tenaga dan ahli pertanian sehingga banyak areal pertanian terbengkalai atau salah urus, mengingat Untan dan IPB meluluskan ratusan sarjana pertanian setiap tahunnya. Kisah-kisah ironis tersebut menggambarkan secara jelas bahwa kompetensi moral dan kompetensi sosial SDM keluaran sistem pendidikan kita sangat tidak compatible dengan tuntutan dunia kerja di dalam masyarakatnya. Sistem pendidikan tidak menjadikan masyarakat sebagai dasar prosesualnya dan tidak berakar pada sosial budaya yang ada. Pendidikan berjalan di luar alam sosial budaya masyarakatnya, sehingga segala yang ditanamkan (dilatensikan) melalui proses pendidikan merupakan hal-hal yang tidak bersentuhan dengan persoalan kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat tersebut.
1) Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
2) Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Sedangkan menurut Surya, M., 2002 (3) salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal. Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah. Indikator yang menunjukkkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka,seperti:[3][3][3]
1) Alumni kedokteran tidak menunjukkan kepekaan sosial terhadap maraknya wabah demam berdarah, sehingga lonjakan wabah tersebut di beberapa daerah harus dibarengi dengan ironi kekurangan tenaga medik dan paramedik, sehingga terjadilah kisah tragis Indah di Indramayu.
2) Kesulitan untuk mencari guru mengaji di sebagian besar masjid-masjid kota pontianak dan Kab./Kota lainnya di Propinsi kalimantan Barat merupakan hal yang sulit kita pahami, mengingat STAIN Pontianak hingga saat ini telah meluluskan banyak alumni.
3) Sangat ironis terjadi bagi masyarakat Kalimantan Barat jika harus kekurangan tenaga dan ahli pertanian sehingga banyak areal pertanian terbengkalai atau salah urus, mengingat Untan dan IPB meluluskan ratusan sarjana pertanian setiap tahunnya. Kisah-kisah ironis tersebut menggambarkan secara jelas bahwa kompetensi moral dan kompetensi sosial SDM keluaran sistem pendidikan kita sangat tidak compatible dengan tuntutan dunia kerja di dalam masyarakatnya. Sistem pendidikan tidak menjadikan masyarakat sebagai dasar prosesualnya dan tidak berakar pada sosial budaya yang ada. Pendidikan berjalan di luar alam sosial budaya masyarakatnya, sehingga segala yang ditanamkan (dilatensikan) melalui proses pendidikan merupakan hal-hal yang tidak bersentuhan dengan persoalan kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat tersebut.
Menurut E. Muyasa hubungan sekolah
dengan masyarakat bertujuan antara lain sebagai berikut:
1.
Memajukan
kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak.
2.
Memperkukuh
tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat.
Undang-undang Republik Indonesia no
20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tentang peran serta masyarakat
dalam pendidikan yang tertuang pada pasal 54 ayat (1) Peran serta masyarakat
dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profisi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam
menyelenggarakan dan pengendalian mutu pada satuan pendidikan. Ayat (2)
masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber pelaksanaan dan pengguna hasil
pendidikan.
Demikian pula pendidikan berbasis
masyarakat sebagaimana yang tertuag pada pasal 55 ayat (1) masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non
formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk
kepentingan masyarakat ayat (2) penyelenggaraan pendidikan berbasis
mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta
manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan. Ayat (3)
Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggaraan, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan / atau sumber
lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
ayat (4) lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan
tekhnis, subsidi dana dan sumbe daya lain secara adil dan merata dari
pemerintah dan / atau pemerintah daerah.
B.
Implementasi pendidikan berbasis masyarakat.
Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya.
(1) Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi.
(3) Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan dan sarana dan prasarana pendidikan.
secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah
Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan tersebut.
a. Bagaimana peran pemerintah dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. 2001 adalah: peran sebagai pelayan masyarakat, peran sebagai fasilitator, peran sebagai pendamping, peran sebagai mitra dan peran sebagai penyandang dana.[5][5][5]
1. Pelayan Masyarakat
Dalam mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat seharusnya pemerintah memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Melayani masyarakat, merupakan pilar utama dalam memberdayakan dan membantu masyarakat dalam menemukan kekuatan dirinya untuk bisa berkembang secara optimal. Pemerintah dengan semua aparat dan jajarannya perlu menampilkan diri sebagai pelayan yang cepat tanggap, cepat memberikan perhatian, tidak berbelit-belit, dan bukan minta dilayani. Masyarakat harus diposisikan sebagai fokus pelayanan utama.
2.Fasilitator
Pemerintah seharusnya merupakan fasilitator yang ramah, menyatu dengan masyarakat, bersahabat, menghargai masyarakat, mampu menangkap aspirasi masyarakat, mampu membuka jalan, mampu membantu menemukan peluang, mampu memberikan dukungan, mampu meringankan beban pekerjaan masyarakat, mampu menghidupkan komunikasi dan partisipasi masyarakat tanpa masyarakat merasa terbebani.
3. Pendamping masyarakat
Pemerintah menjadi pendamping masyarkat yang setiap saat harus melayani dan memfasilitasi berbagai kebutuhan dan aktivitas masyarakat. Kemampuan petugas sebagai teman, sahabat, mitra setia dalam membahas, mendiskusikan, membantu merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan yang dibutuhkan masyarakat perlu terus dikembangkan. Sebagai pendamping, mereka dilatih untuk dapat memberikan konstribusi pada masyarakat dalam memerankan diri sebagai pendamping. Acuan kerja yang dipegangnya adalah tutwuri handayani (mengikuti dari belakang, tetapi memberikan peringatan bila akan terjadi penyimpangan). Pada saat yang tepat mereka mampu menampilkan ing madya mangun karsa ( bila berada di antara mereka, petugas memberikan semangat), dan sebagai pendamping, petugas harus dapat dijadikan panutan masyarakat ( Ing ngarsa sung tulodo).[6][6][6]
4. Mitra
Apabila kita berangkat dari konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, maka masyarakat harus dianggap sebagai mitra. Hubungan dalam pengambilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sifat ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin tenar/populer sendiri, atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyarakat, tidak terlalu banyak campur tangan yang akan menyusahkan, membuat masyarakat pasif dan akhirnya mematikan kreativitas masyarakat.
5. Penyandang Dana
Pemerintah harus memahami bahwa masyarakat yang dilayani pada umumnya adalah masyarakat yang kurang mampu, baik dalam ilmu maupun ekonomi. Belajar untuk belajar bukan menjadi tujuan, tetapi belajar untuk hidup dalam arti bermata pencaharian yang layak. Untuk itu diperlukan modal sebagai modal dasar untuk menerapkan apa yang diyakininya dapat dijadikan sebagai sumber kehidupan dari apa yang sudah dipelajarinya. Pemerintah berperan sebagai penyedia dana yang dapat mendukung keseluruhan kegiatan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat.
b. Bagaimana partisipasi Masyarakat dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
Partisipasi masyarakat sebagai kekuatan kontrol dalam pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan kontrol bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Depdiknas mulai menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah. Karena itulah gagasan tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat (semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak terhindarkan. Dengan adanya komite sekolah, kepala sekolah dan para penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggung jawab kepada komite tersebut.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah.
Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan penyelenggara pendidikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Dirjen Dikdasmen. Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh Pemerintah, tetapi perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS). Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk mengawasi dana JPS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan akuntabilitas sekolah, serta menyalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah.
Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali dengan melakukan upaya optimalisasi organisasi orang tua siswa di sekolah. Upaya ini sangat penting lagi di saat keadaan budaya dan gaya hidup generasi kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. Dengan adanya upaya ini jalinan antara satu sisi, orang tua, dan di sisi lain sekolah, bisa bersama-sama mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0293/U/1993 juga perlu disesuaikan dengan nuansa dan paradigma perkembangan pendidikan nasional. Karena itu, Komite Sekolah yang baru ini adalah gabungan peran dari Komite Sekolah JPS, Organisasi Orang Tua Siswa dan BP3. komite Sekolah yang baru ini bertujuan membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah dalam upaya ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut tentu saja Komite Sekolah mesti melakukan berbagai upaya dalam mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, termasuk LSM-LSM yang memiliki concern di bidang pendidikan. Agar independensi komite ini tetap terjaga, maka tampaknya keanggotaan tidak lagi memasukkan aparat sekolah dan pemerintahan. Keanggotaan Komite Sekolah adalah orang tua siswa, tokoh masyarakat, pakar dan pengamat pendidikan, LSM-LSM, dan mungkin juga perwakilan-perwakilan dari organisasi masyarakat dan pemuda yang ada.
Hal-hal yang dapat didukung orang tua dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Sergiovanni dalam Sagala, S., 2004 adalah pengembangan kecintaan untuk belajar, pemikiran kritis dengan kecakapan memecahkan masalah, apresiasi atau penghargaan estetika, kreativitas, dan kompetensi perseorangan.
Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya.
(1) Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi.
(3) Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan dan sarana dan prasarana pendidikan.
secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah
Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan tersebut.
a. Bagaimana peran pemerintah dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. 2001 adalah: peran sebagai pelayan masyarakat, peran sebagai fasilitator, peran sebagai pendamping, peran sebagai mitra dan peran sebagai penyandang dana.[5][5][5]
1. Pelayan Masyarakat
Dalam mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat seharusnya pemerintah memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Melayani masyarakat, merupakan pilar utama dalam memberdayakan dan membantu masyarakat dalam menemukan kekuatan dirinya untuk bisa berkembang secara optimal. Pemerintah dengan semua aparat dan jajarannya perlu menampilkan diri sebagai pelayan yang cepat tanggap, cepat memberikan perhatian, tidak berbelit-belit, dan bukan minta dilayani. Masyarakat harus diposisikan sebagai fokus pelayanan utama.
2.Fasilitator
Pemerintah seharusnya merupakan fasilitator yang ramah, menyatu dengan masyarakat, bersahabat, menghargai masyarakat, mampu menangkap aspirasi masyarakat, mampu membuka jalan, mampu membantu menemukan peluang, mampu memberikan dukungan, mampu meringankan beban pekerjaan masyarakat, mampu menghidupkan komunikasi dan partisipasi masyarakat tanpa masyarakat merasa terbebani.
3. Pendamping masyarakat
Pemerintah menjadi pendamping masyarkat yang setiap saat harus melayani dan memfasilitasi berbagai kebutuhan dan aktivitas masyarakat. Kemampuan petugas sebagai teman, sahabat, mitra setia dalam membahas, mendiskusikan, membantu merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan yang dibutuhkan masyarakat perlu terus dikembangkan. Sebagai pendamping, mereka dilatih untuk dapat memberikan konstribusi pada masyarakat dalam memerankan diri sebagai pendamping. Acuan kerja yang dipegangnya adalah tutwuri handayani (mengikuti dari belakang, tetapi memberikan peringatan bila akan terjadi penyimpangan). Pada saat yang tepat mereka mampu menampilkan ing madya mangun karsa ( bila berada di antara mereka, petugas memberikan semangat), dan sebagai pendamping, petugas harus dapat dijadikan panutan masyarakat ( Ing ngarsa sung tulodo).[6][6][6]
4. Mitra
Apabila kita berangkat dari konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, maka masyarakat harus dianggap sebagai mitra. Hubungan dalam pengambilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sifat ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin tenar/populer sendiri, atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyarakat, tidak terlalu banyak campur tangan yang akan menyusahkan, membuat masyarakat pasif dan akhirnya mematikan kreativitas masyarakat.
5. Penyandang Dana
Pemerintah harus memahami bahwa masyarakat yang dilayani pada umumnya adalah masyarakat yang kurang mampu, baik dalam ilmu maupun ekonomi. Belajar untuk belajar bukan menjadi tujuan, tetapi belajar untuk hidup dalam arti bermata pencaharian yang layak. Untuk itu diperlukan modal sebagai modal dasar untuk menerapkan apa yang diyakininya dapat dijadikan sebagai sumber kehidupan dari apa yang sudah dipelajarinya. Pemerintah berperan sebagai penyedia dana yang dapat mendukung keseluruhan kegiatan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat.
b. Bagaimana partisipasi Masyarakat dalam menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarakat?
Partisipasi masyarakat sebagai kekuatan kontrol dalam pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi sangat penting. Di bidang pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi. Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan kontrol bagi pelaksanaan dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Depdiknas mulai menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah. Karena itulah gagasan tentang perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam lembaga yang menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat (semacam lembaga legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak terhindarkan. Dengan adanya komite sekolah, kepala sekolah dan para penyelenggara serta pelaksana pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggung jawab kepada komite tersebut.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah.
Kalau selama ini garis pertanggungjawaban kepala sekolah dan penyelenggara pendidikan di sekolah bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Dirjen Dikdasmen. Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh Pemerintah, tetapi perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS). Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk mengawasi dana JPS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan akuntabilitas sekolah, serta menyalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah.
Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali dengan melakukan upaya optimalisasi organisasi orang tua siswa di sekolah. Upaya ini sangat penting lagi di saat keadaan budaya dan gaya hidup generasi kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. Dengan adanya upaya ini jalinan antara satu sisi, orang tua, dan di sisi lain sekolah, bisa bersama-sama mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidikan menjadi tanggung jawab bersama mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0293/U/1993 juga perlu disesuaikan dengan nuansa dan paradigma perkembangan pendidikan nasional. Karena itu, Komite Sekolah yang baru ini adalah gabungan peran dari Komite Sekolah JPS, Organisasi Orang Tua Siswa dan BP3. komite Sekolah yang baru ini bertujuan membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah dalam upaya ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut tentu saja Komite Sekolah mesti melakukan berbagai upaya dalam mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, termasuk LSM-LSM yang memiliki concern di bidang pendidikan. Agar independensi komite ini tetap terjaga, maka tampaknya keanggotaan tidak lagi memasukkan aparat sekolah dan pemerintahan. Keanggotaan Komite Sekolah adalah orang tua siswa, tokoh masyarakat, pakar dan pengamat pendidikan, LSM-LSM, dan mungkin juga perwakilan-perwakilan dari organisasi masyarakat dan pemuda yang ada.
Hal-hal yang dapat didukung orang tua dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Sergiovanni dalam Sagala, S., 2004 adalah pengembangan kecintaan untuk belajar, pemikiran kritis dengan kecakapan memecahkan masalah, apresiasi atau penghargaan estetika, kreativitas, dan kompetensi perseorangan.
Yang perlu diperhatikan dalam program humas di lembaga
pendidikan secara mendasar adalah perlibatan peran oarng tua dan masyarakat
dalam mengelola lingkungan sekolah. Beberapa masalah timbul yang sebenarnya
tidak perlu hanya karena kurangnya partisipasi orang tua dan masyarakat dalam
kegiatan pendidikan. Misalnya, beberapa hal yang diperhatikan untuk membangun
hubungan orang tua dengan guru sebagai patner pendidikan, adalah bahwa
orangtusa mempunyai profesi yang berbeda yang dapat diajak serta untuk
mengelola pendidikan baik dengan sedikit pelatihan atau tanpa pelatihan sama
sekali. Karena pada dasarnya sekolah
mempersiapkan dua hal yaitu calon orang tua yang akan mengganti orangtua yang
ada sekarang ini, dan bekerja secara bersama- sama dan efektif dengan paraorang
tua (DeRoche, 1981 : 169 ) .[7][7][7]
Lingkungan
sekolah bukanlah isolasi dari lingkungan sekitarnya, tetapi merupakan
lingkungan yang seharusnya terintregrasi kedalam lingkungan yang sudah ada.
Karena lingkungan sekolah berada dalam konteks sosial sebagai elemen yang
penting dalam komunitas lokal dan sangat bergantung pada masyarakat dari segi
dukungan dan pendanaan (Garton ,1976: 343).Selanjutnya lingkunan akan
mengevaluasi pengurus sekolah dalam pengelolaan kebijaan dan penyelenggaraan
dana. Demikian pula pengaruh sekolah terhadap akselerasi informasi kepada orang
tua dan kontak individu senantiasa dimonitor oleh masyarakat.Karena faktor
itulah administrasi dan manajemen di lembaga pendidikan perlu dikembangkan
untuk mendapatkan pemahaman yang bagus dan penyusunan kompetensi efektifitas
hubungan masyarakat di lembaga pendidikan.
Selanjutnya,
Gorton menjelaskan hal yang berkenaan dengan hubungan masyarakat yang perlu
dikelola oleh sekolah yaitu memahami masyarakat. Bagian atau pejabat hubungan
masyarakat di sekolah perlu memahami situasi daerah dan penduduk lingkungan
lembaga tersebut, termasuk lingkungan individu.selam membangun hubungan
komunikasi dengan masyarakat, maka pengelola manajemen humas di lembaga
pendidikan juga membutuhkan dukungan untuk memahami dan mengembangan hubungan
masyarat yang bagus.[8][8][8]
C. Kendala dalam Implementasi pendidikan berbasis
masyarakat.
Kendala dalam mengimplementasikan Pendidikan Berbasis
Masyarakat menurut Sagala, S., 2004 adalah:[9][9][9]
1) Sistem perencanaan, pengangguran dan pertanggungjawaban keuangan yang dianut pemerintah masih dari atas ke bawah (top down).
2) Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat.
3) Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
4) Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
5) Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
6) Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
7) Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
8) Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.
9) Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
10) Egoisme sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.
1) Sistem perencanaan, pengangguran dan pertanggungjawaban keuangan yang dianut pemerintah masih dari atas ke bawah (top down).
2) Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat.
3) Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
4) Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
5) Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
6) Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
7) Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
8) Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.
9) Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
10) Egoisme sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.
BAB III
PENUTUP.
A. Simpulan
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat
(Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan
Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya
partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk
menjawab kebutuhan masyarakat.
Beberapa problem mengenai mutu
pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR.Arief Rahman (2) adalah:
1) Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
2) Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.
3) Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
1) Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya
2) Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.
3) Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Lembaga Pendidikan berbasis
Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan
teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan
teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya.
B.
Kata
penutup.
Alhamdulillah sudah semestinya menjadi kalam ikhtitan. Tuhan yang mengajari
kita ilmu dengan pena dan mengajari manusia atas apa apa yang tidak diketahui.
Karena dengan izin dan ridho-Nya yang menjadi dambaan setiap insan, kami dengan
sehat wal-afiat dapat merampungkan tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan dengan baik
meskipun jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Sagala, S.
2004. Manajemen Berbasis sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan
Mutu. PT Rakasta Samasta, Jakarta.
Surya, M.
2002. Menyambut Hari Pendidikan Nasional 2002: Menyongsong Agenda Reformasi
pendidikan. Pikiran Rakyat.
Mujamil
Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (
Jakarta: Erlangga, 2007).
Mukhlishah.
2002. Mendesak, Pendidikan ikiran Rakyat Cyber Media.Berbasis Komunitas.
Mulyono, Manajemen Administrasi & Organisasi
Pendidikan, Ar- Ruzz Media (Jogjakarta:,
Ar- Ruzz Media, 2008).
Sumber
: http://pmancoffeemix.wordpress.com/Manajemen
Inovasi Pendidikan.
[1][1][1] Sagala, S. 2004. Manajemen Berbasis sekolah dan
Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. PT Rakasta Samasta, Jakarta.
Hal 54-58.
[3][3][3] Surya, M. 2002. Menyambut Hari Pendidikan Nasional
2002: Menyongsong Agenda Reformasi pendidikan. Pikiran Rakyat. Hal 80-82.
[7][7][7] Mukhlishah. 2002. Mendesak, Pendidikan ikiran Rakyat
Cyber Media.Berbasis Komunitas. Phal 40-43.
[8][8][8] Mulyono, Manajemen
Administrasi & Organisasi Pendidikan, Ar- Ruzz Media (Jogjakarta:, Ar- Ruzz Media, 2008) hlm. 204-205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar